17

1.4K 297 12
                                    

Sebelum berkunjung ke kantor Xar, aku meminta tolong kepada Duke Joa agar mampir terlebih dahulu ke toko buku. Dia tidak keberatan dan mempersilakanku belanja sepuas hati.

“Boleh beli apa pun?” tanyaku dengan ekspektasi melejit setinggi langit. “Apa pun?”

“Apa pun,” Duke Joa meyakinkan, “semua yang kauinginkan.”

Aku tidak tertarik dengan boneka dan mainan, semua benda itu tidak bisa memuaskanku. Namun, beda cerita dengan hiburan berbentuk buku. Andai diperbolehkan, aku ingin Duke Joa memborong grup drama, grup tari, bahkan sekelompok pemusik. Maklum, di sini tidak ada internet, televisi, dan radio. Aku bosan setengah mati. Jiwaku butuh hiburan dan sekarang akan kumanjakan diriku.

Duke Joa mengajakku ke sebuah toko buku yang ada di Kota Kasha. Toko buku termegah dan terbesar di Kasha. Bukan hanya menjual bacaan, melainkan sejumlah peralatan tulis. Aku membeli tinta, pena berkualitas bagus, dan....

“Ivy, ayo Kakak perlihatkan buku kesukaanku.”

Lilia dan Elvan mengapitku. Mereka berdua ternyata mengekori kereta yang kutumpangi bersama Duke Joa. Bahkan keduanya sengaja menggandeng tanganku seolah diriku ini bocah hilang. Pemandangan yang membuat pengunjung ber-kyaaa. Bagi mereka pasti anak-anak duke amat menggemaskan. Tidak tahu saja di masa depan kedua bocah ini menyumbang masalah terbesar bagi Enua. Jangan tanya, aku sudah kenyang makan asam dan garam di sini.

Lalu mengenai Duke Res. Dia dan Duke Joa melanjutkan sesi bersaing dengan cara adu aura. Jujur saja aku kasihan dengan pengunjung. Mungkin mereka bingung antara mengagumi duke duda dan duke lajang atau memutuskan kabur sebelum masalah dimulai. Saranku, lari sejauh mungkin sebelum pecah perang.

“Kalian,” kataku kepada Lilia dan Elvan, “tolong lepaskan tanganku sebelum kuputuskan cara gigit atau iler.”

“Mana boleh begitu?” Elvan mendengkus. Lihat.... Hidungnya maju lima senti. “Aku, kan, ingin menemanimu belanja. Sekalian kami ingin bertemu Xar. Benar, Lili?”

“Tentu saja,” Lilia membenarkan. “Kami ingin mengenal lebih jauh mengenai adik kami yang keci-mungil dan menggemaskan.”

Kuperhatikan Elvan. Aku hanya sampai dadanya. Lalu Lilia ... tinggiku tidak sampai bahunya. Tunggu dulu! Aku yakin di kehidupan sebelumnya tinggiku normal. Tidak kerdil begini! Apa ini efek samping sering mati hidup mati hidup mati hidup?

“Ayaaaah Joaaaaa!” teriakku meminta pertolongan.

Hiks menjauhlah dariku kalian anak-anak bertinggi normal. Aku tidak ingin terlihat lebih menyedihkan daripada sekarang.

“Ya!”

Duke Joa dan Duke Res menjawab secara serempak.

Mereka berdua bahkan melesat mendekatiku dengan kecepatan mengagumkan.

Kuempaskan tangan Elvan dan Lilia. Sekalipun mereka kecewa, aku tidak peduli. Segera dengan seluruh perasaan hancur lebur aku melompat ke pelukan Duke Joa. Dia menangkapku dan memastikanku jauh dari jangkauan Elvan maupun Lilia.

“Ayahmu di sini, Nak,” panggil Duke Res dengan suara mirip gelas hancur.

Kuabaikan tatapan sedih yang Duke Res perlihatkan. Fokusku hanya kepada Duke Joa. “Ke bagian buku pengembangan!”

“Baik!” Duke Joa menyahut dengan semangat seorang pelaut. “Di bagian mana?” tanyanya kepada salah satu kesatria Joa.

Kesatria Joa pun membimbing Duke Joa ke bagian buku pengembangan. Berhubung rombongan kami terlihat aneh dan terlalu berkilauuuuu, maka sebagian pengunjung memilih menyingkir dengan sukarela.

Dear Lady Ivy (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang