Langit kota Sydney berwarna abu-abu gelap, menandakan hujan sebentar lagi akan membasahi bumi. Di satu tempat tidak jauh dari taman. Sebuah tempat pemakaman yang biasanya sepi kini ramai didatangi oleh orang-orang berpakaian hitam. Kendaraan-kendaraan berparkiran dipinggir jalan. Suasana duka memenuhi tempat itu.
Seorang gadis berambut hitam panjang berdiri paling depan, diikuti yang lainnya mengelilingi sebuah lubang persegi panjang. Tidak ada yang tersenyum, semuanya memandang dengan ekspresi muram. Bahkan para wanita menangis.
Sebuah peti berwarna coklat mulai dimasukkan kedalam lubang itu. Semakin dalam sampai akhirnya peti itu benar-benar masuk ke dalam. Petugas yang mengurusi pemakaman itu mulai mengubur peti itu. Menimbunnya dengan tanah sampai benar-benar tertutup. Lalu memasang nisan bertuliskan
LUKE HEMMINGS
July 16, 1996 - February, 14 2015Semua pengunjung menyimpan buket bunga di atas makam Luke dan meninggalkan tempat itu.
"Aku turut berduka cita Liz, Andy." Ucap John Feldmann tersenyum kecil.
"Thanks John." Ucap Liz tersenyum kecil.
"Dia sudah berhasil menghadapi penderitaan ini. Dia sangat berbakat, sungguh." Ucap John.
"Ya, sangat berbakat." Gumam Summer mengusap nisan berpahatkan nama Luke dengan lembut. Air mata kembali membasahi pipi tirusnya.
"Aku turut menyesal Summer." Ucap John kini pada Summer. Gadis itu mengusap air matanya dan melihat John.
"Tidak apa-apa, mungkin memang ini yang terbaik." Ucap Summer parau. Ia menggigit bibir bawahnya dan kembali melihat makam di depannya itu.
"Summer, walaupun Luke sudah tidak ada." Liz mengusap rambut Summer lembut "datanglah ke rumah. Kami selalu membuka rumah kami untukmu."
"Thanks auntie." Ucap Summer yang sudah tidak dapat menahan diri lagi. Liz memeluk Summer lembut.
"Mum benar, sering datang ke rumah ya. Aku yakin zoe akan senang dan celeste tentunya." Ucap Jack, kakak pertama Luke.
"Ayo kita pulang." Ajak Liz menggenggam tangan Summer. Summer tersenyum kecil dan menggeleng.
"Aku ingin disini lebih lama lagi."
Liz tersenyum dan memeluk Summer sekali lagi. Ia dan keluarga Hemmings pergi meninggalkan Summer sendiri. Kini ia sendirian. Summer Wang, benar-benar merasa sendirian.
Summer memeluk nisan itu, kini ia membiarkan air matanya jatuh mengalir. Isakan tangisnya tidak ia tahan. Seandai Luke masih disini pikir Summer.
"Luke...hiks....Lukey..." isak Summer. "Kau...sudah ber-berjanji."
"Ia meminta maaf karena ia tidak dapat menepati janjinya."
Summer terdiam, masih terisak lalu melihat ke belakang. Ashton berdiri disitu dengan sebuah jaket dan payung.
"Ayo kita pulang Summer." Ajak Ashton. Summer menggeleng masih memeluk nisan Luke dengan erat.
"Aku ingin disini. A-aku ingin menemaninya."
"Kumohon Summer, aku sudah berjanji pada Luke akan menjagamu."
"Pulanglah Ash."
"Tapi Summer a-"
"Pulanglah."
"Summer kumohon ka-"
"Ashton..." Summer memohon pada Ashton. Ashton menghela napas.
"Kumohon Summer. For me...." mohon Ashton. Summer akhirnya menyerah dan mengangguk kecil. Ashton tersenyum, memasangkan jaket yang ia bawa pada Summer dan merangkulnya pulang. Meninggalkan pemakaman itu dengan berat hati.
Okay epilog selesai hehe
Maaf lama :v dan karena banyak yang pengen sequel oke deh aku buat x3
Ini pairingnya jadi Summer x Ashton ya. Penasaran sama surat yang Luke kasih buat Summer? Nanti aku post di sequel :'v wkwkwkOke Big thanks buat kalian yang mau baca fanfiction abal-abal dan masih acak acakan bahasanya. (Jujur saya malu sebagai anak sastra Indonesia :' ) terimakasih atas vomment yang bikin aku semangat buat ngetiknya :'3 i love you so much much much banget banget :'
Maaf epilognya tidak memuaskan. Maaf kalau haru banyak salah :' huhu (jadi inget lebaran)
Oke karena bentar lagi lebaran sekalian aja. Maafin haru ya kalau haru banyak salah :' kalau haru kurang memuaskan kalian (?)-haru
YOU ARE READING
Amnesia [Luke Hemmings] [5SOS]
Fiksi PenggemarLuke Hemmings, seorang remaja berumur 17 tahun yang memiliki penyakit gagal jantung. Semenjak dia mengetahui bahwa dia memiliki penyakit yang mematikan itu, dia berubah menjadi pendiam dan tidak banyak bicara. Terkadang dia berpikir lebih baik dia m...