40. Potret (Gracia)

865 109 20
                                    

Ckrek!

Ckrek!

Ckrek!

"Gracia!"

Aku tersentak sesaat sebuah panggilan terdengar di telingaku. Menatap dengan gugup sosok yang ada di depanku yang tengah menatapku dengan tajam, Gitasena.

"E-eh, A-apa?"

"Pliss deh, mau sampai kapan kau akan terus memotretku, hm?" Tanya Gita.

"S-siapa juga yang memotretmu. Nggak usah kepedean deh, Git!" Jawabku berusaha mengelak dari kebenaran.

"Oh ya? Kalo gitu, coba siniin kameramu biar kulihat apa yang daritadi kau foto." Ucap Gita sambil melangkahkan kakinya mendekatiku. Seriangaian yang muncul di wajah tampannya tampak sangat menyebalkan sekali.

"Dih! Enak aja! Nggak boleh ya, ini privasi, tau!"

Aku langsung mengelak. Dengan cepat aku menyembunyikan kamera yang kumiliki di balik tubuhku.

"Hmm... Aku jadi makin yakin kalau kau memang memotretku daritadi." Ucap Gita sambil berusaha mengambil kameraku.

Aku berlari menjauh, tetap bersikeras untuk tidak menyerahkan kamera milikku kepadanya. Kujulurkan lidahku, mengejeknya sambil terus berlari.

Hahaha, tidak, tidak akan pernah.

Aku tidak akan pernah menyerahkan kamera ini sebab aku tak ingin dia tau seluruh isi kamera ini adalah potret dirinya.

.
.
.

Ckrek!

"Tuh, kan. Seperti yang kuduga, kau memang sengaja memfotoku terus-terusan."

"Nggak ya! Enak aja! Aku ngefoto pemandangan di belakangmu itu. Pemandangan itu terlihat sangat indah untuk ku abadikan." Ucapku mengelak.

Aku tidak bohong, pemandangan di belakang Gita memang sangat indah. Tapi seperti yang kalian tau... Gita tetaplah satu-satunya objek yang paling indah untuk kuabadikan dan kurekam dengan kamera ini.

.
.
.

"Graciaa, bisakah kau berhenti memotretku terus-terusan?"

"Ishhh, udah kubilang aku sama sekali tidak memotretmu. Gimana sih kau bisa sangat kepedean kayak gitu?"

"Tombol Shutter kameramu, Gracia sayang! Matikan saja kalau kau tidak ingin aku tau kau selalu memotretku diam-diam."

Pipiku merona sempurna. Kau curang sekali, Git. Dengan begitu mudahnya kau menyerangku dengan panggilan 'sayang'. Tidakkah kau tau hatiku langsung amburadul dalam seketika?

Hahhh.... Lagian tombol shutter kameraku ini memang tidak bisa dihilangkan tau....

.....Sama seperti perasaanku padamu yang juga tidak bisa dihilangkan.

.
.
.

"Hahaha, kau memang yang terbaik Gre. Hasil potret kameramu sangat bagus sekali! Tidak salah aku sudah meminta tolong padamu."

"Huh, tentu saja! Aku ini seorang profesional tau!"

"Hahaha, iya deh iya. Kau memang sahabat terbaikku, Gre. Minggu depan minta tolong ya."

Hahaha, iya. Aku memang yang terbaik dan profesional dalam memotret segala objek, apalagi dirimu, Git.

Tapi...... di sisi lain aku sangat tidak profesional dalam mengatasi perasaanku padamu.

.
.
.

Ckrek!
Ckrek!
Ckrek!
Ckrek!
Ckrek!
Ckrek!
Ckrek!
Ckrek--

"Hei, hei Gre...."

"I-iya."

"Udah cukup kali. Kurasa kau terlalu banyak memotret ku daripada yang seharusnya, hmm." Ucap Gita dengan alis yang terangkat sebelah, heran.

"K-kau gimana sih! Yang namanya fotografer itu memang harus memotret ratusan kali agar bisa memilih hasil yang paling bagus, tau!"

"Iya deh iya, terserah kau saja."

"Hmph! Aku kan sudah bilang, aku ini fotografer profesional. Nanti jika sudah selesai kucetak, akan kukirimkan album-albumnya ke rumahmu, oke."

"Hmm.. siap bos. Kau memang benar-benar sahabat terbaikku, Gre."

Satu ulas senyum Gita berikan padaku, disertai dengan acungan jempol darinya sebelum ia melangkahkan kakinya kembali ke arah pelaminan yang terlihat sangat indah sekali.

Iya, pelaminan. Tempat dimana Gita tersenyum bahagia dengan seorang gadis yang tampak sangat bahagia, Shani. Seorang gadis yang sangat anggun yang telah Gita temukan untuk menjadi pasangan sehidup sematinya.

Aku tersenyum miris lalu lanjut memotretnya lagi, sambil terus berharap kamera ini tidak akan rusak karena air mataku yang terus menetes daritadi.

Hehe....

Maaf.. maaf Git ... Maaf, aku memotretmu jauh lebih banyak dari yang seharusnya.

Karena mungkin... Ini adalah hari terakhir aku bisa mengabadikan potretmu dalam kameraku.

Mungkin juga ini adalah hari terakhirku sebagai sahabatmu untuk bisa bersamamu.

Juga hari terakhirku untuk bisa mengharapkan cinta kepadamu.

Tapi... Aku mohon... Boleh kan jika aku ingin terus menyimpan rasa ini?

Aku takut, Git. Aku takut, aku tak sanggup untuk berhenti mencintaimu.

Semoga kau bahagia bersama pilihanmu, Gitasena.

.
.
.

~ Potret ~
.
.
.

Cerita yang uwu lagi untuk kalian semua wkwkw

Jangan lupa vote ya babi 👌

Adiosss

© MgldnMn

Gita & Cerita Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang