NOTE: DEAR LADY IVY EKSTRA EPISODE KHUSUS 7 SUDAH TERBIT DI KARYAKARSA! Selamat membacaaaa, teman-teman.
***
Begitu malam tiba, kuputuskan membaca buku pemberian Ray. Aku tidak mau diusik siapa pun saat fokus mengerjakan sesuatu termasuk membaca. Maka dari itu, setelah berganti gaun tidur dan memastikan Anne mengira diriku lelap, aku pun mengunci pintu dan bergegas mengambil buku.
Sekalipun enggan, pemberian Ray memang sangat kubutuhkan. Ada beberapa judul yang tidak bisa kutemukan di perpustakaan istana. Menilik kondisi kertas yang berubah menjadi kuning kecokelatan dan aromanya yang khas buku lawas, kutebak jumlah buku yang kini berdiam di kamarku pastilah terbatas.
Buku pertama membahas peri dan manusia. Dahulu kala tidak ada sengketa antara ketiga makhluk. Semua hidup damai di bawah satu atap. Hingga suatu hari terjadi hal yang ajaib. Enhia, dewa matahari, menjatuhkan sebuah permata ke dunia. Permata tersebut bukan sembarang permata. Benda itu terbuat dari darah Enhia.
Permata merah berbentuk tetes air mata. Benda itu memancarkan kesaktian yang konon tidak tergambarkan. Makhluk yang berhasil menyentuh benda tersebut ternyata berasal dari kerajaan manusia. Sebagaimana manusia pada umumnya, dia pun memanfaatkan kesaktian permata ciptaan Enhia untuk penaklukkan. Tidak terhitung jumlah korban yang jatuh dalam proses penaklukkan.
Lalu, beberapa manusia yang tidak ingin kerajaan mereka menjadi taklukkan pun memohon bantuan kepada Yulo, dewa bulan. Dewa bulan pun menghadiahkan sebutir mutiara yang terbuat dari satu tetes darah yang ia jatuhkan dari jari telunjuknya. Benda itu sama kuatnya dengan permata ciptaan Enhia.
Kerajaan yang lain pun berbondong-bondong meniru aksi pendahulunya. Mereka meminta bantuan kepada sejumlah dewa dan dewi. Lantas benda-benda sakti pun bermunculan. Manusia makin beringas, tidak ada yang ingin mencapai kedamaian, dan mulai mengincar negeri lain.
Para peri pun merasa terancam karena beberapa manusia secara terang-terangan menebang pohon dan menculik peri demi dijadikan budak. Hal tersebut memancing kemurkaan penguasa peri. Mereka pun memutuskan mengirim utusan untuk mencuri hadiah para dewa dan dewi yang ada di tangan manusia.
Sebagaimana peri, begitu berhasil mendapatkan benda-benda tersebut, mereka memutuskan menyembunyikannya di beberapa tempat. Mulai dari di dasar samudra yang dihuni oleh monster ular berkepala tiga, jantung gunung berapi tempat raksasa pemakan manusia berdiam, bahkan di hutan terkutuk yang dijaga ketat oleh para peri pemburu.
Tidak ada satu manusia pun yang memiliki benda-benda sakti ciptaan dewa dan dewi. Namun, niatan mereka tetap tidak surut. Sekali lagi mereka memanjatkan permintaan kepada dewa dan dewi. Mereka mendambakan kekuatan, kesaktian, bahkan keabadian.
Akan tetapi, keserakahan manusia membuat dewa dan dewi kehilangan simpati. Mereka tidak lagi mendengarkan permintaan manusia. Sedikit demi sedikit manusia mulai merasa dicampakkan oleh dewa dan dewi. Bahkan dengan peringatan semacam itu, manusia tak jua sadar bahwa tindakan mereka selama ini telah merusak alam dan menimbulkan bencana bagi sesama.
Di antara sekian manusia, muncul seseorang yang paling kuat dan beringas. Dia seorang raja yang mengira dirinya tidak terkalahkan. Dialah yang mencetuskan ide mengenai perbudakan terhadap peri. Dia pulalah yang pelopor pembuatan sejumlah senjata yang berfungsi mengurangi kesaktian peri.
Perang bukan lagi antara manusia melawan manusia, melainkan manusia dengan peri. Hutan permai terbakar jadi abu. Danau dan sungai terkontaminasi limbah pabrik pembuatan senjata. Udara berbau timah dan bangkai. Peri tidak suka segala sesuatu yang bersifat merusak, terutama menghancurkan alam.
Pemburu Malam, sebutan bagi kaum peri yang bertugas sebagai ujung tombak dalam suatu peperangan, pun diterjunkan. Mereka tidak seperti peri dari musim mana pun. Senjata buatan manusia tidak mempan. Para peri ini memiliki kulit sepucat bulan, mata sehitam arang, rambut seputih salju. Mereka semua mengenakan zirah hitam dan mengendarai kuda berbulu gelap. Jenis kuda ajaib yang embusan napasnya mampu membekukan apa pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Lady Ivy (Tamat)
FantasyHidup seperti kemalangan tiada akhir. Siang dan malam memberiku kegilaan tak tertangguhkan. Sungguhkah bertahan hidup harus mengorbankan sedikit demi sedikit jiwa? Maka sudah pasti jiwa milikku tinggal setetes dan tidak terselamatkan. Orang mengira...