Pilihan dan Jarak

337 52 3
                                        


Kehidupan Ahyeon dan Rora semakin terasa berat. Meski mereka berusaha mempertahankan hubungan dengan saling mendukung, tekanan dari luar terus menghantam dengan keras. Ahyeon, yang semula dikenal sebagai solois muda berbakat, kini lebih dikenal karena hubungannya dengan Rora. Itu bukanlah sesuatu yang diinginkannya.

Setiap hari, manajernya datang dengan berita baru tentang sponsor yang mundur, wawancara yang ditolak, atau kolaborasi yang dibatalkan. Meski ia terus menciptakan musik berkualitas, publik tampaknya lebih tertarik pada drama yang melibatkan hubungannya daripada karyanya.

Sementara itu, Rora juga menghadapi dilema di kariernya sebagai aktris. Banyak sutradara yang mulai meragukan profesionalismenya karena sorotan pada kehidupan pribadinya. Peran-peran utama yang ditawarkan kepadanya semakin berkurang, digantikan oleh tawaran peran kecil yang tidak sejalan dengan ambisinya.

Saat malam, setelah hari yang sangat melelahkan, Ahyeon pulang ke apartemennya. Ia menutup pintu dengan pelan, merasa beban dunia berada di pundaknya. Di ruang tamu, ia melihat Rora duduk di sofa, wajahnya tampak letih. Di meja ada secarik kertas—kontrak drama terbaru yang ditawarkan kepada Rora, tapi dengan syarat ketat bahwa ia harus menjaga citra pribadinya tanpa kontroversi.

"Bagaimana hari ini?" tanya Rora tanpa menoleh.

"Capek," jawab Ahyeon, lalu duduk di samping Rora. "Kamu sendiri?"

Rora hanya mengangkat bahu. "Aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Semuanya semakin rumit."

Ahyeon terdiam sejenak, mencoba merasakan apa yang sedang dirasakan oleh Rora. Ia bisa merasakan ada sesuatu yang tak terkatakan. Mereka saling mencintai, tapi keadaan mulai memaksa mereka untuk bertanya-tanya apakah cinta saja cukup.

"Aku lelah," kata Ahyeon akhirnya. "Lelah harus selalu berjuang melawan dunia yang tidak pernah berhenti menuntut lebih. Apa yang harus kita lakukan, Rora? Aku tidak ingin kehilanganmu, tapi aku juga tidak tahu apakah aku bisa terus begini."

Rora menatap Ahyeon dalam-dalam. Ada kesedihan di matanya yang tidak bisa disembunyikan. "Aku juga merasa begitu. Tekanan ini... kadang rasanya tidak tertahankan. Kita harus selalu mempertimbangkan setiap langkah, setiap kata yang kita ucapkan."

Ahyeon menggenggam tangan Rora erat-erat. "Tapi aku tidak ingin menyerah. Kita sudah terlalu jauh."

"Aku juga tidak ingin menyerah," kata Rora pelan. "Tapi aku mulai berpikir... apakah ini semua benar-benar sepadan? Aku merasakan beban yang semakin besar. Bukan hanya dari dunia luar, tapi juga dari dalam diriku sendiri."

Kata-kata Rora menghantam Ahyeon dengan keras. Ia tahu bahwa Rora selalu menjadi tiang penyangga dalam hubungan ini—seseorang yang lebih dewasa dan selalu memberi dukungan. Tapi sekarang, Ahyeon bisa merasakan bahwa bahkan Rora pun mulai goyah.

"Apa yang kamu maksud?" tanya Ahyeon pelan, suaranya hampir pecah.

Rora menghela napas panjang. "Mungkin kita butuh waktu. Waktu untuk diri kita sendiri, untuk bernafas tanpa harus selalu merasa diawasi. Aku ingin kita tetap bersama, tapi aku tidak tahu apakah hubungan ini bisa bertahan dengan tekanan seperti ini."

Air mata mulai menggenang di mata Ahyeon, tapi ia berusaha menahannya. "Kamu mau kita berpisah?"

"Bukan berpisah," jawab Rora cepat. "Hanya... memberi ruang. Aku rasa kita butuh waktu untuk merenungkan apa yang benar-benar kita inginkan. Tekanan ini bukan hanya tentang karier, tapi juga tentang bagaimana kita menjalani hidup kita."

Ahyeon terdiam, merasakan kepedihan yang mendalam. "Aku tidak tahu apakah aku bisa tanpamu, Rora."

"Aku juga merasa begitu," kata Rora dengan suara serak. "Tapi aku juga merasa kita perlu ini, sebelum semuanya benar-benar hancur."

ArtistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang