16. Suara Merdeka, Suara Rakyat

12 9 0
                                    

Di dalam ruangan rapat, di gedung DPR, diskusi antara Alan, Dimas, dan beberapa pejabat dimulai. Suasana tampak terbuka dan berjalan damai. Pejabat itu, yang memperkenalkan diri sebagai Pak Karim, mempersilakan ruang bagi dua mahasiswa Garuda untuk mengemukakan aspirasi mereka.

Pak Karim, anggota komisi aspirasi membuka diskusi dengan pernyataan bahwa dia ingin memahami apa yang menjadi tuntutan utama mahasiswa tersebut.

"Kami ingin menuntut keadilan dalam berbagai isu, Pak, mulai dari pendidikan, olahraga, hingga transparansi pemerintah dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi rakyat," ujar Alan.

Dimas ikut menambahkan, "Betul, kami merasa banyak kebijakan yang tidak memperhatikan kebutuhan mahasiswa dan masyarakat. Misalnya, kenaikan biaya sekolah hingga kuliah yang terus menerus naik tiap tahunnya. Ini sangat memberatkan kami dan banyak keluarga."

"Lalu persoalan menjadi kebutuhan pokok masyarakat juga tolong diperhatikan lagi, terutama bagi pedagang kecil. Buatlah kebijakan berdasar pada keadaan masyarakat bukan berdasar pada kepentingan pribadi yang mengatasnamakan keamanan negara. Keamanan dan kenyamanan rakyat juga penting, Pak."

Pak Karim menanggapi, mencatat dengan serius, "Saya memahami keprihatinan kalian, dan saya akan membawa isu ini ke dalam rapat di DPR untuk dibahas lebih lanjut."

"Masih ada lagi, Pak..." Alan mengangkat tangannya. "Banyak lulusan kami yang kesulitan mendapatkan pekerjaan yang layak. Kami ingin pemerintah lebih proaktif dalam menciptakan lapangan kerja untuk mereka." Tegasnya.

Dimas ikut menambahkan lagi, "Kami juga ingin ada jaminan bahwa suara rakyat benar-benar didengar dan tidak ada keputusan yang diambil secara sepihak,"

Pak Karim menyatakan dukungannya terhadap suara mereka. "Saya setuju, dan kami akan berusaha untuk melibatkan lebih banyak suara dari masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Saya akan mengusulkan forum komunikasi rutin antara DPR dan perwakilan mahasiswa."

"Pak Karim," Alan kembali bersuara dengan lantang "tidak hanya itu, kami juga ingin membahas nasib atlet olahraga. Banyak dari mereka yang berjuang keras untuk mengharumkan nama bangsa, namun sering kali mereka tidak mendapatkan dukungan yang layak."

"Banyak atlet yang harus berjuang sendiri untuk mendapatkan pelatihan dan fasilitas yang memadai. Selain itu, ada banyak kasus di mana mereka tidak mendapatkan penghargaan yang setimpal atas prestasi mereka."

Pak Karim tampak manggut-manggut.

"Bapak pasti sudah paham betul, penghargaan bagi Atlet adalah hal yang sangat penting. Mereka adalah duta bangsa, dan sudah saatnya pemerintah memberikan perhatian lebih terhadap mereka. Terutama dalam menjamin masa depannya setelah pensiun nanti."

"Baik... masih ada lagi?" tanya Pak Karim.

"Kami ingin meminta pemerintah untuk meningkatkan program pengembangan olahraga di sekolah-sekolah dan universitas. Fasilitas yang lebih baik dan dukungan finansial agar dapat membantu mencetak atlet-atlet berprestasi dan tentunya bisa membawa harum negara kita, salah satunya lewat olahraga." kali ini bukan Alan yang bersuara, melainkan Dimas.

Pak Karim mengangguk, "Persoalan atlet, kami akan mempertimbangkan untuk meningkatkan anggaran pengembangan olahraga, terutama di tingkat pendidikan. Dan kami akan coba diskusikan dengan kementrian pendidikan dan olahraga. Kami juga akan sampaikan bahwa atlet tidak hanya dihargai saat mereka meraih prestasi, tetapi juga didukung dalam setiap prosesnya."

Alan dan Dimas mengucapkan terima kasih kepada Pak Karim, merasa bahwa isu-isu penting yang mereka angkat, termasuk tentang suara rakyat dan masalah atlet, setidaknya sudah mereka sampaikan, dan semoga kedepannya bisa mendapat perhatian yang layak. Semoga saja.

"Kami berharap ini bukan hanya sekadar pertemuan, tetapi langkah awal dari perubahan yang nyata untuk kedepannya, Pak." kata Alan.

Pak Karim mengangguk, "Saya ini orangnya berkomitmen, tentunya saya akan membawa isu-isu ini ke meja DPR untuk di bahas lebih lanjut. Suara kalian sangat berarti, dan mari kita bekerja sama demi masa depan yang lebih baik."

Dengan adanya diskusi ini, Alan dan teman-teman komunitasnya merasa bahwa perjuangan mereka tidak sia-sia, meskipun setelah ini akan ada banyak tantangan menanti di depan sana. Tapi Alan, komunitas 'Suara Merdeka', dan peserta demonstrasi Universitas Garuda tidak akan menyerah dan diam begitu saja. Demi tegaknya demokrasi, mereka adalah pasukan berani mati di era reformasi-birokrasi ini.

SALAM DEMOKRASI!

_Bersambung_

DI BAWAH LANGIT MERAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang