Malam itu, hujan turun dengan deras, membasahi seluruh kota. Tetesan air menghantam jendela kamar Alara, menciptakan ritme yang teratur namun menenangkan. Di dalam kamarnya yang hangat dan nyaman, Alara duduk dengan tenang di dekat rak buku, tenggelam dalam dunia novel yang ada di pangkuannya. Cahaya lampu meja menerangi halaman-halaman buku, sementara sisanya tertelan oleh bayangan malam yang pekat.
Alara baru saja menyadari, sebagian besar uang sakunya yang terlalu banyak telah dihabiskan untuk memborong buku-buku bacaan. Novel demi novel berbaris rapi di raknya, memenuhi koleksi yang sudah ia impikan. Hujan yang lebat di luar hanya menambah alasan untuk tetap tinggal di dalam, meringkuk dengan buku di tangannya.
Ketika jarum jam menunjukkan pukul delapan malam, Alara mulai merasa kantuk menyerang. Besok adalah hari Minggu, dan ia bisa sedikit lebih santai karena tak harus langsung berhadapan dengan jam pelajaran pagi. Ia menutup bukunya dengan lembut, bersiap untuk tidur lebih awal.
Namun, niatnya urung ketika suara keras tiba-tiba terdengar dari arah depan rumah. Gedoran keras, begitu menggema dan memecah keheningan, membuat jantungnya berdebar. Gedoran itu datang lagi, berkali-kali, semakin mendesak dan penuh intensitas. Alara terdiam sejenak di tempatnya, perasaan takut merayap pelan di punggungnya. Semua pekerja rumah sedang libur, jadi tidak ada orang lain di rumah kecuali dirinya.
Siapa yang datang malam-malam begini? pikirnya, mencoba menenangkan diri. Namun, ketakutan itu semakin kuat ketika ia teringat akan hari yang kacau—seseorang yang mungkin datang lagi untuk mengacau.
Setelah beberapa saat merenung dalam diam, Alara mengumpulkan keberaniannya. Ia menuruni tangga dengan hati-hati, langkahnya pelan dan penuh waspada. Gedoran di pintu tidak berhenti, membuat suasana semakin mencekam. Tangannya meraih kunci pintu utama, sedikit gemetar. Dengan napas tertahan, ia memutar kunci dan membuka pintu perlahan.
Saat pintu terbuka, pemandangan di depannya membuat Alara kehabisan kata-kata.
Di sana, bersandar lemah di pintu, adalah Jeremy. Tubuhnya basah kuyup, penuh dengan lebam dan luka di beberapa bagian. Rambutnya yang biasanya berantakan kini menempel di wajahnya karena hujan yang deras. Bajunya kotor, dan napasnya berat seolah-olah ia baru saja melewati sesuatu yang mengerikan.
Alara berdiri terpaku. Pikirannya kosong, bingung bagaimana harus bereaksi. Jeremy, yang biasanya terlihat begitu kuat dan tak terjamah, kini tampak begitu rapuh di hadapannya.
"Kak..." hanya itu yang bisa keluar dari bibirnya, nyaris tak terdengar di tengah hujan yang terus mengguyur.
Jeremy mendongak perlahan, matanya yang sayu akhirnya bertemu dengan pandangan Alara yang dipenuhi kecemasan. Alara berdiri di ambang pintu, tubuhnya membeku, tapi matanya berbicara lebih banyak dari apa pun yang bisa ia ucapkan. Setetes air mata jatuh tanpa disadari, meluncur perlahan di pipinya, menandakan betapa hancurnya perasaannya melihat keadaan Jeremy seperti ini.
Jeremy menatap gadis itu dengan pandangan lelah, seolah ada ribuan kata yang ingin ia sampaikan, tapi bibirnya tak mampu mengucapkannya. Dalam keheningan yang tegang, hanya hujan deras yang menjadi saksi pertemuan ini. Di balik semua rasa sakit yang meliputi tubuhnya, ada keinginan kuat yang mendesak dalam hati Jeremy: dia ingin memeluk Alara. Sekali lagi. Meski ia tak yakin apakah Alara akan mengizinkannya—setelah semua yang terjadi, setelah pertengkaran hari itu, apakah Alara masih peduli padanya?
Namun, keinginan itu tetap tertahan. Tenaganya sudah habis, tubuhnya terasa berat bahkan untuk sekadar bergerak, apalagi bicara. Napasnya pendek-pendek, sesekali diselingi desahan lelah, seperti semua beban dunia sedang berada di pundaknya. Lidahnya kelu, hanya tersisa tatapan lelah dan kosong yang berusaha menyampaikan rasa bersalah tanpa kata-kata.

KAMU SEDANG MEMBACA
Threads of Fate
FanfictionBagaimana jika rahasia keluarga kaya dan penuh kuasa tak lagi hanya menjadi cerita fiksi, tetapi menyelimuti kenyataan hidup mereka? Di tengah kehidupan keluarga kaya yang penuh intrik, seorang gadis tumbuh menyimpan rasa ragu pada mereka yang sehar...