[ Baru direvisi sebagian! ]
[ BxB, Toxic Relationship, 17+ ]
Sebelumnya, Ravin tidak pernah menduga jika ia akan terjebak dalam hubungan tidak sehat, serta obsesi gila sang pujaan hati. Niat awal Jay menjadikan Ravin kekasihnya adalah karena dia yan...
Warning! Part ini mengandung banyak sekali typo! Happy Reading! °°°°°
Embun di pagi hari terasa begitu sejuk, sang Bagaskara sudah menampakkan diri dari garis cakrawala. Suara dentingan antara sendok, garpu, serta piring beradu mengisi keheningan di meja makan pada sebuah keluarga yang tengah melaksanakan sarapan.
Sedari awal, tidak ada sepatah kata pun yang keluar, seorang remaja laki-laki berusia 18 tahun dengan rahang tegas itu menyimpan garpu serta sendoknya setelah menghabiskan menu sarapan. Jay mengambil gelas kaca yang sudah terdapat air mineral, ia menegaknya hingga menyisakan setengah.
"Jay, kamu masih berhubungan sama laki-laki itu?" tanya seorang wanita cantik di usianya yang sudah menginjak 40 tahun, ia mendongak mengalihkan pandangannya dari piring.
Sang empu yang tahu kemana arah pembicaraan sang Ibu itu melirik sekilas, "Masih, Mami jangan ikut campur. Ini urusan, Jay," jawabnya.
Ini bukan yang ke sekalinya Maminya itu bertanya soal hubungannya dengan Ravin. Dalam 1 tahun ini, dia sudah melontarkan pertanyaan itu lebih dari 10 kali meskipun tak sampai menanyakan setiap hari. Terdengar helaan napas berasal dari seorang pria paruh baya yang duduk di ujung.
"Mau sampai kapan, Jay? Dia tidak tahu apa pun soal masalah kamu. Jangan bawa-bawa orang lain masuk ke dalam hidupmu jika kamu sendiri belum bisa berdamai dengan masa lalu!" tegas Papi Jay, ia dan istrinya benar-benar lelah menasehati putra semata wayangnya.
Papi dan Mami Jay jelas tahu alasan di balik itu semua, meskipun mereka nampak tak memedulikan prilaku Jay di luar sana tetapi mereka tidak ingin orang lain yang tidak mengetahui apa pun tentang kehidupan putranya itu terlibat karena keegoisannya.
Lelaki jangkung itu menatap kedua orang tuanya dengan tatapan datar, ia sama sekali tidak memedulikan setiap tutur kata yang keluar dari bilah bibir mereka. "Jay udah bilang, jangan ikut campur, ini urusan Jay ...," imbuhnya menekan setiap kata, ia berdiri dari duduknya kemudian mengambil tas sekolah di kursi sebelah. "Papi sama Mami gak usah sok peduli," sambung Jay.
Setelah mengatakan itu, Jay beranjak pergi dari meja makan tanpa berpamitan. Jarum jam menunjukkan pukul setengah 7 pagi, sebelum berangkat sekolah ia akan ke rumah sakit untuk menengok kondisi Ravin. Jay mengambil helm full facenya yang dia simpan di atas nakas dekat pintu utama, tubuh atasnya sudah terpasang sebuah jaket hitam yang pas.
Jay naik ke atas motornya yang sudah terparkir apik di depan garasi, siap untuk di pakai. Sebelum pergi, ia mengambil ponselnya yang bergetar menandakan jika ada pesan yang masuk. Sebuah notifikasi pesan yang di kirim oleh seseorang muncul di layar lockscreen nya, Jay membukanya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tanpa membalas atau menanggapi apa pun lagi, dengan segera Jay memakai helmnya lalu menyalakan mesin motor setelah menyimpan gadget ke dalam tas. Motor sama yang di kendarai oleh Jay semalam itu meninggalkan area perkerangan rumahnya.