13. Gossamer Threads

7 1 0
                                    

Setelah menghabiskan waktu di apartemen Jeremy, Alara merasa kelelahan. Dia menghabiskan seluruh energinya untuk mendengarkan cerita Jeremy, merawat lukanya, dan mendukungnya. Saat pulang, keinginan untuk melepas penat sangat kuat, namun ketika dia tiba di rumah, sesuatu yang aneh menyambutnya. Di teras rumahnya, tiga koper besar bertengger dengan angkuh, seolah-olah mengintimidasi siapa pun yang berani mendekat.

Alara memperhatikan koper-koper itu dengan rasa curiga. Siapa yang datang? Atau siapa yang hendak pergi? Dia mengerutkan dahi dan melihat jam tangannya. Jam sembilan malam. Althan pasti masih di akademi anggar, seperti biasanya. Tidak mungkin dia kembali begitu cepat jika ada urusan di akademi. Lalu, untuk siapa koper-koper ini?

Dia melangkah masuk ke dalam rumah, menatap sekelilingnya. Suasana sunyi menyelimuti, seolah-olah rumahnya sedang menyimpan rahasia besar. Semua pekerja tidak ada di rumah di hari Senin seperti ini. Dengan rasa penasaran yang semakin menggelora, Alara melangkah lebih dalam ke dalam rumah, dan tiba-tiba dia mendengar suara yang familiar.

Di ruang tamu, seorang remaja lelaki seumurannya duduk santai di sofa, konsentrasi penuh pada permainan video di depan layar. Alara menyipitkan mata, mencoba mengenali wajahnya. Dia tak pernah melihatnya sebelumnya, namun ada sesuatu yang mencolok tentangnya—headband di kepalanya, yang memberi kesan sporty dan energik.

"Siapa lo?!" teriak remaja itu tanpa melihat ke arah Alara, matanya tetap tertuju pada layar.

Alara tidak mengira dia akan menemukan seseorang di rumahnya, apalagi yang begitu santai. Instinctnya langsung bereaksi. Dia meraih vas bunga terdekat, mengangkatnya tinggi-tinggi, dan menodongkan ke arah remaja itu.

"Jangan bergerak!" serunya, berusaha terdengar tegas meski hatinya berdegup kencang.

Remaja itu menoleh, terkejut dengan sikapnya. "Wah, ada gadis asing masuk ke rumahku!" serunya, dengan nada bercanda meskipun tatapannya menunjukkan rasa terkejut yang nyata.

Momen konyol itu membuat Alara dan remaja itu terdiam sejenak, sebelum keduanya meledak dalam tawa, meski situasi masih tegang. Koper-koper di luar rumah dan kehadiran orang asing di dalamnya menciptakan suasana yang janggal, tapi untuk saat ini, semua itu terasa lebih ringan dengan tawa mereka.

"Gadis asing?" tanya Alara dengan kesal, suara tegasnya bergema di ruang tamu. Dia tidak percaya remaja itu bisa berani mengklaim rumahnya. "Ini rumah gue! Keluar lo sekarang!"

"Lah, ini rumah gue!" debat remaja lelaki itu dengan nada sama kerasnya, seolah mengabaikan kehadiran Alara sepenuhnya.

Perdebatan itu berlanjut seperti dua anak kecil yang berebut mainan, saling serang dengan argumen yang tidak masuk akal. Alara berusaha menodongkan vas bunga itu ke arah wajahnya, tetapi remaja itu hanya menatapnya dengan skeptis, seolah tantangan itu tidak berpengaruh.

"Lo berani-beraninya masuk ke rumah orang tanpa izin, dan lo bilang ini rumah lo?" Alara menekankan setiap kata, matanya tidak berkedip.

"Kenapa? Apa lo mau ngusir gue? Coba aja!" balas remaja itu, tersenyum nakal sambil menempelkan punggungnya ke sofa.

Alara menggigit bibirnya, semakin kesal. "Koper-koper di depan itu milik siapa? Coba jelasin!"

Dia menyadari, mungkin mereka tidak akan mencapai kesepakatan tanpa mengungkapkan siapa yang sebenarnya berhak berada di situ. "Gue yakin ini rumah gue, dan lo tidak punya hak di sini!"

"Gue tidak peduli! Lo bukan pemilik rumah ini! Coba aja tanya sama yang punya!" balasnya, terlihat semakin berani.

"Siapa yang punya?" tantang Alara, berusaha untuk tidak terpengaruh oleh keberanian remaja itu.

Threads of FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang