37

1K 247 9
                                    

"Kau datang kemari bukan untuk senjata. Kutebak kau pun tidak tertarik mencari tahu cara menaklukkan suatu negara, bukan?"

Imene masih memasang senyum manis nan rupawan. Namun, di balik semua itu aku merasa dia tengah mengujiku. Anggap saja, insting. "Mohon maaf atas kelancanganku. Sebelum saya tuturkan alasan kunjungan mendadak ini, akan lebih tenang hatiku bila Anda, Peri Imene, memperkenalkan diri secara saksama." Sebelum dia menganggap diriku lancang, lekas aku menambahkan. "Maksud saya, bila Anda berkenan menjelaskan mengenai siapa gerangan yang tengah berbincang dengan saya."

Alih-alih marah karena kelancanganku, Imene justru terkikik. Dia menutup mulut menggunakan tangan. Tubuh berayun ke depan dan belakang seolah tengah menimang sesuatu. Lalu, saat ia telah tenang dari segala tawa, barulah ia berkata, "Anak Manis, manusia menularimu sifat curiga. Namun, itu bagus. Kau tidak boleh menurunkan kewaspadaan. Di alam liar sikap santai bisa mengantarmu pada kematian."

Aku tidak berani merespons dengan kalimat sanjungan. Lagi pula, bibirku lengket. Semua kata-kata mendadak lenyap begitu saja. Satu-satunya yang ada di kepalaku hanyalah cara mengetahui rahasia kematian dan kehidupan yang menyentuhku seperti kutukan.

"Seperti yang tadi kukatakan," Imene melanjutkan, "aku berasal dari kelompok musim gugur. Bangsawan? Ya, hanya saja aku bukan ratu maupun pemimpin. Keberadaanku di sini lebih mirip seperti seorang penjaga gerbang. Bila kau berniat memasuki Kerajaan Musim Gugur, maka akulah yang akan menilai kepantasanmu menemui junjunganku."

Oh barangkali Imene menanyaiku perkara senjata ada hubungannya dengan beberapa manusia yang pernah menemuinya.

"Kau tidak mirip maniak perang," dia menilaiku dengan seulas senyum jenaka. "Beberapa orang, entah manusia maupun campuran, yang menemuiku sebelum dirimu...." Sejenak dia berhenti. Tidak mengatakan apa pun. Pandangan mata Imene jatuh ke cawan madu. Selama beberapa detik ia mengamati madu berwarna karamel, sebelum kembali memandangku. "Menginginkan balas dendam. Mereka ingin tahu cara membuat senjata, racun, bahkan kutukan."

Bicara mengenai kutukan, mendadak sekujur tubuhku seolah diembus angin dingin. Kugigit pipi bagian dalam, berusaha mengusir sensasi kesemutan yang mulai menjalari lengan.

"Sebelum kujawab semua pertanyaanmu," dia memberi persyaratan, "kau perlu menceritakan sesuatu kepadaku, Nak."

Tidak ada guna menyembunyikan sesuatu. Namun, suara hatiku memperingatkan agar tidak bicara berlebihan. Maka, kumulai semuanya dari pertemuanku dengan peri-peri mungil, pencarian di perpustakaan, dan kutukan manusia yang diakibatkan cinta seorang peri.

"Kemudian," aku melanjutkan, "buku-buku yang kudapatkan mayoritas menunjuk ke hutan para peri."

"Kau datang ke sini hanya karena rasa penasaran? Astaga, anak kecil memang memiliki keingintahuan yang tiada batas."

"Bila Anda tidak keberatan," aku memohon, "tolong ceritakan kepada saya kebenaran mengenai manusia yang berubah menjadi naga. Apakah benar itu semua diakibatkan oleh cinta seorang peri?"

Imene mengangguk. "Ya, dahulu kala ada peri. Seorang peri dari Kerajaan Musim Semi. Dia jatuh hati kepada seorang kesatria, seorang manusia."

Aku meraih cawan, menyesap madu yang begitu manis dan melegakan tenggorokan. Jemariku melingkari cawan, mencoba menemukan kehangatan guna mengusir gigilan dingin.

"Semuanya berjalan tidak baik," katanya sembari tersenyum getir. "Manusia itu bukan sekadar kesatria, melainkan pangeran. Sebagaimana seorang pangeran, dia memiliki banyak pemuja. Bahkan dengan semua peringatan yang diberikan oleh kawan dan keluarga, peri itu tidak peduli."

Tunggu dulu! Ini berbeda dengan yang kubaca di buku!

"Pangeran yang dikasihi peri itu tidak serupawan tampilan yang dimilikinya." Ekspresi Imene berubah masam. Seolah dia baru saja mencicipi air lemon. "Sangat berbeda. Pangeran itu tidak bisa mencintai siapa pun selain dirinya sendiri. Lantas ketika si peri berusaha, pangeran memberi persyaratan yang tidak masuk akal. Dia menginginkan keabadian."

Dear Lady Ivy (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang