Terbuka

196 42 3
                                    

Setelah malam penghargaan yang emosional, baik Rora maupun Ahyeon tidak bisa berhenti memikirkan satu sama lain. Meski mereka masih terjebak dalam rutinitas padat sebagai selebriti, rasa penasaran dan ketertarikan di antara mereka semakin sulit diabaikan. Namun, dunia hiburan adalah tempat yang penuh dengan sorotan tajam, dan mereka berdua tahu bahwa hubungan apapun yang berkembang harus dijaga dengan hati-hati.

Beberapa hari setelah acara penghargaan, Ahyeon menerima pesan yang tak terduga dari Rora.

Rora unnie

Kau ada waktu luang minggu ini? Aku ingin bertemu denganmu

Ahyeon terkejut, tetapi juga merasakan kegembiraan yang sulit dijelaskan. Setelah beberapa saat berpikir, dia membalas dengan nada kasual.

Tentu saja, sunbae-nim. Kapan dan di mana?

Tak lama kemudian, Rora mengatur pertemuan di sebuah kafe kecil yang jauh dari pusat kota Seoul. Tempat itu terkenal dengan suasananya yang tenang dan privasi yang dijaga ketat, tempat yang sering dijadikan pelarian oleh para selebriti untuk sejenak keluar dari sorotan media. Rora tahu bahwa jika pertemuan ini sampai diketahui oleh media, gosip tentang mereka akan langsung beredar. Ahyeon, yang juga paham risiko dunia mereka, setuju tanpa ragu.

Ketika hari pertemuan tiba, Ahyeon berusaha untuk tidak terlalu mencolok. Ia mengenakan topi dan kacamata hitam, mencoba menghindari perhatian. Meskipun demikian, jantungnya berdegup kencang sepanjang perjalanan ke kafe itu. Tidak hanya karena ia akan bertemu dengan Rora lagi, tetapi juga karena ia tidak yakin apa yang akan dibicarakan di pertemuan ini.

Saat tiba di kafe, Ahyeon melihat Rora sudah duduk di pojok ruangan, mengenakan sweater oversized dengan topi beret yang menutupi sebagian wajahnya. Meski berusaha tampil kasual, Rora tetap memancarkan pesona yang membuatnya sulit untuk tidak diperhatikan. Ahyeon mendekat, dan Rora menyambutnya dengan senyum tipis.

"Aku senang kau bisa datang," kata Rora saat Ahyeon duduk di depannya.

"Tentu, sunbae-nim. Aku juga senang bisa bertemu lagi," jawab Ahyeon sambil tersenyum canggung.

Mereka berdua terdiam sejenak, saling mencuri pandang namun sama-sama tak tahu harus mulai dari mana. Keduanya tahu bahwa ada hal yang lebih dari sekedar basa-basi di balik undangan ini, tetapi bagaimana mereka harus memulainya?

Akhirnya, Rora yang lebih dulu memecah keheningan. "Aku tahu ini mungkin terdengar aneh, tapi... sejak malam penghargaan itu, aku merasa ada sesuatu yang berbeda dalam diriku." Ia menatap langsung ke mata Ahyeon, seolah mencari jawaban dalam ekspresi wajahnya.

Ahyeon mengangguk, meski masih ragu-ragu. "Aku juga merasakannya. Saat aku bernyanyi malam itu, aku tidak tahu kenapa, tapi aku seperti bisa merasakan apa yang sunbae rasakan."

Rora tersenyum, kali ini lebih hangat. "Selama ini, aku selalu berpikir bahwa hidupku di industri ini sudah sepenuhnya terkontrol. Setiap langkahku sudah direncanakan. Tapi, entah kenapa, pertemuan denganmu... membuatku merasa ingin keluar dari jalur itu."

Ahyeon terdiam, merenungi kata-kata Rora. Ia tahu betul bagaimana perasaan itu—perasaan terkekang oleh ekspektasi dan tuntutan. Selama ini, ia berusaha menjadi bintang yang sempurna, mengikuti semua aturan yang ditetapkan oleh manajemennya, oleh publik, oleh media. Namun, di hadapan Rora, semua itu terasa seperti beban yang seharusnya tidak perlu ia bawa.

"Aku mengerti," kata Ahyeon akhirnya. "Aku juga merasakan hal yang sama. Kadang aku merasa... terlalu dikendalikan oleh citra yang dibentuk oleh orang-orang di sekitarku. Tapi denganmu, aku merasa lebih bebas. Meski kita baru beberapa kali bertemu, aku merasa seperti bisa menjadi diriku sendiri."

Perkataan Ahyeon membuat Rora terdiam sejenak. Ada kenyamanan yang tidak ia sangka-sangka dalam kehadiran Ahyeon. Mereka berdua adalah produk dari industri yang sama, tetapi mereka merasakan kesepian dan keterasingan yang begitu mendalam di dalamnya. Hubungan ini, meski masih sangat awal, terasa seperti sebuah pelarian dari semua itu—tempat di mana mereka bisa menjadi diri sendiri tanpa tekanan.

"Aku tidak tahu bagaimana harus melanjutkan ini," kata Rora dengan jujur. "Aku tidak pernah membayangkan akan dekat dengan seseorang yang lebih muda dariku, terutama dengan perbedaan usia kita dan semua sorotan yang selalu ada di sekitar kita."

Ahyeon tersenyum kecil. "Aku juga tidak pernah membayangkan hal seperti ini. Tapi... aku pikir kita harus membiarkannya mengalir. Tidak perlu terburu-buru."

Rora mengangguk. "Kau benar. Mungkin kita bisa mulai dari sini. Perlahan."

Obrolan mereka terus berlanjut dengan lebih santai. Mereka berbicara tentang kehidupan masing-masing, karier mereka, dan hal-hal kecil yang selama ini jarang bisa mereka bicarakan dengan orang lain. Ahyeon merasa terhubung dengan Rora dalam cara yang tidak pernah ia rasakan dengan orang lain. Di balik sosok Rora yang anggun dan tenang, ternyata ada kerentanan dan kehangatan yang membuat Ahyeon semakin tertarik.

Di akhir pertemuan, Rora menatap Ahyeon dengan tatapan yang lebih lembut. "Aku senang kita bisa bicara seperti ini. Terima kasih sudah meluangkan waktumu."

"Aku juga senang, sunbae-nim," jawab Ahyeon dengan senyum yang tulus. "Kuharap kita bisa bertemu lagi seperti ini."

Rora tersenyum dan mengangguk, meski dalam hatinya ia tahu bahwa pertemuan ini tidak akan selalu mudah. Dunia mereka penuh dengan mata-mata yang mengawasi dan setiap langkah yang mereka ambil bisa menjadi bahan gosip yang merusak. Tapi, untuk saat ini, mereka memilih untuk mengabaikan semua itu. Mereka memilih untuk membiarkan diri mereka merasakan apa yang sedang berkembang di antara mereka.

Beberapa minggu berikutnya, Rora dan Ahyeon mulai sering berhubungan melalui pesan singkat dan panggilan telepon, meski mereka masih menjaga hubungan ini tetap rahasia. Mereka tidak ingin hubungan ini terganggu oleh tekanan dari manajemen atau media. Namun, perlahan-lahan, keakraban di antara mereka semakin kuat.

Mereka sesekali bertemu di tempat-tempat yang sepi, jauh dari jangkauan publik. Setiap pertemuan, meskipun singkat, selalu diwarnai oleh percakapan yang dalam dan saling mendukung satu sama lain. Di tengah tekanan karier mereka yang terus meningkat, keduanya menemukan ketenangan dalam hubungan ini—sesuatu yang tidak pernah mereka temukan di dunia selebriti yang penuh dengan kepalsuan dan ekspektasi.

Namun, seiring waktu, mereka sadar bahwa rahasia ini tidak bisa selamanya tersembunyi. Dunia di sekitar mereka mulai mencium adanya sesuatu yang berbeda. Gosip tentang kedekatan mereka mulai beredar secara perlahan di kalangan media, meski masih dalam bentuk spekulasi.

Rumor mulai tercium dari arah yang tak terduga—manajemen Rora mulai mempertanyakan apakah ada sesuatu di antara mereka, dan keluarga Rora mulai menekan agar ia fokus pada kariernya. Sementara itu, Ahyeon juga mulai merasakan tekanan dari pihak manajemennya, yang memperingatkan bahwa setiap rumor bisa merusak citra dirinya sebagai solois muda yang tak terikat.

.

.

.

Tbc

ArtistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang