47. Sandiwara - 2 (Eli)

937 113 16
                                        

~ Sequel dari chapter 45 "Sandiwara" ~

~~~~~~~~~~~~~~

Eli mengayuh sepedanya dengan tidak semangat. Waktu sepagi ini biasanya ia gunakan dengan menikmati sarapan paginya yang sederhana. Atau paling tidak, ia akan menikmati keheningan dengan duduk di sofa sambil menyelimuti dirinya dan mengosongkan pikirannya sambil mendengarkan berita di televisi.

Ia sangat suka melakukan hal tersebut. Bukan tanpa alasan, ia hanya merasa dengan melakukan hal tersebut, ia akan melupakan semua beban beratnya walau hanya sebentar saja. Terus menerus memikirkan nasib malangnya hanya akan membuatnya semakin stres.

Eli menghentikan laju sepedanya di sisi jalan. Ia kemudian merogoh saku kanan jaketnya. Ia ingat ia masih menyimpan beberapa uang receh di dalamnya. Sungguh, ia sebenarnya sangat kelaparan pagi ini. Kemarin malam dirinya terlalu lelah untuk sekedar mengisi perut kosong dan langsung merebahkan dirinya hingga tertidur pulas di atas kasur.

"Huhh... Untung saja masih cukup untuk membeli sebungkus roti pagi ini."

Eli kembali memasukkan uangnya tadi dan mulai mencari-cari toko roti yang kiranya sudah buka pagi ini. Namun, nihil. Sudah bermeter meter ia berkeliling tapi belum juga menemui toko roti yang sudah buka.

Gadis itu mulai lelah. Lelah akan kakinya yang terus mengayun sepeda sejak tadi dan juga lelah akan bunyi-bunyi gemericik dari perut laparnya sejak tadi.

"Arrgghhh... Gara-gara si brengsek itu, aku jadi tidak bisa sarapan pagi ini, sialan!" Serapah dengan putus asa.

Eli kembali menaiki sepedanya dan mengayuhnya sekali lagi. Kali ini tujuannya adalah kantin kampus. Ia yakin sekali kantin kampusnya sudah buka dan menjajakan makanan beraneka ragam. Setidaknya akan ada satu jenis makanan yang sesuai dengan isi kantongnya yang menipis.

.
.
.
.

Sesampainya di kantin kampus, Eli melihat ada seorang siswa yang tengah asik merokok di sudut. Siswa itu bernama Ollan. Eli mengenalnya bahkan mereka sering satu kelas. Tapi gadis itu enggan mendekat. Alasannya? Sudah jelas karena ia seorang anti sosial.

Kalau diingat-ingat, tepat di semester semester awal, Eli bukan seorang anti sosial. Bahkan ia termasuk gadis yang cukup supel dan menyenangkan. Tapi... Semenjak ia harus menghidupi dirinya sendiri, semuanya berubah total. Bukan, bukan karena teman-temannya menjauhinya, justru Eli sendiri yang sengaja memberi garis batas diantara mereka. Ia hanya tidak ingin teman-temannya mengasihani dirinya. Ia benci dikasihani.

Ketika sibuk mengunyah sarapan pagi yang seadanya, ponselnya berdering dengan keras. Eli menghentikan aktivitasnya lalu segera merogoh ke dalam tasnya untuk mencari ponsel miliknya.

"Eh?"

Bukannya menemukan ponselnya, justru ia mendapati sebuah kotak bekal berukuran sedang di dalam tasnya. Eli mengeluarkan kotak bekal itu. Tak salah lagi, ini adalah menu sarapan yang Gita buatkan untuknya pagi ini. Tapi... Kapan kulkas dua pintu itu masuk ke kamarnya dan memasukkan bekal ini?

Ah, tentu saja. Itu pasti terjadi ketika ia sibuk menangis di dalam kamar mandi.

Gadis itu menghela nafas. Tanpa sadar ia meremas kuat kotak bekal itu. Dalam sisi hatinya ada secuil keinginan untuk menyantap masakan kesukaannya itu, namun di sisi lain egonya menolak keras-keras. Untuk apa juga ia menelan masakan dari si penipu brengsek itu?

Gita & Cerita Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang