Separuh Hati 12

657 120 22
                                    


Akhirnya Prilly dan Alberto sudah tenang dan tidak terbatuk lagi. Kini mereka sedang fokus pada berkas masing-masing. Ditangan Ali sudah ada rincian segala sesuatu yang berhubungan dengan proyek yang akan dilaksanakan.

"Kamu sudah merinci semuanya?" Tanya Ali yang langsung dijawab oleh Prilly. "Sudah Pak. Di halaman ke 40, disana sudah saya rangkum semua rincian tentang proyek ini." Jelas Prilly dengan begitu percaya diri.

Ali tampak mengangukkan kepalanya. "Saya ingin kamu melakukan tinjauan lapangan dan berikan saya laporan rinci tentang hal itu sebelum proposal kamu ini saya umumkan pada rapat dewan direksi dalam waktu dekat ini." Ali menutup map di hadapannya lalu fokus menatap Prilly yang duduk tepat dihadapannya.

"Saya tidak ingin bertele-tele. Dengan proyek ini saya mencurahkan dana perusahaan hampir 10 triliun dan saya harap kamu mampu bertanggungjawab." Kata Ali dengan suara tenang namun penuh ancaman. "Saya tidak ingin kamu mengalami krisis percaya diri setelah mendengar gucuran dana dari saya karena saya ingin kamu justru lebih bersemangat dan buktikan ke saya kalau kepercayaan saya ini tidak akan berakhir sia-sia." Urai Ali panjang lebar namun mampu membuat hati Prilly bergetar.

Prilly mendongak menatap Ali yang ternyata sedang menatap dirinya. Tatapan mereka bertemu. "Saya akan melakukan yang terbaik Pak."

"Saya tidak butuh ucapan tetapi saya ingin pembuktian dari kamu!" Respon Ali memang cukup kasar namun Prilly sama sekali tidak sakit hati karena ia tahu watak Bosnya ini memang keras.

"Alberto siapkan ruangan khusus untuk Prilly dilantai yang sama dengan saya!" Titah Ali yang sontak membuat kedua mata Prilly membola karena terkejut. Alberto segera mengangukkan kepalanya.

"Pak saya pindah ruangan?" Prilly memberanikan diri bertanya. Ali menoleh menatap dirinya lalu mengangukkan kepalanya. "Kamu keberatan?" Pria itu balik bertanya.

Prilly gamang ia tidak tahu harus menjawab apa. "Kalau kamu keberatan kamu masih bisa mundur sekarang." Ujar Ali yang sontak membuat Prilly mengangukkan kepalanya. "Baik Pak." Jawabnya singkat.

Ali mengangukkan kepalanya tidak ada yang sadar jika pria itu menarik sudut bibirnya meksipun samar namun Ali tersenyum.

"Baiklah. Kita kembali sekarang." Ali berdiri dan merapikan jasnya.

Prilly juga mengikuti laki-laki itu namun ketika akan melangkah tiba-tiba ponselnya berdering. "Halo!" Sapanya kelewat ceria karena Satria menghubungi dirinya.

Langkah kaki Ali sontak terhenti, pria itu jelas sekali sedang menguping dan Alberto menyadarinya. Pria itu yang berdiri lebih dekat dengan Prilly tampak memasang telinganya berusaha mencuri tahu pembicaraan Prilly.

"Baiklah. Aku akan menunggu kamu disini."

Alberto mendekati Bosnya lalu berbisik pelan. "Pacarnya yang telepon." Katanya yang sontak membuat Ali mendelik namun Alberto tidak memperlihatkan ekspresi apapun, wajahnya tetap kaku seperti biasanya.

Mendengus pelan, Ali kembali melanjutkan langkahnya mengabaikan Prilly yang ikut melangkah mengikuti Ali dan Alberto. Ketika tiba didepan pintu restoran, Prilly berdehem. "Pak saya akan pulang---"

"Silahkan. Saya juga tidak kembali ke kantor." Potong Ali dengan nada biasa namun Prilly bisa merasakan nada tidak bersahabat dalam setiap kata yang keluar dari mulut Bos besar itu.

Ali segera melangkah memasuki mobilnya yang sudah terparkir tanpa menyapa Prilly yang berdiri mematung. Mobil yang dikemudikan oleh Alberto segera melaju meninggalkan Prilly yang masih kebingungan dengan perubahan sikap Bosnya.

Tak berapa lama sebuah mobil sedan hitam berhenti didepan Prilly, ketika kaca mobil diturunkan terlihat wajah manis Satria yang sontak membuat Prilly melupakan Ali. Gadis itu segera berlari dan memasuki mobil lalu memeluk kekasihnya dengan mesra.

Separuh HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang