Separuh Hati 20

692 130 40
                                    


Ali dan Prilly secara khusus diperintahkan oleh Wenda untuk menemaninya malam ini. Wanita tua itu jelas tidak akan melewatkan kesempatan ini begitu saja. Meskipun masih sama-sama terlihat kaku namun dia yakin cepat atau lambat Ali dan Prilly akan saling terbuka satu sama lain.

Berbeda dengan Wenda yang sangat bersemangat, Prilly justru merasa uring-uringan karena Satria sama sekali tidak menghubungi dirinya bahkan laki-laki itu mengabaikan semua pesan dan juga panggilan darinya.

Helaan nafasnya terdengar saat mengingat jika Satria marah karena dia membatalkan kencan mereka hari itu. Tapi, biasanya Satria tidak sampai mengabaikan dirinya seperti ini.

"Kamu lelah? Kalau memang kamu merasa lelah lebih baik kamu istirahat saja." Suara berat Ali terdengar membuat Prilly tersadar jika saat ini ia sedang berada di dalam mobil laki-laki itu.

Prilly segera menoleh lalu tersenyum kikuk. "Saya sama sekali tidak lelah Pak." Jawabnya pelan. Ali masih fokus pada iPad miliknya menjawab. "Saya akan memberitahu Eyang kalau kamu lelah. Jangan merasa terbebani dengan keinginan Eyang."

Prilly tidak tahu kenapa tetapi ia merasa Ali seperti tidak menyukai kedekatannya dengan Wenda. Merasa diperhatikan, Ali menoleh dan benar saja tatapan mereka kembali menyatu. Keduanya saling bertatapan dengan sorot yang berbeda.

"Saya tidak ingin Eyang menganggu kehidupan pribadi kamu." Ali bersuara tanpa mengalihkan pandangannya. Prilly tersentak, buru-buru ia mengalihkan tatapannya menatap jalanan yang cukup ramai sore ini. "Saya tidak merasa terganggu sama sekali." Jawabnya tanpa menatap Ali.

Mulut Ali akan kembali terbuka namun pria itu memilih untuk bungkam dan kembali fokus pada iPad miliknya. Keheningan kembali merajai mobil itu hanya Alberto yang sesekali melirik dua manusia yang sama-sama sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Ali memang mengantar Prilly ke rumahnya untuk mengganti pakaian dan mengambil beberapa keperluannya karena nanti malam ia akan menginap di rumah sakit. Prilly sudah menolak untuk diantar namun Wenda justru mendesak cucunya untuk mengantar Prilly hingga akhirnya Prilly tidak memiliki pilihan lain selain menerima tawaran Ali.

Tak berapa lama akhirnya mereka sampai didepan rumah Prilly. "Bapak mau masuk?" Prilly hanya berniat basa-basi namun siapa yang menyangka laki-laki itu segera membuka pintu dan turun dari mobil.

Prilly juga ikut turun dan mengejar langkah Ali yang sudah membuka pagar rumahnya. Pria ini sama sekali tidak terlihat canggung ketika melangkah memasuki rumahnya. Prilly berjalan cepat menuju pintu rumah, setelah membuka kunci ia mempersilahkan Ali untuk memasuki kediamannya.

Ali tampak santai meskipun pria itu tampak melirik kesana kemari dan satu hal yang bisa ia simpulkan. Rumah ini sangat nyaman dan bersih.

"Bapak duduk aja dulu. Saya tidak akan lama." Kata Prilly sebelum beranjak menuju ke kamarnya. Tatapan Ali terlihat tertuju pada pintu kamar Prilly yang tidak tertutup rapat namun sebelum akal sehatnya hilang ia segera berjalan menuju sofa yang ada di ruangan itu.

Ali menatap beberapa bingkai foto Prilly dan seorang wanita yang sama dengan yang ia lihat pada malam itu. Tanpa sadar Ali menarik sudut bibirnya saat melihat foto Prilly dengan gaya yang begitu menggemaskan. Gadis itu ternyata lumayan eksis didepan kamera.

Tak berapa lama Prilly keluar dari kamar dengan pakaian yang sudah ia ganti. Gadis itu mengenakan celana jeans dengan baju kaos lengan panjang, rambut yang biasanya di kuncir kali ini Prilly cepol ditengah kepala. Ali menyukai penampilan Prilly yang casual seperti ini.

"Saya buatkan teh dulu Pak ya." Ujar Prilly dari arah dapur. Terlalu sibuk mengurus dirinya ia sampai melupakan keberadaan Ali di dalam rumahnya.

"Teman kamu dimana?" Suara Ali terdengar dari ruang tamu. "Kerja dia Pak!" Sahut Prilly dengan sedikit berteriak.

Separuh HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang