Separuh Hati 16

634 132 25
                                    


Keesokan harinya, Prilly kembali bekerja seperti biasa. Kejadian tadi malam sudah ia lupakan terlebih saat dia tahu jika Ali tidak ditahan dan dibebaskan dengan jaminan dari pengacara pribadi keluarga Sujatmiko.

Prilly berjalan memasuki divisinya namun hal pertama yang menyambutnya pagi ini adalah ejekan Rozi tentang dirinya. Pria itu dengan lantangnya bersuara jika kejadian tadi malam sungguh mengejutkan.

"Pak Heri berani sekali menganggu selir Direktur ya jelas langsung didepak dari perusahaan lah, mana masuk penjara lagi." Ucapnya yang langsung membuat teman-temannya yang lain berbisik membicarakan Prilly.

Gadis itu jelas mendengar sindiran demi sindiran yang teman-temannya layangkan padanya namun setelah meredakan keterkejutannya, Prilly melangkah menuju mejanya. Saat akan duduk dengan sengaja Rozi menendang kursi Prilly yang nyaris saja membuat gadis itu terjatuh ke lantai.

Prilly berbalik dan menatap Rozi dengan tatapan nyalang. "Apa lo mau ngadu lagi sama Tuan lo itu? Lo mau buat gue dipecat kayak Pak Heri?" Tantang Rozi dengan wajah songong nya.

Kedua tangan Prilly terkepal kuat namun ia memilih untuk mengalah dan meraih kembali kursinya. Prilly harus bekerja, ia tidak sempat memikirkan hal-hal yang membuat kepalanya sakit. Ia sudah cukup tertekan dengan kejadian tadi malam.

Namun sepertinya Rozi tidak berpendapat seperti itu, laki-laki dengan paras pas-pasan itu kembali menarik kursi Prilly lalu menendangnya kearah pintu masuk dan disaat bersamaan Kanaya berjalan memasuki ruangan tersebut tak elak kursi yang ditendang oleh Rozi menghantam kedua lutut Kanaya.

"Aduh!" Jerit gadis itu sambil membungkuk memegang lututnya. "Kerjaan siapa ini sialan?!" Jeritnya dengan wajah penuh amarah. Kompak seluruh orang yang ada disana menunjuk kearah Rozi kecuali Prilly.

Rozi menelan ludah kasar terlebih saat tatapan nyalang Kanaya kini tertuju padanya. "Lo salah paham Nay!" Katanya dan bersiap untuk melarikan diri namun sayangnya gerakan Kanaya yang hampir sama dengan kecepatan kilat itu berhasil menarik kerah belakang kemeja Rozi.

Dengan penuh amarah, Kanaya menyilangkan kakinya membelit kaki Rozi lalu menampung tubuh pria itu menggunakan punggungnya sebelum suara dentuman terdengar cukup memekakkan telinga.

"Uhuk! Uhuk!" Rozi terbatuk setelah beberapa saat yang lalu tubuhnya menghantam kerasnya lantai.

Kanaya menepuk kedua tangannya setelah berhasil membantai Rozi. "Sekali lagi lo main-main sama gue. Gue mampusin lo!" Ancamnya sambil menggerakkan kakinya kearah selangkangan Rozi yang sontak membuat pria itu menutup area masa depannya.

Kanaya berjalan meraih kursi Prilly lalu membawanya ke meja sahabatnya. "Lo nggak diapa-apain sama binatang ini kan?" Tanya Kanaya sambil menunjuk kearah Rozi yang sedang berusaha untuk bangkit.

Prilly menggelengkan kepalanya. "Gue nggak apa-apa kok." Jawabnya menatap bangga Kanaya.

Cengiran Kanaya sontak terbit lalu tiba-tiba gadis itu memeluk sahabatnya. "Gue udah tahu kejadian tadi malam. Jangan takut, ada gue yang bakal ngelindungi lo disini." Ucap Kanaya dengan begitu tulus.

Prilly sangat berterimakasih karena Tuhan mengizinkan dirinya memiliki sahabat seperti Kanaya dan juga Wulan. Tadi malam, Wulan nyaris pergi ke kantor polisi untuk menghajar Pak Heri setelah ia bercerita tentang pelecehan yang ia alami. Wulan dan Kanaya benar-benar begitu tulus menyayangi dirinya.

Pelukan mereka terurai, dengan mata berkaca-kaca Prilly mengucapkan terima kasih pada Kanaya.

"Gue bakalan selalu ada buat lo. Sebagai sahabat gue nggak akan biarin lo hadapin semua ini sendirian." Ujar Kanaya dengan senyuman manisnya.

Separuh HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang