Separuh Hati 2

960 109 10
                                    


"Mama kenapa?!" Seorang pria paruh baya tiba-tiba memasuki ruang inap Ibunya dan menjerit heboh membuat wanita lansia diatas ranjang membuang muka karena kesal menatap putra kandungnya.

"Masih perduli kamu sama Mama?" Tanyanya dengan nada yang terdengar tegas namun sedikit nyinyir.

"Ampun Ma, gimana ceritanya aku enggak perduli sama Mamaku sendiri?" Putranya yang bernama Suhendra Sujatmiko itu tampak menghela nafas lelah menghadapi drama Ibunya.

"Gimana kondisi Mama?" Suara lembut seorang perempuan membuat wajah tua wanita itu semakin masam. Dia adalah Dhea, istri kedua putranya. Janda anak satu yang dinikahi putranya setelah menantu pertamanya meninggal dunia.

Dhea bukan wanita baik-baik dimata Nenek Wenda -Ibunda dari Suhendra- menurutnya tidak ada wanita baik-baik yang bersedia menerima lamaran dari laki-laki yang merupakan suami dari sahabatnya sendiri. Dhea dan almarhumah menantu kesayangan Nenek Wenda merupakan sahabat baik.

Meskipun sudah puluhan tahun berlalu ternyata Nenek Wenda masih tetap tidak memaafkan Dhea, walaupun Dhea sudah berusaha berbuat baik demi menyenangkan hati ibu mertuanya namun tetap saja di mata Wenda dirinya tidak termaafkan.

"Dimana cucuku?" Tanya Wenda pada putranya. "Aku benar-benar menyesal tidak bisa menjemput cucuku ke bandara." Keluh Wenda yang membuat Suhendra menghela nafasnya lagi.

"Ma, Ali sudah besar tanpa Mama jemputpun dia tetap tahu jalan pulang Ma." Ucap Suhendra yang sontak mendapat tatapan tajam dari Ibunya. "Tahu apa kamu tentang cucuku? Bukannya selama ini kamu cuma sibuk mengurus anak janda itu?!" Ucap Wenda dengan nada begitu keras.

"Ma, Aldi juga cucu Mama."

"Sejak kapan anak janda itu menjadi cucuku?" Balas Wenda dengan suara yang begitu keras hingga membuat dadanya kembali sakit. Dhea segera berlari menuju pintu berteriak memanggil Dokter padahal di ujung ranjang ada tombol yang bisa ia tekan untuk memanggil Dokter namun siapa yang mengingatnya lagi saat melihat Wenda kesakitan semuanya ia lupakan.

Suhendra berusaha menenangkan Ibunya namun sayangnya Wenda menolak ia sentuh sampai akhirnya Dokter datang dan meminta Suhendra serta istrinya untuk menunggu diluar.

"Mas kamu apa-apaan sih ngajak Mama debat kayak gitu?" Dhea sontak menegur suaminya yang selalu saja meladeni amarah Ibunya. "Mama lagi sakit loh Mas!"

"Iya-iya Mas khilaf Sayang. Maaf yaa?" Suhendra memeluk bahu istrinya dengan erat. Dhea wanita yang baik namun sayangnya ia justru menikahi laki-laki yang menjadi suami sahabatnya sehingga banyak orang yang mencerca dirinya terlebih saat itu dirinya seorang janda yang memiliki seorang putra dari mantan suaminya.

Suhendra yang kala itu sedang kalut pasca ditinggal pergi oleh istrinya justru merasa nyaman ketika bersama Dhea, sampai akhirnya di hari 40 kematian istrinya ia menikahi Dhea yang langsung mendapat penolakan dari Ibunya. Suhendra mengira seiring dengan berjalannya waktu Ibunya akan luluh namun sayangnya sampai hari ini belum ada tanda-tanda Ibunya akan luluh dan menerima Dhea sebagai menantunya.

Kondisi Wenda sudah kembali membaik dan ia segera meminta asisten pribadinya untuk mencari alamat gadis yang menolongnya tadi. Jika bukan karena gadis itu mungkin sekarang ia sudah dikebumikan.

Sementara diluar, Suhendra masih setia menunggu Ibunya bersama sang istri. Meskipun berkali-kali ditolak namun Dhea sangat menyayangi Ibu mertuanya itu.

"Mas sebaiknya kamu jemput Ali dulu."

"Ngapain?"

"Mas! Hubungan kamu dan Ali sudah memburuk karena sikap kamu belakangan ini." Dhea kembali memperingati suaminya. "Aku enggak mau Ali sampai salah paham dan mengira kamu lebih menyayangi Mas-nya ketimbang dirinya." Lanjut Dhea pada sang suami.

Suhendra menghela nafasnya, hubungannya dengan Ali putra kandungnya memang sering bermasalah itu dikarenakan Ali yang selalu salah paham padanya. Suhendra memilih Aldi untuk menjalankan perusahaan selama Ali menempuh pendidikan namun Ali justru mengira Ayahnya membebaskan Aldi disana sementara perusahaan itu murni miliknya. Sebagai pewaris tunggal, jelas perusahaan keluarga Sujatmiko akan menjadi milik Ali sepenuhnya.

"Biar Mama aku yang jaga disini." Ucap Dhea sedikit tidak yakin namun ia tetap berusaha yakin didepan suaminya.

Mau tidak mau Suhendra beranjak dan meninggalkan sang istri didepan ruangan Ibunya. Suhendra berharap suatu saat nanti keluarganya bisa saling menyayangi tanpa ada kepelikan yang membuat hubungan mereka semakin merenggang.

***

Seorang pria berwajah tampan baru saja tiba di bandara. Setelah bertahun-tahun tinggal di Amerika, akhirnya hari ini ia kembali ke tanah air.

Dengan tubuh tegapnya, pria itu berhasil menarik perhatian orang-orang yang ada disana tidak lupa kacamata hitam yang bertengger manis di hidung mancungnya. Pria itu hanya menggeret satu koper kecil dengan sebelah tangan ia masukkan ke dalam saku celananya, secara keseluruhan tampilan pria itu benar-benar memukau.

Ia terus berjalan melewati keramaian sampai akhirnya ia menemukan sosok pria paruh baya yang berdiri tak jauh dari pintu penjemputan. Pria itu adalah Ayahnya. Suhendra terlihat kagum pada putranya yang berjalan menghampiri dirinya namun ekspresi wajah Ali tetap datar seperti biasanya.

Ali melepaskan kacamata hingga sorot mata dinginnya kini beradu dengan sang Ayah. "Kamu enggak mau peluk Papi?" Suhendra merentangkan kedua tangannya bersiap untuk menyambut sang putra.

Terlihat senyuman kecil Ali sebelum mendekatkan dirinya pada sang Ayah. Ali memeluk Ayahnya sekilas begitupula dengan Suhendra yang sudah merasa puas bisa memeluk putra kesayangannya.

Dilain tempat terlihat seorang pria yang usianya selisih beberapa tahun dari Suhendra sedang berjalan mondar-mandir di dalam ruangan keponakannya. Pria itu adalah Hendri yang merupakan saudara satu-satunya yang Dhea miliki, Paman dari Aldi, saudara tiri Ali.

"Sial! Kenapa bocah itu kembali ke perusahaan ini?!" Hendri mengumpat kasar sambil menyesap rokok ditangannya.

Hendri menoleh menatap sang keponakan yang terlihat santai saja memeriksa beberapa berkas yang ada diatas mejanya. "Aldi kenapa kamu bisa santai disaat genting seperti ini?!" Tanya Hendri gemas.

Aldi mendongak menatap Pamannya lalu tersenyum kecil. "Lalu apa yang harus aku lakukan Paman?" Tanyanya dengan gaya yang begitu santai.

"Lakukan sesuatu Aldi! Posisi kamu sekarang ini mulai terancam!" Ujarnya dengan nafas yang memburu. "Jika anak itu kembali jelas ia akan merebut kembali posisinya di perusahaan ini." Lanjutnya lagi dengan menggebu-gebu.

Aldi hanya tertawa menanggapi kehebohan Pamannya. "Tingkatan pekerjaan disini jelas tidak bisa direbut atau dioper kesana kemari Paman apalagi posisi Direktur." Jawab Aldi tak mau ambil pusing dengan kehebohan Pamannya.

Hendri tahu itu namun sosok Ali jelas bukan orang yang akan patuh pada peraturan terlebih bocah itu memiliki dukungan penuh dari Neneknya selaku pemegang saham terbesar SJK Group.

Posisi Aldi keponakannya benar-benar terancam sekarang. Ali memang menduduki posisi Direktur dikarenakan dukungan Suhendra namun ketika Ali kembali jelas pria itu tidak akan menang melawan Ibunya dan Hendri tidak ingin posisi keponakannya tergeser, apapun yang terjadi Aldi tetap harus menduduki posisi Direktur utama.

Jika, Hendri terlihat gelisah berbanding terbalik dengan Aldi yang terlihat santai saja karena ia yakin jika Ali tidak akan merebut apapun yang sudah menjadi miliknya.

*****

Separuh HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang