28

1.2K 278 10
                                    

NOTE: DEAR LADY IVY EKSTRA EPISODE KHUSUS 5 SUDAH TERBIT DI KARYAKARSA! :”) Selamat membaca.

***

Omongan peri terbukti bukan isapan jempol belaka! Entah bagaimana aku bisa mengenali khasiat suatu tanaman. Ajaib sekali. Seolah ada internet dadakan yang memberiku bermacam informasi terkait suatu tanaman, lengkap dengan khasiat sekaligus kegunaan.

Enam tahun aku berguru kepada Penyihir Dorga. Enam tahun pula Madam Nana setia menemani petualangan akademis yang mengantarku ke sejumlah pertemuan dengan beragam manusia. Tiba hari kemerdekaanku, saat aku menginjak usia tujuh belas tahun, akhirnya sebentar lagi bisa katakan putus!

“Apa kau tidak ingin menggelar debut di sini saja?” gerutu Duke Joa.

Ini sudah yang kesepuluh kali, terhitung semenjak sarapan sampai sore, Duke Joa mencoba membujukku agar mengadakan debut di kediaman besar. Sekarang aku sedang sibuk memilah kelopak bunga liar kering yang kudapat dari hasil jalan-jalan sore.

“Kenapa ruang kerjamu harus berantakan?” Duke Joa meringis saat menemukan setumpuk buku yang ada di lantai. “Kau bisa meminta tolong pelayan merapikan semuanya?”

Di ruang khusus, ruangan yang Duke Joa persiapkan untukku bekerja, lebih mirip sarang penyihir keji ala drama lawas. Sejauh ini lantai selalu bersih karena aku sendiri yang bertanggung jawab menyapu, tidak boleh orang lain.

Rak buku lebih mirip kapal pecah karena semua buku tertata acak dan kumasukkan ke sana tanpa mempertimbangkan unsur estetik. Ada tiga lemari. Satu berisi stoples, yang lain peralatan meramu, sisanya bahan maupun benda yang kuanggap menarik. Meja pun tidak terlihat ... errr sehat. Peralatan dan buku dan alat tulis dan tanaman. Tambahkan pot tanaman yang kupersembahkan untuk bunga mungil warna merah muda, hadiah peri.

Ha ha ha tidak terlalu buruk.

“Duke,” jawabku yang masih duduk dan memilah bunga yang tersebar di meja, “aku tidak suka keramaian. Jadi, tolong biarkan aku ikut debut bersama lady lainnya. Dengan begitu, aku bisa langsung pulang dan melanjutkan penelitianku.”

“Bukan itu intinya!” Duke Joa menarik kursi, meletakkannya di dekatku, lalu duduk. “Debut merupakan acara penting. Mana bisa kau ikut mayoritas? Di istana? Bersama lady lainnya?”

“Tidak ada salahnya mencoba merakyat.” Semua kelopak pilihan telah kumasukkan ke dalam stoples. Kini aku bisa tersenyum puas dan tidak sabar mencoba resep baru yang kudapat dari Penyihir Dorga. “Kapan Igor boleh pulang?”

“Setelah dia berhasil menyingkirkan monster.”

“Itu lama sekali!” pekikku. “Duke, bilang saja kau ingin membunuh keponakanmu!”

“Percayalah, Ivy. Leluhurku biasa mengirim putranya ke medan perang. Hal yang Igor tempuh tidak jauh beda dengan kakakku maupun pengalamanku. Setidaknya dia punya kawan, sementara aku dilempar begitu saja oleh ayahku.”

Aku tidak tahu sejarah Joa sebelum Igor. Sepertinya bukan sesuatu yang menyenangkan.

“Semoga Igor cepat pulang,” ujarku penuh harap.

Semoga kami putus baik-baik dan dia tidak akan mengamuk!

“Ivy, mengenai ramuan buatanmu,” Duke Joa menunjuk botol-botol yang ada di dekat jendela. Botol dengan ramuan berwarna merah muda dan oranye cerah. “Apa kau yakin tidak tertarik mengormersilkannya?”

“Belum,” jawabku seraya meletakkan stoples di dekat botol ramuan, “aku tidak mau mengurus perizinan dan yaaah lebih baik dikonsumsi oleh temanku saja.”

Duke Joa menggaruk dagunya. “Terus terang ramuanmu tidak seperti ramuan yang pernah kuminum. Biasanya ada sedikit rasa pahit, tetapi milikmu tidak sama sekali. Nak, kenapa kau bersedia membuat ramuan untuk Raja dan anaknya? Kau tidak punya kewajiban menuruti permintaan mereka.”

“Duke, tidak ada yang aneh dengan ramuan yang Raja inginkan. Dia hanya meminta dibuatkan ramuan penyegar. Apa bedanya dengan minum obat penambah tenaga? Tidak ada, bukan?”

“Ivy....”

“Cukup.” Kuangkat kedua tangan, saatnya setop. “Aku tidak keberatan menolong Raja. Oh iya, aku tidak perlu baju baru untuk debut. Cukup pakai gaun warna emas, sesuai dengan tradisi Enua.”

Sayangnya Duke Joa menolak. Dia tetap memaksa mengundang perancang busana dan aku terjebak hal-hal membosankan selama sekian hari.

Menyebalkan.

***

“Nona Ivy, apa tidak sebaiknya kita pergi lain kali saja?”

Aku sedang berdiri di depan toko barang antik. Anne dan dua pengawal dari Joa turut serta menemaniku. Sayangnya mereka jelas tidak suka dengan ideku memilih toko yang dari penampilan luar saja tidak menjanjikan. Papan nama rusak, tidak jelas huruf yang tertulis di sana. Ada tong kayu berisi tanaman mati. Kaca jendela berdebu. Cocok jadi sarang penculik anak.

“Tenang saja,” ucapku berusaha membujuk Anne. “Kita tidak sendirian. Lagi pula, ada pengawal yang menemani kita.”

Meski engga, Anne bersedia mengamini permintaanku.

Begitu pintu kudorong, terdengar suara lonceng. Anne menganga menyaksikan etalase berisi aneka benda unik; sepatu berkilau, kipas bulu merak, cincin rubi, dan benda menawan lainnya. Tidak ada yang aneh dengan isi toko. Bahkan penjaganya pun terlihat tidak mengancam. Seorang pria berkumis tebal dan memiliki perut besar.

“Ada yang bisa saya bantu, Lady?”

Aku mengangguk. “Aku butuh kulit telur burung emas dan daun dari tanaman bunga patah hati.”

Pemilik toko memberikan barang yang kucari dalam waktu singkat. Lima toples. Setelah membungkusnya, pemilik toko menawariku sebuah jurnal. “Ini berisi resep dari Kerajaan Azul.”

“Boleh.”

“Nonaaaa,” Anne mendebat, “sepertinya jurnal itu berisi hal tidak baik.”

Si pemilik toko pun memelintir ujung kumis dan tersenyum. “Saya tidak menjual benda berbahaya. Ini murni buku berisi pengetahuan.”

“Sudahlah,” aku menengahi, “aku mau.”

Anne jelas tidak suka dengan ideku, tapi dia tidak bisa membantah.

Pengawal Joa mendadak jadi tukang angkut barang. Untung mereka tidak keberatan menolongku.

“Anne, kita akan langsung pula-hei lihat! Ada pameran lukisan!”

Lupakan pulang! Aku ingin cuci mata. Jarang ada pameran lukisan. Inilah saat terbaik menikmati hidup. Maka, pengawal yang lain kuberi intruksi mengamankan barang ke kereta. Baru setelah itu dia menyusul kami ke pameran.

Kali ini Anne tidak mendebat. Dia justru sangat tertarik mengamati sejumlah lukisan. Lukisan yang dipamerkan wujudnya bukanlah yang sejenis dengan “resapi dan coba tebak makna lukisan”. Tidak seperti itu. Lukisan didominasi oleh pemandangan alam, hewan sihir, bahkan sejarah Enua.

Aku termangu di depan sebuah lukisan yang tengah menggambarkan mengenai seorang pria yang berubah menjadi naga. Naga bersisik biru tua. Makhluk itu tidak terlihat bahagia. Dia sangat tersiksa, seolah memohon siapa pun agar bersedia menyudahi rasa sakit yang ia tanggung.

Sorot mata yang digambarkan pun tidak kalah mengerikan. Di kedua mata itu terlukis simbol yang kukenali sebagai salah satu perwujudan dari segel yang biasa digunakan saint untuk mengurung iblis. Erica, pemilik panti yang dulu kutempati, pernah menunjukkan segel tersebut dalam salah satu buku dongeng yang kuminta bacakan. Segel itu seperti huruf V terbalik. Ada tiga titik merah yang mengitari simbol. Jelas aku ingat hal seperti itu. Tidak mudah kulupakan.

“Aneh sekali,” kataku kepada diri sendiri.

Naga, segel, iblis, peri, dan kutukan.

Tidak mungkin ini hanya kebetulan belaka.

***
Selesai ditulis pada 11 Oktober 2024.

***
:”( Panas banget malam ini. Sumpah!

Dear Lady Ivy (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang