32

369 30 4
                                    

Dalam satu minggu ini, hanya dalam hitungan jari Jaemin tertidur di ranjang yg sama dengan Jeno. Itupun mereka berdua bertemu di dalam kamar ketika sudah larut malam dan akhirnya tertidur karena sudah begitu lelah setelah disibukkan oleh aktivitas masing-masing.

Entah benar-benar ke Kalimantan untuk mengecek perusahaan batu baranya, atau pergi ke rumah kekasihnya, Jaemin juga tidak tahu apa yg sebenarnya mereka lakukan. Sebagai suami istri, keduanya cukup acuh dengan apa yg terjadi dalam hidup satu sama lain. Tidak ada hubungan suami istri yg normal diantara mereka selain tidur satu kamar dan satu ranjang walaupun tidak melakukan apa-apa.

Dan Jaemin selalu terbayang-bayang akan perceraian mereka berdua yg semakin dekat.

Jeno sendiri malam ini pulang ke rumah. Namun begitu sampai di rumah ia tidak langsung masuk ke kamarnya dan menemui Jaemin. Jeno hanya berdiri di ambang pintu, memperhatikan Jaemin yg akhir-akhir ini sering melamun dan kemudian Jeno kembali acuh, ia melangkah ke ruang kerjanya dan membuka ponselnya lagi.

Satu minggu sudah Haechan pulang ke rumah orangtuanya. Tapi sampai hari ini Haechan tidak pernah mengabarinya dan tidak juga membalas pesan maupun panggilannya. Entah kenapa, Haechan terlihat seperti menghindarinya.

"Apa yang terjadi, Chan?" Lirih Jeno sambil menatap kolom chat yg masih dipenuhi oleh pesannya yg tidak dibaca Haechan sama sekali.

Jeno merasa sangat frustasi dan kelimpungan sendiri karena Haechan yg seakan menghilang, tapi ia sudah berjanji akan membiarkan haechan menyelesaikan masalahnya.

Jeno menengadahkan kepalanya sambil memijat alisnya. Tubuhnya terlalu lelah dan ia banyak pikiran. Jeno kemudian memilih keluar dari ruang kerjanya dan melangkah masuk ke kamarnya sambil melepas dasinya.

Begitu masuk ke kamar, jeno terdiam sejenak dan cukup terkejut melihat jaemin yg sedang duduk di kursi santai yang ada di balkon sambil menuangkan wine untuk dirinya sendiri dan meminumnya dengan santai.

Jeno menghela napasnya, kemudian melangkah mendekati jaemin dan menarik gelas Jaemin yg sudah diisi wine dan hendak di teguknya lagi.

"Aku nggak tahu kalau kamu bisa minum wine." Ucap Jeno.

Jaemin menoleh, menyipitkan mata menatap Jeno dan tangannya terulur hendak merebut gelas winenya lagi, namun Jeno menariknya lebih tinggi hingga Jaemin tidak bisa menggapainya. Jaemin mendengus kesal kemudian.

Jeno tersenyum miring, kemudian meneguk wine dalam gelas itu dan duduk di samping Jaemin.

"Mau mabuk bersama?" tanya Jeno.

Jaemin tertawa sambil melambaikan tanggannya menolak. "No, no, kamu terlalu mengerikan ketika mabuk."

Jeno menatap Jaemin sejenak, memperhatikan wajah cantik Jaemin dari samping. "Sudah berapa gelas yg kamu minum?"

"Dua."

"Kamu sudah kelihatan mabuk." Jaemin sontak memegang pipinya dan tertawa. "Pipiku memang terasa panas. Tapi aku tidak mudah mabuk karena wine."

"Hmm, begitu?"

Jaemin mengangguk dan meraih gelas wine nya tadi karena ia hanya meminta pelayan mengambilkan satu gelas untuknya. Jaemin terdiam sejenak, hanya memainkan ujung bibir gelas dengan jemari telunjuk yg mengitarinya.

"Kamu sudah cukup satu gelas saja, lebih baik kamu tidur dan istirahat." Kata Jaemin, ia masih punya rasa perhatian pada suaminya. Tentu saja, karena ia sudah jatuh cinta pada Jeno.

Jeno lalu mengalihkan tatapannya ke depan, menatap kearah halaman belakang rumah yang menghadap ke rumah kaca yang berpendar cahaya dari dalam sana.

"Tanaman di rumah kaca itu, kamu rawat semua?" Tanya Jeno.

Do You Love Me?? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang