Di sebuah aula megah yang dipenuhi dengan para selebriti, model, dan insan mode lainnya, acara fashion brand Gucci malam itu berlangsung dengan gemerlap. Lampu-lampu kristal besar memantulkan kilauan di setiap sudut ruangan, membuat suasana semakin elegan.
Rora datang lebih awal, mengenakan dress satin hijau zamrud yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Rambutnya disanggul rapi, memperlihatkan leher jenjangnya. Meski senyumnya menghiasi wajah, matanya terus mencari sosok tertentu di antara kerumunan tamu yang datang.
Beberapa menit kemudian, suara riuh kecil mulai terdengar di pintu masuk. Semua mata tertuju pada Ahyeon yang melangkah masuk bersama Pharita. Ahyeon mengenakan dress hitam panjang hingga memperlihatkan pundak dan punggungnya yang sangat cantik, sementara Pharita tampil memukau dengan gaun strapless merah yang memeluk tubuhnya dengan sempurna.
Rora yang memperhatikan dari jauh, seolah tak bisa mengalihkan pandangannya. Senyumnya memudar sedikit ketika melihat Ahyeon melingkarkan tangan di lengan Pharita dengan sikap santai namun mesra. Mereka terlihat begitu serasi, dan rasa nyeri kecil mulai terasa di dada Rora.
"Kenapa dia harus datang bersama Pharita..." gumamnya pelan.
Ahyeon tidak langsung melihat Rora. Dia dan Pharita tampak menikmati perhatian yang mereka dapatkan saat berjalan menuju tempat duduk. Ahyeon sesekali berbicara pelan pada Pharita, membuat gadis itu tertawa kecil.
Ahyeon dan Pharita akhirnya duduk di barisan VIP, tidak jauh dari tempat Rora berada. Rora mencuri pandang, memperhatikan interaksi antara mereka. Pharita tampak selalu menjaga Ahyeon—membantu menarik kursinya, memastikan Ahyeon nyaman, dan bahkan menawarkan minum.
Sesekali, Ahyeon tertangkap mata Rora. Tapi Ahyeon hanya mengangguk singkat sebelum kembali berbicara dengan Pharita. Gestur itu sederhana, namun terasa dingin di hati Rora.
Rora mencoba fokus pada acara, tapi pikirannya terus kembali pada momen itu. Setiap tawa kecil dari Ahyeon, setiap sentuhan kecil dari Pharita, semuanya seperti duri yang menusuk hatinya.
Di sela-sela percakapan mereka, Pharita akhirnya menyadari bahwa Rora duduk tidak jauh dari mereka. Tatapannya berubah, penuh kehati-hatian, tapi dia tidak mengatakan apa pun.
"Ahyeon," bisik Pharita pelan sambil mencondongkan tubuhnya sedikit. "Kamu tahu siapa yang ada di seberang kita?"
Ahyeon tidak menjawab langsung, tapi matanya sekilas melirik ke arah Rora. "Aku tahu," jawabnya singkat, dengan nada netral.
Pharita memiringkan kepalanya sedikit, seperti mencoba membaca pikiran Ahyeon. Tapi dia memilih untuk tidak menekan lebih jauh.
Saat acara hampir selesai, tamu-tamu mulai berpindah ke sesi networking. Rora akhirnya memberanikan diri untuk mendekati Ahyeon, yang saat itu sedang berdiri bersama Pharita di dekat meja minuman.
"Ahyeon," panggil Rora pelan.
Ahyeon menoleh, tatapannya dingin tapi tidak sepenuhnya mengabaikan. Pharita melirik Rora sekilas, lalu dengan sopan menjauhkan diri, memberi ruang untuk mereka berbicara.
"Ada apa, Rora?" tanya Ahyeon, nada suaranya datar, tanpa emosi.
Rora menelan ludah, mencoba meredam kegugupan yang melandanya. "Aku... aku cuma ingin tahu kabarmu. Aku juga ingin... minta maaf."
Ahyeon memandangnya cukup lama sebelum menjawab. "Aku baik-baik saja. Dan soal maaf, aku sudah memaafkanmu."
"Lalu kenapa kamu terus menjauh..." gumam Rora, hampir tak terdengar.
Ahyeon menghela napas panjang. "Rora, aku tidak menjauh untuk menyakitimu. Aku menjauh untuk menyembuhkan diriku sendiri."
Rora ingin mengatakan lebih banyak, tapi Pharita kembali dengan segelas minuman, seperti sengaja memotong momen itu. "Maaf ganggu, Ahyeon, kamu sudah selesai di sini?"
Ahyeon mengangguk. "Iya, aku rasa kita bisa pergi sekarang."
Rora hanya bisa melihat ketika Ahyeon berjalan pergi bersama Pharita, meninggalkan rasa penyesalan yang semakin dalam di hatinya.
———
Acara akhirnya selesai. Para tamu mulai meninggalkan tempat dengan gemerlap lampu-lampu kota di latar belakang. Ahyeon dan Pharita berjalan beriringan menuju mobil yang telah menunggu. Pharita merapikan mantel Ahyeon, memastikan gadis itu hangat di tengah malam yang dingin.
Namun, langkah mereka terhenti ketika sebuah suara yang tidak asing memanggil dari belakang.
"Ahyeon!"
Ahyeon berhenti, tubuhnya kaku sejenak sebelum perlahan berbalik. Pharita yang berdiri di sebelahnya memperhatikan wajah Ahyeon yang berubah serius.
Rora berdiri di sana, napasnya terlihat membentuk kabut kecil karena dinginnya udara. Wajahnya penuh dengan tekad, meski ada keraguan di matanya. "Bisa kita bicara sebentar?"
Ahyeon menghela napas perlahan. Dia menoleh ke Pharita, seolah meminta pendapat atau mungkin izin. Pharita hanya memberikan senyuman lembut dan menepuk lengan Ahyeon. "Aku tunggu di mobil," katanya pelan sebelum melangkah pergi.
Rora mendekat, berhenti beberapa langkah di depan Ahyeon. "Aku... aku ingin menjelaskan semuanya," kata Rora akhirnya, suaranya bergetar sedikit.
Ahyeon tidak langsung menjawab. Dia hanya menatap Rora dengan mata dingin, sesuatu yang tidak pernah dilakukan sebelumnya.
"Dengar, aku tahu aku sudah membuat kesalahan besar. Tapi aku perlu kamu tahu tentang malam itu," kata Rora, suaranya semakin penuh emosi. "Aku mabuk. Asa membawaku pulang ke apartemenku karena aku tidak bisa pergi sendiri. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa tertidur di sofa, apalagi dengan dia di sebelahku. Aku tidak pernah berniat menyakitimu, Ahyeon. Kamu harus tahu itu."
Ahyeon tetap diam. Wajahnya tidak menunjukkan emosi, tapi matanya mulai berkaca-kaca. "Aku sudah tahu, Rora."
Rora terlihat terkejut. "Kamu... sudah tahu?"
"Ya," jawab Ahyeon dengan suara pelan namun tegas. "Asa menjelaskannya kepadaku. Dia bilang itu semua adalah kesalahannya dan dia meminta maaf untuk semuanya."
Rora merasa lega untuk sesaat, tapi itu tidak berlangsung lama ketika Ahyeon melanjutkan.
"Tapi itu tidak mengubah apa yang kurasakan, Rora," kata Ahyeon, suaranya mulai bergetar. "Aku percaya padamu. Aku menyerahkan semua perasaanku untuk kamu jaga, dan malam itu..." Ahyeon berhenti, menarik napas dalam. "Malam itu, aku merasa kamu menghancurkan kepercayaan itu, meskipun mungkin bukan sepenuhnya salahmu."
Rora merasa tubuhnya melemas. "Ahyeon, aku minta maaf. Aku benar-benar minta maaf. Beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya."
Ahyeon menatapnya, kali ini dengan mata yang penuh kesedihan. "Aku butuh waktu, Rora. Waktu untuk menyembuhkan rasa sakitku, waktu untuk mencari tahu apakah aku bisa percaya lagi padamu."
"Apakah itu berarti..." Rora terhenti, suaranya nyaris tak terdengar.
"Bukan berarti aku tidak mencintaimu lagi," kata Ahyeon dengan lembut. "Tapi aku tidak bisa kembali begitu saja setelah semua yang terjadi."
Rora menundukkan kepalanya, merasa dunianya runtuh sekali lagi.
"Terima kasih sudah berani menjelaskan," kata Ahyeon akhirnya. "Tapi aku harus pergi sekarang."
Ahyeon berbalik menuju mobil, di mana Pharita sedang menunggu. Dia melihat Ahyeon mendekat dengan ekspresi yang sulit dibaca. Pharita tidak bertanya apa-apa, hanya membuka pintu mobil dan membiarkan Ahyeon masuk lebih dahulu.
Rora berdiri di tempatnya, menyaksikan mobil itu pergi, membawa pergi orang yang paling dia cintai. Dia tahu, malam ini mungkin adalah awal dari perjuangan panjangnya untuk mendapatkan kembali kepercayaan Ahyeon—jika itu masih mungkin.
.
.
.
Pilihan Ahyeon ada di chapter selanjutnya...
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Artist
RomanceRora, aktris muda yang membintangi drama-drama populer dan film yang sukses secara komersial. Karismanya di layar, ditambah dengan kemampuan akting yang mendalam, membuatnya disukai oleh publik dan diakui oleh kritikus. Ahyeon, solois muda yang naik...