"Matanya dipake!" sergah Alara ketus kepada seseorang yang baru saja menabraknya.
Orang itu, seorang siswa yang tampak sedang terburu-buru, menoleh cepat ke arah Alara dengan ekspresi terkejut. Tangannya, yang baru saja terulur untuk membantu Alara berdiri, membeku di udara. Tak disangkanya, teguran itu yang akan ia terima sebagai imbalan atas kecerobohannya. Seumur hidupnya, belum pernah ada yang berbicara padanya dengan nada sekasar itu—kecuali satu orang, yang tiba-tiba terlintas dalam pikirannya.
"Maaf, gue tadi buru-buru," ucapnya, menarik kembali tangannya saat melihat Alara sudah bangkit sendiri, tanpa sedikitpun berniat menerima bantuannya. Alih-alih membalas, Alara hanya meliriknya sekilas dengan tatapan dingin sebelum berbalik pergi begitu saja, meninggalkannya dengan wajah penuh kekesalan.
"Wah, junior sekarang nyalinya gede juga," gumamnya pelan sambil tersenyum setengah tak percaya, menatap punggung Alara yang semakin menjauh.
Sekolah masih sepi pagi itu. Sesuai jadwal, pembukaan MOS baru akan dimulai setengah jam lagi di aula utama. Alara adalah salah satu peserta pertama yang datang pagi-pagi sekali, bahkan sebelum murid lain ramai berdatangan. Ia tidak langsung menuju aula seperti peserta lainnya. Rok seragamnya sedikit kotor akibat terjatuh, dan hal pertama yang terlintas di benaknya adalah membersihkannya. Alara berjalan pelan menuju kamar mandi, berusaha mengumpulkan pikirannya yang berantakan setelah kejadian tadi.
Sambil mencuci tangannya di wastafel, Alara menatap bayangannya di cermin. Matanya menyipit, berusaha memahami perasaannya sendiri. Sejujurnya, ia jarang sekali berbicara seketus itu kepada orang lain. Biasanya, ia lebih suka menahan diri, berusaha bersikap baik, dan menghindari konflik. Tapi kali ini berbeda. Mungkin, seharusnya memang begitu. Selama ini, ketika ia bersikap terlalu baik, orang-orang malah cenderung bersikap semena-mena padanya. Kejadian pagi ini adalah bukti; setidaknya, orang yang menabraknya tadi tidak menginjak-injaknya, seperti yang biasa dilakukan murid di sekolah lamanya.
Pelan-pelan, keramaian mulai terdengar dari luar kamar mandi. Mungkin peserta MOS lainnya sudah mulai berdatangan. Alara menarik napas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya perlahan. Ia menatap dirinya sekali lagi di cermin, meyakinkan diri.
Nama gue Alara, gue bukan cewek lemah. Gue bisa berteman sama semua orang. Ucapnya dalam hati, mencoba menanamkan keberanian di dalam dirinya.
Ia keluar dari kamar mandi dan segera melihat pemandangan yang mulai sibuk di halaman sekolah. Para murid dengan seragam MOS mereka berbondong-bondong menuju aula, terlihat bersemangat. Alara mengikuti arus itu, berjalan dengan langkah mantap, meskipun perasaan cemas masih menyelimuti hatinya. Tanpa ia sadari, beberapa siswi mulai memperhatikannya dari kejauhan, berbisik-bisik sambil melirik ke arahnya. Alara mendengar mereka, tetapi tidak menghiraukannya. Ia sudah terlalu sering mengalami situasi seperti ini—bisikan, tatapan sinis, dan pembicaraan di belakangnya.
Ketika tiba di aula, Alara segera mencari kelompoknya. Kelompok tujuh. Di depan sana, tepat di dekat panggung, papan nama kelompoknya terlihat jelas. Ah, di depan, pikirnya sedikit kesal. Ini berarti ia harus mendengarkan ocehan para senior lebih dekat. Ia berjalan mendekat dengan harapan sederhana: semoga teman-teman kelompoknya kali ini ramah.
"Permisi?" panggil Alara ketika melihat beberapa anggota kelompok tujuh sudah duduk di sana.
Alih-alih menjawab, mereka hanya saling berbisik satu sama lain. Alara mengangkat sebelah alisnya, bingung. Apakah keramahannya gagal? Apakah ia akan selalu menjadi orang yang diasingkan, bahkan di sekolah barunya ini? Awalnya, perasaan asing dan terbuang itu memenuhi pikirannya, hingga...
"Hey, Alara ya?" Sapa seorang gadis yang baru saja datang dengan seragam MOS yang sama. Alara mengangguk kecil, tersenyum simpul. "Kata kak Jer Alara cantik, tapi gue nggak tahu kalo secantik ini."

KAMU SEDANG MEMBACA
Threads of Fate
FanfictionBagaimana jika rahasia keluarga kaya dan penuh kuasa tak lagi hanya menjadi cerita fiksi, tetapi menyelimuti kenyataan hidup mereka? Di tengah kehidupan keluarga kaya yang penuh intrik, seorang gadis tumbuh menyimpan rasa ragu pada mereka yang sehar...