9. Pojok Curhat

15 11 0
                                    

Now Play :
🎶 Yura Yunita - Tenang
_______________00_______________

Now Play :🎶 Yura Yunita - Tenang_______________00_______________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di kampus, suasana mulai ramai. Bisik-bisik tentang aksi demo darurat yang akan berlangsung besok di depan gedung dPR, menyebar dengan cepat. Di setiap sudut, mahasiswa membicarakan rencana demonstrasi tersebut. Berita ini seperti angin yang berhembus ke setiap sudut, termasuk ke telinga Seli, sahabat dekat Mila.

Mila selalu menganggap Seli adalah sahabat diary hatinya. Mereka bertemu saat awal masuk kuliah. Seli, gadis berjilbab ini memiliki kepribadian yang tenang dan tegas. Selain itu, Seli dikenal sebagai sosok yang pengertian dan empati tinggi, membuat Mila merasa nyaman untuk mencurahkan isi hati padanya.

Saat keduanya duduk di kantin, Seli memandang Mila dengan sorot mata penuh prihatin. Ia tahu betul apa yang sedang terjadi dalam hidup Mila, apalagi hubungannya dengan Alan yang semakin rumit karena ambisi Alan pada pergerakan aksi demonya.

"Mila... soal Alan dan demo darurat besok, kamu gimana?"

Mila tersentak sejenak, lalu menatap Seli. Ada kelelahan yang tersirat dalam matanya. "Aku nggak tahu, Sel. Aku khawatir sama dia, tapi dia selalu bilang dia akan baik-baik saja. Alan tuh keras kepala banget kalau udah ngomongin soal perjuangan... seolah-olah nggak ada hal lain yang penting selain demo-demo-demo."

"Aku ngerti kecemasan kamu, Mil. Apalagi sekarang Alan bakal terlibat di garis depan, kan? Itu bukan hal yang mudah buat kamu."

Mila menunduk seraya mengangguk, tangannya bermain-main dengan sedotan minumannya. "Iya, Sel. Kadang aku takut... takut kalau terjadi sesuatu yang buruk pada Alan. Tapi dia-nya nggak pernah benar-benar memikirkan perasaan orang-orang yang sayang sama dia."

Seli menyentuh tangan Mila dengan lembut. "Mil.. kamu nggak bisa selalu nyimpan perasaan ini sendirian. Kamu juga punya hak buat ngomong apa yang kamu rasain ke Alan."

Mila menghela napas panjang. "Aku mau coba, Sel, tapi aku juga nggak mau kelihatan seperti nahan dia. Alan itu... dia selalu bilang bahwa ini tanggung jawabnya buat memperjuangkan keadilan. Dan aku, sebagai pacarnya, mau nggak mau aku harus dukung dia."

"Mil... jangan dipendam sendirian. Kamu tetap punya hak untuk mengutarakan kekhawatiranmu, apalagi ini soal keselamatan dia," Seli menegaskan. "Aku tahu kamu sayang sama dia, tapi kamu juga perlu mikirin dirimu sendiri. Jangan sampai kamu terlalu capek menghadapi semuanya sendirian. Bilang lah, sama Alan. Obrolkan pelan-pelan apa yang sedang kamu rasakan tentang dia."

Mila terdiam sejenak, memikirkan kata-kata Seli. Dia tahu Seli benar, tapi di sisi lain, dia juga tak ingin jadi penghalang bagi perjuangan Alan. "Aku tetap gak bisa bilang, Sel. Aku cuma bisa berharap semua ini cepat selesai. Dan gak ada lagi demo berikutnya."

Seli mendengus pelan seraya tersenyum kecil, ia tahu bahwa sahabatnya ini cukup keras kepala untuk dinasehati. Seli merangkul bahu Mila. "Aku selalu ada buat kamu, Mil. Apa pun yang kamu rasain, jangan di pendam sendiri. Pokoknya jangan pernah ragu buat cerita. Tenang, kamu nggak sendirian, oke?"

Mila mengangguk pelan, merasa sedikit lebih lega. Meski kekhawatirannya pada Alan belum hilang, setidaknya ada Seli yang selalu siap mendengarkan curhatnya dan mendukungnya.

"Makasih, ya, Sel..."

"Sama-sama, Mila."

_Bersambung_

DI BAWAH LANGIT MERAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang