Jeno berdiri di sisi kasur, menamati Haechan yg baru saja diberi suntikan oleh dokter yang Ia panggil ke apartemen Haechan meski sudah tengah malam.
"Dia hanya kelelahan." Ucap dokter itu sambil menarik jarum suntik dari tangan Haechan. "Pastikan pasien meminum obat yang saya berikan secara rutin dan sebaiknya jgn terlalu stress."
Dokter itu kemudian mendekati Jeno dan berbicara secara pribadi. "Tadi saya sempat berbicara dengan Haechan tentang apa yang dia rasakan dan gejala penyakitnya. Selain kelelahan, saya pikir Haechan terlalu stress akan sesuatu hingga membuatnya menjadi benar-benar drop saat demam."
Jeno mengangguk paham, menatap Haechan sekilas dengan khawatir. "Baik, akan saya pastikan akan mengontrol terus kesehatan Haechan. Terimakasih atas kunjungannya, dokter."
Jeno kemudian mengantar dokter tersebut keluar dari apartemen Haechan, lalu menutup pintu dan menghela napasnya. Jika bersama Haechan, Jeno setidaknya merasa normal karena bisa melakukan sesuatu secara mandiri tanpa asisten maupun pelayan rumah.
Jeno lalu melangkah ke kamar Haechan, membuka pintu kamar dan menghampiri Haechan, duduk di tepi ranjang dan membenarkan letak selimut Haechan.
"Terimakasih, Jen." Ucap Haechan lirih. "Tapi nggak seharusnya kamu melakukan ini."
"Dan membiarkan kamu kesakitan sendirian?" Jeno lalu mengusap rambut Haechan, menatapnya khawatir. "Tolong jangan keras kepala lagi dan selalu berpikir kalau kamu bisa melakukan apapun sendirian, Chan. Nyatanya kamu juga tidak bisa mengatasi dirimu sendiri."
Haechan terbatuk pelan dan mengernyit sambil memegang kepalanya yg berdenyut seperti ditusuk-tusuk kembali.
"Aku sudah cukup merepotkan kamu dan Nana hari ini."
Jeno terdiam dan menghela napasnya lelah, entah kenapa mendengar nama Jaemin terlontar dari mulut Haechan membuat hatinya terasa berat. Jeno kemudian menggenggam tangan Haechan dan mengecup punggung tangannya, namun tanpa ia sangka, Haechan menariknya.
"Untuk apa ditarik?" Jeno tak menyerah, ia menggenggam tangan Haechan lagi.
"Sebaiknya kamu pulang."
Jeno menggelengkan kepalanya, menolak keinginan Haechan. "Aku akan menemani kamu disini."
Ganti Haechan yang terdiam, dengan tatapan sayu nya, ia menatap Jeno yang dari raut wajahnya terlihat lelah. Haechan menebak, pasti Jeno tidak sempat beristirahat setelah bekerja dan langsung pergi ke apartemennya. Haechan akhirnya menyerah, menggeser posisi tidurnya dan berbaring memunggungi jeno yg masih duduk di ujung kasurnya.
"Kamu mau sampai kapan disini?" Tanya Haechan.
"Sampai kamu sembuh."
"Jangan konyol." Ucap Haechan.
"Aku serius."
Haechan lalu membalikkan badannya lagi, menatap Jeno yg tersenyum tipis kearahnya. "Tidur dulu. Aku tahu kamu capek."
Senyuman tipis Jeno makin nampak. la lalu berbaring disamping Haechan, tapi Haechan segera memunggunginya. Jantung Haechan berdegup kencang ketika Jeno memeluknya dari belakang dan merapatkan tubuh diantara keduanya.
Jemari Jeno sengaja saling ia tautkan dengan jemari Haechan yg terasa lebih hangat darinya. Ibu jari Jeno mengusap punggung tangan Haechan dengan lembut, seolah menenangkan Haechan. Dan Haechan memejamkan matanya sesaat, menikmati aroma maskulin tubuh Jeno yang sering ia rindukan.
Untuk sejenak, Haechan memang merindukan hal ini. Sebuah pelukan pengantar tidur untuknya di ranjang bersama Jeno, pelukan yg sering mereka lakukan dulu, tanpa memiliki rasa bersalah apapun dan pada siapapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Do You Love Me??
FanficPengkhianatan yg membuat hati Haechan hancur karena diselingkuhi Mark membuatnya menjadi tertekan. Untuk meluapkan kesedihannya, Haechan mencoba bersenang-senang menggunakan aplikasi kencan yg membuatnya bercinta dengan orang asing. Aplikasi dimana...