25. Pilihan Yang Sulit

10 9 0
                                    

Now Play :
🎶 Roni Parulian - mengapa
_______________00_________________

Now Play :🎶 Roni Parulian - mengapa_______________00_________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keesokan harinya.

Alan memutuskan untuk menemui Mila ke rumahnya. Setelah seharian tidak mendapatkan respon dari Mila, Alan merasa perlu menemui Mila untuk menemukan akar masalahnya. Alan merasa ketidak-jelasan ini tidak boleh dibiarkan lebih lama.

Alan berdiri di depan rumah Mila, mengetuk pintu dengan harapan Mila masih ada di rumahnya, dan bisa mengajaknya seperti biasa untuk berangkat ke kampus bersama. Namun, yang membuka pintu bukan Mila, melainkan Ibu Retno, mamanya Mila.

“Oh, Alan, ada apa?” sambut mamanya Mila, dengan senyum tipis, namun terlihat ada sedikit kebingungan di wajahnya.

“Pagi, Bu. Maaf, Mila-nya ada di rumah?” Alan bertanya dengan sopan.

Ibu Retno menggeleng pelan, “Mila sudah berangkat tadi pagi, katanya ada urusan di kampus.” Suaranya terdengar lembut, tapi ada sesuatu di dalam tatapan matanya yang membuat Alan merasa curiga, sesuatu pasti telah terjadi antara Mila dan keluarganya.

“Oh, baik, Bu. Terima kasih, kalau begitu saya langsung ke kampus susul Mila.” jawab Alan, kemudian bersalaman sebelum akhirnya beranjak, menaiki motornya.

Alan bergegas menuju kampus. Hati Alan merasa, Mila seperti sedang sengaja menghindarinya. Dan jika itu benar, Alan ingin tahu apa alasannya?

Setibanya di kampus, Alan langsung mencari Mila di tempat biasa mereka bertemu—kantin. Tapi nihil, Mila juga tidak ada disana. Setelah beberapa menit berkeliling, ia akhirnya melihat Mila sedang duduk di bangku taman fakultas pendidikan. Mila terlihat sedang melamun.

Dengan perasaan lega, Alan menghampirinya. "Mila," panggilnya lembut.

Mila mendongak dan melihat ke arah Alan. Wajahnya sedikit pucat, matanya tampak sangat lelah. Dan Alan bisa merasakan ada sesuatu yang sedang terjadi pada kekasihnya itu.

"Ada yang mau kamu ceritain ke aku, gak?" kata Alan sambil duduk di sebelahnya.

Mila menunduk, memainkan jari-jarinya seakan sedang mencari keberanian untuk berbicara. Apakah ini saatnya untuk jujur pada Alan? Entahlah, hatinya masih bimbang.

"Mila? Ada apa? Gak biasanya, loh, kamu be-"

"Aku... aku nggak tahu harus mulai dari mana." ujar Mila pelan, memotong ucapan Alan.

Alan memegang lembut tangan Mila, berharap genggamannya itu bisa menghilangkan sedikit keraguan pada diri Mila. “Kalau begitu jangan di ceritakan. Nanti saja kalau kamu sudah siap.” Alan menatapnya dengan penuh perhatian.

Mila menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, "Tapi aku nggak bisa memendam ini sendirian lagi. Aku harus jujur tentang semuanya... tentang papa aku."

Alan mengernyitkan dahi, bingung, belum mengerti arah yang dimaksudkan Mila. “Tentang papa kamu? Ada apa?”

"Papa... dia marah setelah tahu, kamu yang memimpin demo darurat kemarin.”

Alan diam merenung, masih memproses kenyataan yang baru saja diungkapkan Mila.

"Tunggu, mil... Papa kamu, Kompol Tiyo, bukan?"

Mila mengangguk, namun wajahnya menunduk, sedih.

Pantas saja, kemarin aku merasa tidak asing ketika melihat polisi itu, sewaktu di ruang rapat.

“Terus... apa yang terjadi antara kamu dengan Papa kamu?”

Mila diam, tidak langsung menjawab, air matanya mulai berjatuhan. “Papa ingin aku putus dengan kamu. Dia khawatir karir dan reputasinya hancur karena hubungan kita, Alan. Aku nggak tahu harus gimana."

Alan terdiam, tidak merespon. Ia benar-benar syok dengan pernyataan yang Mila sampaikan barusan.

"Pu-putus, Mil?"

"Iya..."

Alan kembali diam. Merenung.

"Alan... aku harus gimana? kamu tahu aku sayang kamu, aku gak mau kita ada di situasi yang sulit ini. Tapi, aku juga nggak mau mengecewakan papa.”

Alan menatap Mila, jemarinya menghapus air mata Mila yang terus mengalir di pipinya. “Mila, aku tahu ini berat buat kamu. Buat kita berdua. Aku minta maaf sudah membawa kamu berada di situasi yang sulit ini. Tapi... tolong, kamu jangan mencari jalan keluar sendirian, kita harus cari jalan keluar bersama. Aku juga nggak mau melepaskan hubungan kita hanya karena ini.”

Mila menggeleng pelan, “Tapi Alan... papa nggak akan terima dengan alasan apapun. Dia bilang kalau aku terus sama kamu, dia takut sesuatu buruk akan menimpa orang-orang terdekat kita.”

“Aku ngerti, Mil. Tapi, apakah kita harus menyerah hanya karena perbedaan ini? Kita bisa coba bicarakan baik-baik dengan papa kamu. Kita pernah bahas ini, jangan sampai kita terjebak oleh emosi sesaat yang akhirnya membuat kita menyesal. Ingat?” ucap Alan dengan penuh kelembutan.

Mila menjauhkan tangan Alan dari wajahnya. “Aku nggak tahu, Alan. Aku takut hubungan kita hanya akan membuat keadaan semakin rumit. Perjuangamu... juga posisi papa di kepolisian.”

Alan menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. Dia tahu situasi ini tidak mudah, tetapi dia juga tidak mau menyerah begitu saja pada hubungannya. Saat ini Mila adalah satu-satunya rumah yang dia punya di tempat perantauan.

"Dengar, Mila. Aku nggak tahu apa yang akan terjadi jika kita terus bersama, tapi aku nggak mau menyerah sama kamu. Aku juga gak bisa melepaskan 'Suara 'Merdeka. Kita sudah terlalu jauh untuk mundur sekarang."

Mila kembali terisak, merasa terjebak antara cintanya kepada Alan dan baktinya kepada orangtua. Namun, dalam hatinya, Mila menyadari betapa dalam perasaannya untuk Alan dibanding pada dirinya sendiri.

"Aku juga nggak mau melepaskan hubungan ini, Alan. Tapi aku nggak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang."

Alan menatap Mila dengan penuh keyakinan. “Kita akan hadapi ini bersama, Mila. Aku janji, aku akan cari solusinya.”

Mila hanya bisa mengangguk, meskipun hatinya masih diliputi keraguan tentang papanya. Mereka berdua semakin sadar bahwa seiring waktu, masa depan hubungannya akan penuh dengan tantangan. Namun saat ini, mereka hanya bisa saling menguatkan, menggenggam tangan dan berharap bahwa cinta mereka cukup kuat untuk menghadapi semuanya.

_Bersambung_

DI BAWAH LANGIT MERAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang