Perayaan malam itu di lokasi syuting penuh dengan tawa dan canda. Semua orang terlihat lega dan bahagia, merayakan selesainya syuting drama yang mereka kerjakan bersama selama beberapa bulan terakhir. Rora duduk di salah satu meja bersama para kru dan pemeran lain, menikmati minuman dan bercanda dengan rekan-rekannya. Asa, yang sejak tadi terus mencari kesempatan untuk mendekati Rora, akhirnya duduk di sebelahnya.Rora berusaha tetap profesional, menjaga jarak seperti yang sudah sering ia lakukan sejak insiden di apartemen Asa. Ia ingin semuanya tetap baik-baik saja, terlebih hubungannya dengan Ahyeon masih menjadi prioritasnya. Namun, sepanjang malam itu, Asa tetap tak jauh darinya, mencari alasan untuk mendekat, meskipun Rora telah menyampaikan dengan jelas bahwa ia tidak memiliki perasaan khusus kepadanya.
Beberapa jam berlalu, dan Rora mulai terlihat sedikit mabuk. Tertawa lebih lepas dan sering menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan mata setengah tertutup. Asa, yang memperhatikan dari dekat, menawarkan bantuan saat Rora terlihat tidak sanggup berjalan dengan stabil. "Rora, kamu kelihatannya sudah terlalu banyak minum. Biar aku antar pulang, ya?"
Rora, yang tidak terlalu sadar akan keadaan sekitarnya, hanya mengangguk setuju. Asa membantunya berdiri, menuntunnya keluar dari lokasi syuting menuju mobil yang sudah disiapkan. Dalam perjalanan menuju apartemen Rora, suasana di dalam mobil terasa hening. Asa sesekali melirik ke arah Rora yang sudah tertidur dengan kepala bersandar di jendela. Meski tahu Rora tak pernah memberikan harapan, Asa tak bisa mengendalikan perasaannya yang masih belum padam.
Setibanya di apartemen Rora, Asa membantunya masuk ke dalam. Asa mengetahui letak apartemen dan kode aksesnya setelah dia bertanya kepada manajer Rora. Dia membaringkan Rora di sofa ruang tengah dengan hati-hati. Rora masih tampak setengah sadar, wajahnya sedikit merah akibat efek alkohol. Asa memandangi wajahnya, terpaku pada kecantikan dan kelembutan yang terlihat begitu dekat.
"Kamu sangat cantik Ra, kenapa kamu tidak bisa menyukaiku? Apa yang kurang dari aku?." Gumam Asa membelai pipi Rora yang terasa hangat di bawah sentuhannya.
Detik demi detik berlalu, dan Asa semakin hanyut dalam perasaan yang selama ini dipendamnya. Matanya turun ke bibir Rora, bibir yang tampak begitu lembut dan menggoda. Tanpa bisa mengendalikan dirinya lagi, Asa perlahan mendekat, hingga akhirnya bibir mereka bersentuhan.
.
.
.
Di sisi lain, Ahyeon yang sedang berada di agensinya untuk melakukan latihan, merasakan keresahan yang tak bisa dijelaskan. Berkali-kali ia mencoba menghubungi Rora, tetapi panggilannya tidak dijawab. Perasaan tidak enak dan kekhawatiran semakin menghantuinya, membuatnya bertanya-tanya ada apa yang terjadi dengan dirinya.
Ahyeon duduk di sofa yang terletak diruang latihannya, menatap layar ponsel dengan wajah cemas. Pikirannya penuh dengan pertanyaan yang belum terjawab, dan setiap detik tanpa jawaban membuatnya merasa semakin jauh dari Rora.
———
Di penghujung malam, Ahyeon berdiri di depan pintu apartemen Rora, ragu-ragu sebelum akhirnya memasukkan kode masuk. Setelah berlatih sepanjang hari, ia tak tahan lagi dengan rasa khawatir dan keinginan untuk memastikan Rora baik-baik saja. Saat pintu terbuka, suasana gelap dan hening menyambutnya, namun ada bayangan samar yang membuat Ahyeon mendekat ke ruang tengah dengan hati-hati.
Namun, langkahnya terhenti, dan ia nyaris tersentak ketika melihat pemandangan di depannya. Ahyeon menatap dengan perasaan terkejut yang langsung berubah menjadi luka dalam. Dadanya terasa begitu sakit, seolah ada beban berat yang menghantamnya, membuatnya sulit bernapas. Di sofa ruang tengah, Rora terbaring lelap, dengan Asa yang memeluknya erat. Asa tampak tertidur di samping Rora, sementara wajah Rora terlihat tenang dalam tidurnya.
"Bagaimana bisa?" gumam Ahyeon pelan, matanya mulai panas dan berair. "Apa yang sebenarnya terjadi? Rora... Apa dia... mengkhianatiku?"
Ahyeon tak mampu memproses apa yang dilihatnya. Semua pikiran, semua kepercayaan yang selama ini ia pegang teguh, runtuh begitu saja di hadapannya. Ia menatap kedua orang itu dengan air mata yang perlahan jatuh, merasa seolah ia kehilangan keseimbangan. Rasa sakit dan kekecewaan yang begitu mendalam menghantam dirinya, membuatnya sulit menopang tubuhnya.
Dengan langkah gontai, Ahyeon berbalik dan pergi dari apartemen Rora tanpa suara. Setiap langkah yang ia ambil terasa begitu berat, seolah-olah semua emosi yang tertahan selama ini menggerogoti hatinya. Saat ia mulai berjalan menjauh dari gedung apartemen, pikirannya kacau balau, terisi dengan berbagai pertanyaan yang tak terjawab.
Tanpa sengaja, Ahyeon menabrak seseorang di pinggir jalan. Orang itu segera menatap Ahyeon yang tampak lemah dan kehilangan arah.
"Ahyeon?."
Menyadari kondisi Ahyeon yang begitu rapuh, orang itu menariknya ke dalam pelukan, mencoba menenangkannya.
Ahyeon, yang merasakan kehangatan dari pelukan itu, akhirnya tak lagi mampu menahan air matanya. Ia membalas pelukan tersebut, membiarkan dirinya menangis sepuasnya. Semua emosi yang tertahan — rasa sakit, kekecewaan, dan kehilangan — tumpah begitu saja. Pelukan itu memberinya sedikit kenyamanan di tengah kegelapan yang dirasakannya.
.
.
.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Artist
RomanceRora, aktris muda yang membintangi drama-drama populer dan film yang sukses secara komersial. Karismanya di layar, ditambah dengan kemampuan akting yang mendalam, membuatnya disukai oleh publik dan diakui oleh kritikus. Ahyeon, solois muda yang naik...