Tenagaku habis. Aku tidak berminat meladeni Elvan. Dia mirip kelinci kelebihan energi. Selalu menemukan topik untuk dibahas dengan siapa pun. Kabar buruk bagiku, kemah milik rombongan Res dibangun dekat perkemahan Joa. Lupakan mengenai metode menyingkirkan Elvan, sebentar lagi Duke Res tiba dan aku tidak butuh tambahan beban!
"Aku ingin pulang."
Di tenda, tenda milikku, aku sibuk memperhatikan benih pemberian Peri Imene. Bibit berbentuk mirip buah kecubung versi gepeng. Dengan telaten kucatat fungsi dan khasiat dari tanaman tersebut ke dalam jurnal. Di dalam tenda, penerangan hanya berasal dari lampu minyak. Cahaya lembut yang membuatku sedikit mengantuk.
"Sayangnya aku tidak bisa pulang sebelum memastikan sesuatu," kataku sembari menutup jurnal. "Igor, kau tidak berencana tidur di sini, 'kan?"
Igor duduk manis, memberiku senyum tidak berbahaya, dan "menurutku" pura-pura tidak tahu. Dia baru saja mandi. Rambutnya basah dan kulitnya memerah di bagian pelipis. Dia mengenakan atasan berbahan lembut dan celana kulit. Aroma lemon menguar dari dirinya dan membuatku teringat pada musim panas.
"Igor...."
"Oh ayolah. Kita perlu bicara banyak hal. Bukan begitu?"
Kukulum senyum pedih. Benar sekali yang Igor katakan. Ada banyak hal yang perlu kami bahas.
"Mengenai pertunangan," kataku, sedikit ragu, "apa kau ... maksudku, yakin tidak tertarik membatal...."
Oh semua kata yang ingin aku ucapkan mendadak tersangkut di tenggorokkan. Igor memberiku tatapan tajam, persis guru matematika yang menangkap basah diriku tidak paham soal persamaan sederhana.
"Ivy, aku tidak ada niatan membatalkan pertunangan."
Telunjukku meraba sampul jurnal. Sedikit gerakan yang kulakukan guna meredakan debaran dalam dada. "Terus terang pertunangan di antara kita terjadi karena keegoisanku. Aku ingin menghindari Res. Salah satu cara yang menurutku paling kuat pada saat itu ialah, dengan menjadi bagian dari Joa. Sekarang kita berdua sama-sama dewasa. Aku tidak boleh merampas kebebasanmu. Igor, kau ... jadi, aku ingin mengembalikan hak milikmu."
Dengan kata lain, aku tidak boleh mencuri masa depan Igor. Setahuku dia tidak memiliki riwayat asmara dengan lady mana pun. Namun, bisa saja perjalanan waktu kali ini berbeda.
"Ivy, aku tidak butuh lady mana pun. Aku tidak mungkin menerima sesuatu di luar kehendakku. Sekalipun Paman memaksa, dia tidak bisa memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan keinginanku."
Isi kepalaku mendadak kacau. Ucapan Igor terdengar seperti pernyataan cinta. Aku tidak boleh besar kepala, tapi astagaaaa! Sungguh sinting! Aku merasa senang? Bagaimana bisa aku tersanjung saat mendengar pengakuan Igor?
Ujung bibir Igor melengkung, membentuk seulas senyum manis nan memikat. "Aku berharap kau memiliki pendapat sama denganku, Ivy. Bagaimana bila kita lanjut ke pernikahan?"
"Igor, bagiku pernikahan bisa sangat rumit dan menyeramkan. Terutama, karena aku lahir dari perempuan yang memberiku trauma terhadap kehidupan. Di satu titik aku merasa tidak keberatan lenyap dan berhenti menjalani hidup. Namun, kadang aku takut tidak bisa mengendalikan emosi tidak sehat yang mungkin saja kumiliki. Apa kau siap menerima orang sepertiku?"
Alih-alih mendebat ataupun menyepelekan pengakuanku, Igor justru meraih tanganku dan menggenggamnya. Cara tangan Igor menggenggam jemariku pun amat lembut. Tidak memaksa. Bukan tipikal dominasi yang membuatku harus patuh. Dia benar-benar membuatku merasa ... aman.
"Tentu saja." Mata Igor menyorotkan tatapan teduh nan menenteramkan. "Semua yang pernah kaurasakan memang nyata," dia membenarkan. "Aku tidak ingin memaksamu, Ivy. Adapun yang ingin kutawatkan ialah hidup bersama. Aku ingin menghabiskan masa hidupku bersamamu. Tentu saja prosesnya tidak mudah. Mungkin kita akan bertengkar karena ketidaksepahaman akan suatu hal. Bisa juga kau jengkel dengan beberapa kebiasaanku."
Detak jantung milikku makin kurang ajar. Debaran menggila. Persis monyet sinting sibuk menabuh drum. Aku bahkan takut jantungku akan meledak dan membuatku tewas seketika.
"Sungguh," lanjutnya dengan nada suara lembut, "aku ingin berusaha mengenalmu lebih dalam. Apa ... apa kau tidak keberatan?"
"Asal kau tidak melarangku belajar," aku memberi syarat, "mungkin bisa kupertimbangkan."
"Kau boleh belajar apa pun!"
"Ha ha tenang dulu, Tuan Muda." Aku menarik tanganku dan memberinya cengiran konyol. "Kau harus membuktikan ucapanmu. Aku tidak butuh janji manis, ya."
Sinting! Aku sungguh gila karena memilih meneriwa Igor. Namun, hatiku sungguh manja dan ingin disayang! Terlebih setelah melihat Igor versi dewasa! Aaaa mataku terberkati! Wajah, mata, hidung, bibir, suara ... semuanya sesuai dengan keinginanku! Sulit menampik setan milikku sendiri.
Sejenak kami berdua tertawa seolah tidak ada masalah apa pun di dunia ini. Benar-benar lepas dan tanpa beban. Lalu, pertanyaanku pun menghancurkan nuansa hangat dalam tenda.
"Apa monster tidak bisa disingkirkan dengan cara lain?" Aku memperhatikan bekas luka di punggung tangan Igor. "Mereka selalu datang dan merusak apa pun. Menurutku membunuh monster bukan solusi, Igor."
"Aku paham kecemasanmu, Ivy. Mereka memang muncul dan senang mengamuk. Persis anjing gila. Membunuh mereka bukanlah solusi. Setelah aku selesai mengabdi di sini, akan tiba rombongan lain. Siklusnya sama."
Mengamuk? Tunggu! "Igor, sepertinya aku mendapatkan ide. Namun, ideku belum matang. Jadi, aku butuh bantuanmu."
Kegilaanku yang lain: aku ingin ikut ke medan perang.
"Ivy, mengenai peri. Siapa saja...."
"Hanya kau dan Duke," aku menjelaskan. "Tenang saja. Aku akan menjaga rahasiaku."
"Jangan sampai pihak kerajaan tahu kau bisa berkomunikasi secara bebas dengan peri," Igor memperingatkan. "Enua punya sejarah yang cukup ... anggap saja membingungkan dengan peri. Kau tidak boleh pamer kesaktian."
"Aku tidak punya kesaktian," bantahku. "Justru kalian, kau dan Duke, yang punya berkat peri. Bukankah itu artinya kalian justru berada dalam bahaya?"
Igor menggeleng. "Ivy, Joa tidak bisa disentuh oleh kerajaan. Sebab dulu leluhur Joa pernah berjasa kepada kerajaan. Kami terlindung dari ancaman apa pun yang bersifat eksploitasi. Berbeda denganmu. Bila Raja tahu, mungkin dia akan melarang pernikahan di antara kita."
"Kenapa begitu?" protesku, tidak terima. Aku bahkan sampai memukul meja ... perbuatan yang langsung kusesali. Sakit! "Raja tidak boleh melarangku!"
"Apa yang bisa dilakukan olehmu ketika Raja Eza menghendaki sesuatu?"
"..." Benar juga. Tidak ada!
"Ivy, dengar baik-baik. Sembunyikan bakat perimu dan semua akan baik-baik saja."
"Termasuk fakta bahwa aku mungkin keturunan peri musim semi?"
"Terutama itu."
Terima kasih. Sekarang aku merasa tengah berdiri di padang ranjau. Ke mana pun mataku memandang, kulihat bendera hitam. Sialan! Bukan ini yang kuinginkan!
"Mendapat berkat dari peri dan mewarisi darahnya merupakan dua hal berbeda," Igor menerangkan. "Peri jarang yang bersedia bekomunikasi dengan manusia. Terutama setelah sejarah kelam di antara manusia dan peri."
"Igor, apa kau tahu sesuatu mengenai kutukan yang menimpa keluarga kerajaan? Peri Imene berkata bahwa naga yang dihabisi oleh raja Enua menjatuhkan kutukan. Dia memperingatkan diriku agar tidak menarik perhatian anggota keluarga kerajaan."
"Sebenarnya...."
"KENAPA KAU BERANI MASUK KE TENDA ANAK GADISKU?!"
Igor tidak sempat membalas. Duke Joa masuk tanpa peringatan dan langsung memarahi Igor.
***
Elvan: "Sebenarnya aku bisa saja dianggap sebagai keturunan peri. Lihat rambutku!"
Igor: "Berkutu."
Elvan: "!"***
Selesai ditulis pada 29 Oktober 2024.***
ASTAGA KENAPA MALAM INI PANAS BANGET CUACANYAAAAAAAAAAAAAA?! AAAAAAAAAAA!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Lady Ivy (Tamat)
FantasyHidup seperti kemalangan tiada akhir. Siang dan malam memberiku kegilaan tak tertangguhkan. Sungguhkah bertahan hidup harus mengorbankan sedikit demi sedikit jiwa? Maka sudah pasti jiwa milikku tinggal setetes dan tidak terselamatkan. Orang mengira...