Separuh Hati 19

643 120 18
                                    


"Mas Satria."

Satria yang sedang menatap bukit di belakang mes-nya menoleh menatap Sari yang sedang tersenyum sambil berjalan menghampiri dirinya. Setelah kejadian malam itu, entah kenapa Satria tidak bisa lagi menikmati hari-harinya bahkan ia sudah tidak memiliki keberanian untuk menghubungi kekasihnya.

"Ada apa?" Suara beratnya terdengar tenang namun Sari tidak lagi memperdulikannya, sejak Satria menghampiri dirinya malam itu ia sudah memutuskan untuk tidak akan melepaskan pria ini.

"Sudah jam makan siang. Ayo kita makan!" Ajaknya sambil memegang lengan Satria. Pria itu menatap Sari dengan tatapan yang sulit diartikan lalu pandangan turun ke perut rata wanita ini, sudah lebih dari dua kali mereka berhubungan ia ragu jika benihnya tidak berkembang di dalam rahim wanita ini.

Sari menunduk mengikuti arah pandangan Satria refleks ia melepaskan tangannya pada lengan Satria lalu memeluk perutnya. "Kamu yakin malam itu tidak menghasilkan sesuatu disana?" Tanya Satria sambil menunjuk kearah perut Sari.

Wanita itu terdiam sejenak sebelum kembali mendongak menatap Satria. "Jika memang ada sesuatu disini." Sari semakin memeluk erat perutnya. "Apa yang akan kamu lakukan Mas?" Lanjutnya dengan tatapan penuh harap.

Lidah Satria kelu, tatapannya mulai berpendar tak fokus. Berkali-kali pria itu menelan ludahnya. "Mas." Sari menyentuh kembali lengan Satria membuat fokus pria itu kini tertuju padanya. "Apa kamu tidak ingin membesarkan dia?" Ada makna tersirat dalam pertanyaan Sari dan kini Satria mengerti jika wanita ini memang sudah mengandung calon anaknya.

Relfeks kaki Satria melangkah mundur membuat pegangan Sari terlepas dan menatap pria didepannya dengan tatapan terluka. Meskipun ia sudah bertekad untuk meluluhkan hati pria ini tetap saja jika Satria bersikap seperti ini hatinya terasa begitu terluka.

"Kamu tidak menginginkannya Mas?" Suara Sari mulai serak. "Apa kamu ingin aku melenyapkannya?" Tanya Sari kali ini dengan tetesan air matanya.

Satria segera tersadar berjalan mendekati Sari lalu memeluk wanita itu dengan kuat. Dalam dekapan Satria, tangisan Sari tumpah. Wanita itu menangis tersedu-sedu dalam dekapan Satria.

"Jangan. Jangan lakukan apapun yang menyakiti." Satria menelan ludahnya kasar dengan mata terpejam ia tampak menyembunyikan wajahnya di rambut Sari. "Anak kita." Lanjutnya dengan suara yang begitu lirih namun Sari masih bisa mendengarnya.

Keduanya berpelukan erat. Satria tidak bisa lagi merasai hatinya, saat ini hatinya benar-benar sakit terlebih saat bayangan wajah cantik Prilly yang sedang tertawa tiba-tiba terlintas di kepalanya. Semakin ia sembunyikan wajahnya semakin jelas pula bayangan itu terlihat.

"Aku sangat mencintai kamu Satria." Prilly mengungkapkan cintanya dengan senyuman yang begitu manis.

Satria semakin erat memejamkan matanya dan bayangan Prilly yang sedang tertawa sambil mengungkapkan cinta padanya berubah. Tawa ceria kekasihnya berubah menjadi tangisan yang begitu memilukan.

"Kamu jahat Satria! Kamu jahat!" Prilly menangis terisak-isak sesekali gadis itu tampak memukuli dadanya. "Disini rasanya sakit sekali." Tatapan Prilly kembali tertuju padanya. "Aku sangat membencimu Satria. Sampai mati aku tidak akan pernah memaafkan mu!" Jeritnya dengan begitu pilu.

Satria tidak dapat lagi menahan tangisannya, kali ini tangis Satria-lah yang terdengar lebih memilukan membuat Sari sontak menghentikan tangisannya. Sari ingin mengurai pelukan mereka namun Satria menahannya. Pria itu terus menangis tanpa mengangkat wajahnya dari rambut Sari.

'Maaf Sayang. Maafkan aku.'

Satria terus mengulang kata maaf di dalam hatinya. Ia tak sanggup jika harus berhadapan dengan Prilly tetapi apa yang harus dia lakukan disaat Sari sedang mengandung anaknya tidak mungkin ia membiarkan Sari melenyapkan darah dagingnya tetapi jika harus melepaskan Prilly, demi Tuhan Satria tidak akan sanggup..

Separuh HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang