Di luar ruang perawatan intensif, deretan kursi tunggu rumah sakit yang berwarna abu-abu terlihat suram, dipenuhi dengan kesunyian yang menggantung. Lampu-lampu di langit-langit koridor bersinar redup, memberikan cahaya dingin yang menciptakan bayangan panjang di lantai marmer putih. Alara duduk di salah satu kursi itu, matanya terpaku ke arah pintu yang tertutup rapat di seberangnya. Hatinya seperti tertahan di antara ketakutan dan harapan yang lemah, suaranya tercekik di tenggorokan yang terasa kering. Semua terasa hampa dan dingin, seakan waktu berhenti di tempat itu.
Beberapa menit berlalu dalam kesunyian yang menyiksa, hingga suara langkah berat terdengar mendekat. Althan datang, wajahnya lelah namun tetap tenang. Ia duduk di samping Alara tanpa sepatah kata, memberikan kehadiran yang tak perlu dijelaskan. Ia meraih tangan Alara perlahan, merasakan jari-jari adiknya yang dingin dan gemetar. Dengan gerakan lembut namun tegas, ia merangkul tubuh Alara, menariknya ke dekatnya seolah ingin menyalurkan kehangatan yang ia sendiri sulit rasakan.
"Jeremy bakal baik-baik aja," katanya, suaranya terdengar tenang meski sikapnya tetap dingin, seperti selalu. Ia tidak pandai mengungkapkan emosi, tapi Alara bisa merasakan usaha kakaknya untuk menenangkannya. Nada suara Althan—meski penuh keyakinan—terdengar sedikit gemetar, dan itu membuat Alara menoleh.
Dengan mata yang berkaca-kaca, Alara memandang lurus ke depan, tak sepenuhnya memedulikan rangkulan Althan. Pikirannya berantakan, berputar-putar di sekitar apa yang baru saja terjadi di gedung olahraga. Semua terasa seperti mimpi buruk yang tak kunjung berakhir.
"Lo tahu soal ini?" Suaranya nyaris tanpa emosi, seolah-olah ia sedang menanyakan hal yang tak berarti, namun di dalamnya ada ketakutan yang ia tahan mati-matian.
Althan menghela napas pelan. "Lo ketemu Jeremy dengan versi terbaiknya dia," jawabnya, hatinya penuh kehati-hatian dengan setiap kata yang ia pilih. "Lo bahkan ga percaya waktu gue bilang Jeremy ga sebaik yang lo tau." Kata-katanya terasa tegas, namun juga pedih, seolah ada sesuatu yang sangat berat yang selama ini ia tahan sendirian.
Alara mengangguk kecil, namun matanya tetap kosong, memandangi lantai marmer yang dingin. Ia tidak bisa membantah, karena memang benar—Jeremy yang ia kenal selalu tampak lembut dan perhatian. Tetapi tadi... di gedung olahraga, dia melihat sisi lain yang belum pernah ia bayangkan.
"Gue berani bilang Jeremy butuh lo," lanjut Althan, kali ini nadanya lebih lembut, meski tetap tegas. "Tapi gue ga bisa maksa kalau lo gabisa bertahan sama Jeremy yang kaya tadi, Alara." Kata-kata itu menusuk jantung Alara, membawa kesunyian koridor rumah sakit semakin dalam. Udara seolah semakin dingin, membuatnya menggigil tanpa alasan.
Alara menggigit bibirnya, menahan perasaan yang meluap-luap dalam dadanya. Dia tidak ingin menangis, tidak di depan Althan, tapi air mata itu sudah menggenang, menunggu saat yang tepat untuk pecah. Koridor rumah sakit, yang awalnya penuh dengan langkah-langkah sibuk para perawat dan dokter, kini terasa sepi. Hanya ada suara detak jam dinding dan mesin di dalam ruang perawatan yang samar-samar terdengar.
"Mau lo masih benci sama gue," Althan memecah keheningan, suaranya sedikit bergetar, meski tatapannya tetap dingin dan tegas, "yang terpenting gue masih kakak lo. Gue berhak khawatir sama lo." Dia berhenti sejenak, menghela napas dalam, seolah berusaha mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan sesuatu yang lebih. "Dan—"
"Gue sayang sama Kak Jer," suara Alara memotong kalimatnya, bergetar dan lirih. Pengakuan itu keluar begitu saja, seperti pengakuan yang selama ini tersembunyi di dasar hatinya. Ia tidak lagi bisa menghindar dari kenyataan bahwa hatinya sudah terbuka untuk Jeremy, meski pria itu menunjukkan sisi kelam yang mengerikan.
Seolah tak tahan lagi, air mata mengalir deras di pipi Alara, tanpa henti. Ia merasa rapuh, lebih rapuh dari sebelumnya. Althan terdiam, menatap adiknya yang akhirnya jujur pada perasaannya sendiri, dan tanpa banyak bicara lagi, ia menarik Alara dalam pelukannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Threads of Fate
FanfictionBagaimana jika rahasia keluarga kaya dan penuh kuasa tak lagi hanya menjadi cerita fiksi, tetapi menyelimuti kenyataan hidup mereka? Di tengah kehidupan keluarga kaya yang penuh intrik, seorang gadis tumbuh menyimpan rasa ragu pada mereka yang sehar...