Sejauh ini aku belum mendapatkan surat aduan apa pun terkait perilaku tidak pantas. Maksudku.... Berhubung aku secara sengaja, dan tidak menyesal, melukai harga diri Yang Agung (maunya) Ekiel, bisa saja diriku mendapat surat peringatan.
Hari berganti hari. Terhitung seminggu lebih aku belum mendapat surat apa pun. Barangkali ada surat, tapi Duke Joa telah menghancurkan semua surat. Ini masuk akal, sih. Res dan Joa mungkin sulit disatukan kecuali ada ancaman. Seingatku, yang sudah mati hidup mati hidup mati hidup, itu belum pernah terjadi.
Tidak penting. Res hanya masa lalu. Seperti suatu cerita yang berhasil kuselesaikan. Tamat. Tidak ada yang namanya baca ulang kisah yang hanya ditujukan menyakitiku saja. Aku tidak tertarik terjun ke dunia hitam. Terima kasih.
Hidupku cukup sibuk!
Oh aku sibuk. Sangat sibuk. Madam Nana, Penyihir Dorga, dan peri. Tiga hal yang cukup menguras energi. Sejauh ini aku belum menemukan apa pun yang bisa kukaitkan dengan diriku.
Kematian. Kelahiran. Aku tidak keberatan dicintai peri. Namun, tolong jangan barbar begini! Semisal dugaanku benar bahwa mati hidup mati hidup mati hidup ini ada campur tangan peri. Memangnya ada apa, sih, dengan pengalaman mati hidup ini? Curiga aku harus menjalani penderitaan seperti Ti Pat Kai, siluman babi, dan berkata, "Cinta dari dulu deritanya tiada akhir." Siapa yang kucintai? Siapaaaaaa?!
Lalu, sebuah ide lahir. Selama ini aku sibuk mempelajari peri melalui buku dan "konon katanya". Mengapa aku tidak langsung ke sumber saja? Maka, aku memberanikan diri bertanya kepada Duke Joa.
"Apa aku boleh berkunjung ke taman?"
Duke Joa yang sibuk menulis sesuatu pun mendongak. "Kau boleh pergi ke mana pun, Ivy. Kecuali tempat berbahaya seperti area latihan dan gudang senjata."
Tunggu. Di sini ada gudang senjata? "Jadi, boleh?"
"Tentu saja!"
"Duke, taman yang kumaksud bukanlah taman bunga biasa. Aku ingin pergi ke taman yang dibuat peri."
Begitu menyenggol topik mengenai taman peri, Duke Joa pun tidak tertarik menerjunkan diri ke dalam siksa kapitalis. Bagiku semua dokumen keuangan merupakan perwujudan dari racun kapitalis! "Ivy, apa aku tidak salah dengar?"
"Tidak," aku membenarkan. Kuangkat bahu, ringan, dan semoga gerakan itu menunjukkan bahwa tidak ada yang serius dari permintaanku. "Aku memang penasaran. Terakhir kali Igor mengajakku ke sana dan aku hanya sempat melihat sekejap saja."
Duke Joa pun mengabaikan semua tugas secara resmi. Ia bangkit, menghampiriku yang sedang duduk di sofa. "Ivy, Igor pasti telah bercerita mengenai asal usul taman tersebut, bukan?"
Aku mengangguk. "Kurang lebih. Duke, apa aku dilarang masuk ke sana?"
"Bukan begitu." Kulihat ada sentuhan kecemasan yang terpancar di sorot mata Duke Joa. "Di sana tidak berbahaya. Hanya saja taman itu seperti memiliki keinginannya sendiri. Hanya keturunan Joa saja yang bebas keluar masuk di sana. Bila orang lain ingin ke sana, maka itu haruslah dengan seizin kami."
"Igor pernah berkata bahwa bila taman menolakku, maka saat itu aku akan sakit. Kurang lebih semacam itu, ya?"
Duke Joa terkekeh. Dia mengusap kepalaku. Gerakan tangan begitu pelan dan lembut. Nyaris seperti hendak menyentuh sesuatu yang mudah hancur. "Sihir peri biasanya tidak ada yang jahat, Ivy."
Coba katakan itu pada kisah lelaki yang dicintai peri secara gila. Dia akhirnya berubah jadi naga dan mati di tangan Raja Enua!
"Kalau kau ingin ke sana," Duke Joa menlanjutkan, "setidaknya aku harus menemanimu. Bagaimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Lady Ivy (Tamat)
FantasyHidup seperti kemalangan tiada akhir. Siang dan malam memberiku kegilaan tak tertangguhkan. Sungguhkah bertahan hidup harus mengorbankan sedikit demi sedikit jiwa? Maka sudah pasti jiwa milikku tinggal setetes dan tidak terselamatkan. Orang mengira...