31. Pion-pion Dalam Politik

14 9 1
                                    

Erik yang baru keluar dari kamar mandi, tidak sengaja mendengar samar-samar percakapan Pak Tiyo di telepon. Meski tidak menangkap semua detailnya, satu hal yang ada dalam benak Erik-pasti ada hubungannya antara Pak Tiyo dan kasus penusukan Alan.

Kecurigaan langsung menyeruak di benak Erik. Ia masih terdiam di tempat, mencoba mencerna apa yang baru saja didengarnya. "Penusukan...? Alan...? menyelidiki...?" gumam Erik perlahan, merasa ada sesuatu yang tidak beres.

Setelah Pak Tiyo selesai dengan panggilannya, Erik bergegas menjauh agar tidak ketahuan oleh pria itu.

Sesampainya di luar rumah sakit, Erik menemui Dimas yang sedang menunggu dengan motornya di parkiran rumah sakit. Dengan napas terengah, Erik menatap Dimas dengan wajah penuh serius.

"Gue denger bokapnya Mila ngomong soal kasus penusukan Alan... gue curiga dia ada hubungannya," kata Erik dengan suara rendah namun tajam.

Dimas mengerutkan kening, bingung dengan informasi yang baru saja didengar. "Maksud lo, Pak Tiyo yang nyuruh orang buat selidiki kasus penusukan Alan?

"Bukan! Tapi nyuruh orang buat... apa ya? Pokonya dia telepon orang terus nyuruh orang itu diam-diam."

"Maksud lo, elo curiga kalau bokapnya si Mila ada kaitannya dengan penusukan Alan?"

"Gue nggak tahu pasti. Tapi dari percakapannya tadi, sepertinya ada sesuatu yang dia sembunyiin. Bisa jadi dia yang terlibat, atau mungkin dia lagi nutupin pelakunya," jawab Erik dengan penuh spekulasi.

Dimas terdiam, mencoba mencerna kemungkinan itu. "Tapi kita harus hati-hati, Rik. Kalau kita salah tuduh, ini bisa berbahaya. Lagian, Pak Tiyo kan ayahnya Mila. Apa mungkin dia bakal nyakitin pacar anaknya sendiri?"

Erik menggeleng, masih diliputi keraguan. "Gue nggak tahu, sih. Tapi gue nggak bisa diem aja. Kita harus cari tahu lebih jauh."

"Lebih baik sekarang kita fokus mendoakan Alan dulu. Nanti kita bahas ini bareng Alan aja." Usul Dimas.

Percakapan itu berakhir dalam keheningan yang menegangkan. Mereka berdua sepakat untuk mendiskusikan ini setelah Alan pulih.

-00-

Sementara di tempat yang jauh, Nana mengurung diri di rumahnya, jauh dari hiruk pikuk kampus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sementara di tempat yang jauh, Nana mengurung diri di rumahnya, jauh dari hiruk pikuk kampus. Rasa bersalah terus menghantui pikirannya. Setiap kali mengingat bagaimana dia terlibat dalam pemberian informasi tentang Alan kepada seorang pejabat di kampusnya, dadanya terasa sesak. Ia tak pernah menyangka, tindakan yang awalnya dianggap sepele justru membawa konsekuensi yang mengerikan.

Seorang pejabat kampus yang memiliki kepentingan pribadi, setelah lebih dulu tahu bahwa Alan memiliki hubungan dengan anak Pak Tiyo, dia merencanakan segalanya dengan cermat, termasuk memanfaatkan Nana sebagai pion permainannya.

"Kenapa harus saya? Kenapa tidak bapak saja?"

"Saya juga sama, hanya melakukan tugas, Nana. Dan jika kamu berhasil melakukannya, saya akan jamin beasiswa penuh selama kamu kuliah di Universitas Garuda." kata pria itu, dulu, saat mereka bertemu di sebuah restaurant. Rupanya Nana juga mengenal siapa pria itu-pria yang menyuruhnya.

Saat Nana menyerahkan informasi latar belakang Alan kepada salah satu staf polisi, sesuai perintahnya, hingga informasi itu akhirnya sampai ke tangan Pak Tiyo, bersamaan dengan majalah kampus yang memberitakan Alan sebagai pemimpin demonstrasi. (Ada di part 21)

Namun, sekarang Nana tahu bahwa tugas itu bukanlah sekedar tugas biasa. Pria itu telah memanfaatkan dirinya sebagai pion dalam permainan kotornya, dan Alan adalah target yang harus pria itu singkirkan demi keamanan jabatannya.

Pria itu sengaja membuat jebakan, berharap informasi tersebut akan menimbulkan gesekan dalam hubungan antara Alan dan Pak Tiyo, serta membawa masalah baru dalam komunitas pergerakan mahasiswa yang dipimpin Alan. Apa yang terjadi pada Alan bukan hanya soal demonstrasi, tetapi intrik politik yang melibatkan kepentingan besar di balik layar.

Di kamarnya, Nana terus memikirkan langkah apa yang harus ia ambil. Nana ingin berbicara, mengungkapkan kebenaran kepada Alan dan Mila, namun kabar tentang kondisi Alan yang masih kritis, membuat situasinya semakin sulit.

Nana, kini merasa sangat terpukul. Dia sadar, tindakannya bukan hanya menghancurkan hubungan Alan dan Mila, tetapi juga membuat nyawa Alan hampir melayang. Rasa bersalahnya semakin menggunung, membuatnya tak berani kembali ke kampus atau bertemu siapa pun, kecuali dengan orang tuanya. Sejauh ini Nana mulai sadae, ternyata ia hanya menjadi pion kecil dalam permainan politik seseorang.

-00-

Di kampus, hilangnya Nana dari peredaran mulai menimbulkan pertanyaan di kalangan mahasiswa. Banyak yang bertanya-tanya ke mana perginya mahasiswi yang selama ini dikenal aktif di pers kampus itu. Kabar terakhirnya, Nana lah yang menemukan Alan tergeletak di jembatan, dan Nana juga yang membawa Alan ke rumah sakit.

Sementara itu, seseorang yang menyuruh Nana, tengah mengawasi dari jauh, memantau perkembangan situasi sambil merencanakan langkah berikutnya. Namun orang ini bukan Pak Karim-yang menjadi dugaan Pak Tiyo.

Lantas, jika bukan Pak Karim, lalu siapa pejabat yang dimaksud oleh Nana?

_Bersambung_

DI BAWAH LANGIT MERAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang