Separuh Hati 27

682 142 35
                                    


Prilly tidak bisa menahan rasa gugupnya saat Ali memintanya untuk ikut hadir dalam rapat dewan hari ini. Sejak pembahasan terakhir mereka tentang proyek ini, Ali tidak pernah menyinggung perihal rapat hari ini namun tiba-tiba masalah datang. Prilly tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi sampai tiba-tiba ia mendapat kabar dari Alberto jika Pak Rudi, salah satu pengusaha yang sudah setuju bekerjasama dengan mereka membatalkan kontrak kerja dengan sepihak.

"Kita tidak bisa menunda rapat lagi. Perihal Pak Rudi akan kita bahas setelah rapat selesai." Ujar Ali sebelum mereka keluar dari ruangan.

Prilly dan Alberto berjalan beriringan di belakang Ali menuju ruang rapat. Keduanya terlihat sekali tegang sementara Ali justru terlihat biasa saja, seolah rapat yang akan mereka hadapi bukanlah sesuatu yang menakutkan.

Di dalam lift, Prilly tidak henti-hentinya berdoa supaya dewan direksi tidak terlalu menekan Ali. Dirinya lah yang bersalah karena tidak mempersiapkan rencana cadangan jika hal seperti ini terjadi. Alberto diam-diam melirik kearah Prilly lalu berbisik pelan. "Nyonya besar kembali menanyakan perihal keinginan beliau ingin bertemu dengan orang tua Nona Prilly."

Prilly menoleh menatap Alberto dengan kedua mata membulat sempurna. "Serius Bang?!" Alberto menganggukkan kepalanya.

Prilly sontak memejamkan matanya. Kenapa masalah dirinya semakin rumit saja ia bahkan belum sempat berkabung atas patah hati yang ia alami. Haruskah ia bersyukur?

"Ekhem!"

Deheman Ali sontak membuat Alberto dan Prilly bungkam. "Apa yang kalian bicarakan?" Tanya pria itu tanpa menutupi rasa ingin tahunya, ia samar-samar mendengar suara bisikan dua orang dibelakangnya itu.

"Kami sedang membahas printilan kecil yang kemungkinan akan disinggung dalam rapat nanti Pak." Prilly terlebih dahulu bersuara, ia takut jika Alberto yang menjawab pria itu akan mengutarakan semuanya pada Ali.

Alberto jelas tidak akan bersedia membohongi Bosnya itu.

Ali diam saja ia tahu jika yang mereka bahas bukan masalah rapat namun Ali memilih bungkam saja.

Mereka tiba di lantai 8, dengan gaya angkuhnya Ali berjalan keluar dari lift menuju ruang rapat. Melihat keangkuhan Ali entah kenapa semangat Prilly seperti tersuntik hingga membuat dirinya begitu menggebu-gebu.

Mereka memasuki ruang rapat dengan Ali yang berjalan terlebih dahulu. Seluruh penghuni ruangan itu sontak berdiri dan menyapa Ali. Pria itu berdiri di ujung meja sambil menatap satu persatu anggota rapat yang hadir. Sorot mata Ali begitu tenang namun tajam, aura intimidasi pria ini begitu kuat.

"Sebagai jawaban atas semua keluh kesah kalian hari ini saya membawa langsung penanggung jawab proyek ini." Suara berat Ali terdengar sebelum pria itu menoleh dan meminta Prilly mendekatinya melalui sorot matanya.

Prilly berjalan menghampiri Ali lalu berdiri disebelah pria itu. "Dia Prilly, salah satu karyawan perusahaan yang mencetuskan ide besar ini dan selanjutnya akan memegang tanggung jawab penuh atas kelancaran proyek ini." Ali memperkenalkan Prilly dengan begitu bangga hingga membuat perasaan gadis itu sedikit menghangat.

Prilly membungkukkan sedikit badannya sebagai salam perkenalan darinya. Saat akan menegakkan kembali badannya tanpa sengaja ia bertatapan dengan Aldi yang dulu pernah menjabat sebagai Direktur utama sebelum Ali mengambil alih perusahaan ini. Pria itu tampak tenang menyorot dirinya hingga membuat Prilly sedikit tidak nyaman namun ia berusaha hormat dengan menganggukkan sedikit kepalanya kearah Aldi.

Pria itu tidak merespon hanya tatapannya saja yang terus menyorot kearah Prilly.

"Silahkan duduk!" Ali mempersilahkan Prilly untuk duduk disalah satu kursi yang ada didekatnya. Pria itu masih bersedia dan kembali menyorot mereka yang ada disana. Setelah puas, Ali menarik kursinya dan menghempaskan dirinya disana secara elegan dan berkharisma.

Separuh HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang