10. Rapat Para Pembesar

17 10 0
                                    

Hari ini di markas besar kepolisian, komandan polisi yang juga papanya Mila, Pak Tiyo, duduk di kursi kebesarannya dengan raut wajah serius. Dia sedang mempersiapkan diri untuk pertemuan penting di gedung DPR, membahas aksi demo darurat yang dikabarkan akan digelar besok oleh mahasiswa Universitas Garuda. Rapat ini bukan rapat biasa; sejumlah pejabat tinggi, termasuk rektor kampus, juga turut diundang untuk memberikan pandangan mereka.

Seorang staff polisi mengetuk pintu dan memberi hormat setelah Pak Tiyo mempersilahkan masuk ke dalam ruangannya.

"Lapor, ndan. Kendaraan menuju gedung DPR sudah siap."

"Baik. Terimakasih." Jawab Pak Tiyo.

"Siap, sama-sama, Ndan."

-00-

Setelah sampai di ruang rapat gedung DPR, Pak Tiyo yang memegang laporan di tangannya, membaca dengan seksama setiap detail informasi yang diterimanya. Suara riuh di ruang rapat mulai mereda ketika salah satu pejabat membuka diskusi.

"Kami ingin demo besok berjalan dengan damai, Pak Tiyo." ujar salah satu pejabat, sambil menyodorkan data jumlah mahasiswa Universitas Garuda yang diperkirakan akan turun ke jalan. "Kami tidak ingin ada kerusuhan, mengingat situasi politik yang sedang memanas di negeri ini." sambungnya.

Pak Tiyo mengangguk pelan, mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. "Kami akan mempersiapkan diri sebaik mungkin. Tujuan kami adalah menjaga ketertiban, bukan membuat situasi semakin kacau. Saya dan tim akan melakukan pengamanan ketat di titik-titik rawan."

Sementara diskusi berlangsung, Rektor Universitas Garuda, Pak Bima, ikut angkat bicara. "Sebagai pihak yang mewakili kampus, kami sudah berusaha meredam semangat para mahasiswa, tapi seperti yang Anda tahu, ini bukan sesuatu yang bisa kita kontrol sepenuhnya. Mereka punya hak untuk menyuarakan pendapat, dan kami berharap aksi ini bisa berjalan dengan damai."

Pak Tiyo menanggapi dengan tegas, pandangannya beralih menatap ke arah pejabat dewan itu lalu bergantian pada Pak Bima. "Kami akan memastikan bahwa kami bertindak profesional. Saya juga berharap pihak kampus bisa bekerja sama untuk menenangkan situasi. Jika ada tokoh mahasiswa yang bisa menjadi penengah, saya sarankan untuk dilibatkan."

"Dalam aksi itu ada satu mahasiswa terbaik kami, dan kami jamin dia akan menjadi penengah yang handal." Sahut Pak Bima.

Pak Tiyo manggut-manggut. Namun, yang tak diketahui Pak Tiyo adalah bahwa salah satu tokoh utama dalam demo ini adalah Alan, pacar anaknya sendiri, Mila. Hubungan mereka tentu sudah di ketahui oleh Pak Tiyo, tapi persoalan Alan sebagai pemimpin aksi demo masih menjadi rahasia baginya. Dan jika Pak Tiyo tahu, maka bisa jadi akan menambah keadaan rapat tambah rumit.

Tentu saja, mereka yang hadir di ruang rapat itu berharap agar demonstrasi ini dapat berlangsung damai tanpa ada kekerasan. Namun, dunia ini penuh dengan misteri; tak ada yang bisa memastikan apa yang akan terjadi. Dari hari ke hari selalu menyimpan banyak kemungkinan. Mereka hanya bisa mempersiapkan diri untuk menghadapi segala skenario yang mungkin terjadi.

Pak Tiyo bediri di ujung meja, tongkat kebesarannya menunjuk pada peta besar yang terbentang di hadapannya-peta yang menandai titik-titik potensial berkumpulnya massa.

"Keamanan menjadi prioritas utama," kata pak Tiyo di depan tamu undangan rapat, memaparkan rencana dari pihak kepolisian. "Kami tidak bisa lengah, karena tujuan kami adalah agar situasi ini tetap terkendali."

Pak Tiyo mendapat anggukan dari mereka. Beliau kembali melanjutkan pemaparannya, meski pikirannya terus melayang pada hal lain. Beliau tahu bahwa beberapa orang di antara para demonstran bukan sekadar peserta biasa; mereka adalah sosok-sosok yang memiliki pengaruh besar, seperti Alan, seorang aktivis yang dikenal karena orasinya yang dianggap radikal oleh beberapa kalangan pejabat, terus berputar di benaknya.

_Bersambung_

DI BAWAH LANGIT MERAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang