Separuh Hati 10

807 115 23
                                    


Pagi-pagi sekali, Ali sudah meminta Alberto untuk memanggil Prilly dan juga Pak Suwanto serta Pak Heri untuk menunggu dirinya di ruang rapat. Prilly datang sendirian karena Pak Suwanto dan Pak Heri sudah terlebih dahulu ada disana.

Ekspresi wajah Pak Suwanto dan Pak Heri terlihat sangat tidak bersahabat ketika Prilly memasuki ruangan namun Prilly tetap menyapa mereka dengan sopan. Prilly menempati kursi yang ada diseberang meja sehingga kini mereka duduk berhadapan sambil menunggu Ali datang.

"Kalau proyek ini diacc sama Pak Ali sepertinya kita bakalan sibuk sekali." Celetuk Pak Heri yang disetujui oleh Pak Suwanto. Mereka terus membahas perihal proyek padahal jelas-jelas Prilly sebagai perancangnya ada disana.

Pintu ruangan terbuka tak lama kemudian dan terlihatlah Ali yang berjalan memasuki ruangan dengan aura intimidasinya yang cukup kuat diikuti Alberto yang wajahnya juga sama kakunya dengan Ali.

Prilly dan yang lain serempak berdiri menyambut lalu. "Silahkan duduk!" Perintah Ali pada anak buahnya.

Prilly baru saja akan menempati kursinya saat suara berat Ali menginterupsi. "Kamu kesini!" Perintah pria itu pada Prilly.

Dengan wajah kebingungan Prilly mendekati Ali yang sedang membaca map yang diletakkan oleh Alberto. "Saya sudah mempelajari keseluruhan proposal kamu." Ali berbicara dengan nada yang begitu tenang namun mampu memberikan getaran pada Prilly.

Wanita itu berdebar tanpa sebab namun Prilly yakin ia bukan berdebar melainkan deg-degan. Ia sedang harap-harap cemas dengan keputusan Ali.

"Saya akan menyetujui proposal ini tapi kamu harus bertanggung jawab langsung. Kamu mampu?" Tantang Ali dengan seringaian kecil yang membuat Prilly terpaku. Seringaian ini mirip sekali dengan wajah tengil Ali ketika menghina dirinya kemarin siang.

"Tentu saja mampu Pak, kami juga akan membantu Prilly." Pak Heri tiba-tiba bersuara membuat atensi Ali tertuju padanya. "Benarkah? Tapi sayangnya saya tidak ingin kalian ikut campur dalam proyek ini!" Tekan Ali yang sontak membuat senyuman di wajah Pak Heri hilang seketika.

Prilly diam saja, ia masih mempertimbangkan permintaan Ali tadi. Jika ia menyanggupi akankah ia benar-benar sanggup? Tanggung jawab atas proyek ini tidaklah main-main.

Ali kembali beralih menatap Prilly. "Bagaimana? Saya butuh jawaban dari kamu sekarang!" Desak Ali yang membuat Prilly semakin panik.

"Dana yang akan saya lontarkan pada proyek ini tidak sedikit. Jadi, pikirkan baik-baik dan berikan saya jawaban sesuai dengan kemampuanmu!" Perintah Ali dengan ekspresi datarnya. Pria itu tidak lagi menyeringai namun sorot mata tajamnya justru membuat Prilly semakin berdebar.

"Mohon maaf sebelumnya Pak. Apakah keinginan Bapak ini tidak memberatkan Prilly? Pasalnya dia selama ini hanya bekerja dibawah pimpinan saya jadi jelas tidak mungkin dia mampu." Pak Suwanto bersuara memberi pendapatnya.

"Benar Pak. Prilly hanya karyawan biasa jelas kemampuannya dan pengalamannya masih minim dalam menangani proyek sebesar ini." Pak Heri juga ikut bersuara membuat posisi Prilly semakin terpojokkan.

Ali hanya bersandar santai pada kursinya menatap dua laki-laki paruh baya yang sedang menyerang karyawannya sendiri. Lalu tatapannya beralih pada Prilly yang juga sedang menatap dua atasannya. Ah, menarik sekali.

"Saya bersedia Pak!" Jawaban Prilly terdengar memecahkan keheningan membuat Pak Heri dan Pak Suwanto menoleh dan menatap tajam dirinya.

Prilly tidak perduli dengan tatapan tajam dua pria itu. Ia sudah bertekad dan apapun akan ia lakukan demi mempertahankan kepercayaan Ali padanya.

Ali tampak mengangukkan kepalanya. "Baiklah. Setelah ini kamu ke ruangan saya dan kita bahas proyek ini secara rinci." Perintah Ali yang disetujui oleh Prilly. Pria itu segera beranjak dari ruangannya diikuti oleh asisten pribadinya.

Separuh HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang