10. Woven Hopes

3 0 0
                                    

piiip piiip

Komputer yang sudah menyala semalaman di sebuah kamar mewah dengan langit-langit tinggi itu tampak hendak menampilkan error untuk kesekian kalinya. Senyumnya yang ceria kini sedikit memudar, tergantikan dengan kerut frustasi di dahinya. Ia bahkan tidak henti hentinya mondar mandor kesana kemari, dari setiap sudut kamar ke sudut lainnya. Headband yang dikenakannya pun sudah miring, rambut basah dari latihan sore tadi masih sedikit berantakan. Meskipun begitu, ia tetap terlihat santai, meski saat ini ada yang membuatnya gelisah.

Satu tangan memegang ponsel yang terus bergetar, sementara tangan lainnya sibuk memencet tombol di keyboard komputer mewah di mejanya. Ia hanya menginginkan satu hal—selembar tiket pesawat untuk penerbangan esok pagi. Tiket yang sangat terbatas itu membuatnya bingung, karena ia bisa saja meminta dijemput dengan jet pribadi milik "si tua bangka" yang memiliki segalanya. Namun, entah kenapa, ia ingin pamer naik pesawat kepada saudaranya, ya tentu saja dia saudaranya kan? semoga saja ia selalu diakui begitu.

Setelah enam jam berkutat dengan berbagai situs, pada pukul sembilan malam, tiba-tiba notifikasi yang ditunggu-tunggu muncul di layar. Dengan semangat menggebu, ia berteriak kencang, girang, melompat di atas kasur besar yang empuk, hingga beberapa maid yang bertugas di rumah itu harus memeriksa ke dalam, takut jika tuan muda mereka sedang mengalami masalah.

"WOY GUA DAPET WOY!" teriaknya sambil melompat lagi, tidak peduli dengan pandangan penuh tanya dari para maid yang masuk. Malam itu, kegembiraannya seolah tak tertandingi, menghapus semua frustasi yang sempat menghantui.

***

"Ra?," Panggil Jeremy, itu adalah bagian terakhir dari mimpi indahnya, sayangnya ternyata gadis itu tidak ada disampingnya.

Ia terbangun dengan mata setengah terbuka, menyadari kalau hari sudah terang. Dia seharusnya langsung bangun dan bersiap, tapi alih-alih, dia malah berbaring kembali, menatap langit-langit kamar dengan pikiran yang melayang. Kejadian semalam berputar di benaknya—untuk kedua kalinya, gadis itu, yang terus memenuhi pikirannya akhir-akhir ini, memberikan ketenangan yang sangat ia butuhkan. Pelukan hangatnya masih terasa jelas di ingatan, membuat Jeremy tersenyum tipis.

Lama ia terjebak dalam pikirannya, memutar ulang momen demi momen dari semalam, hingga akhirnya ia memutuskan untuk bangkit. Tubuhnya masih terasa lemas, memar-memar di beberapa bagian membuatnya sulit bergerak dengan bebas. Rumah itu tampak sunyi ketika ia membuka pintu kamar tamu dan keluar. Seisi rumah masih tampak sepi, membuatnya bertanya-tanya, kenapa tidak ada yang bangun? Bukankah ia sudah kesiangan?

Namun, saat kakinya menjejak lebih jauh ke dalam lorong, aroma lezat perlahan menyusup ke hidungnya. Itu sup kaldu ayam dengan kentang, wortel, dan sayuran yang sudah lama jadi favoritnya, buatan Althan. Perutnya mendadak berbunyi, dan dengan langkah terseok-seok, ia berjalan menuju dapur, berharap bisa melihat gadis itu lagi.

Sayangnya, begitu ia tiba di dapur, hanya Althan yang ada di sana. Althan sedang menyendok sup ke dalam mangkuk, tapi saat melihat Jeremy masuk, ia menatapnya dengan tajam namun penuh perhatian.

"Lo udah mendingan?" tanya Althan, suaranya tegas, tapi ada nada kekhawatiran di baliknya.

Jeremy mengangguk, meski tubuhnya masih terasa berat. "Ya, dikit," jawabnya pelan, sambil melirik ke sekeliling, diam-diam berharap gadis itu akan muncul dari balik pintu atau dari sudut ruangan. Tapi tidak ada tanda-tanda kehadirannya.

"Alara udah pulang," Jelas Althan yang paham dengan gerak gerik Jeremy. "Makan dulu, nanti gue anter balik ke apart lo kalo lo udah bener bener bisa lari"

"KOK LARI SI AL?!," Teriak Jeremy tidak terima, selemah lemahnya Jeremy, dia masih punya cukup tenaga untuk menentang Althan.

"Ya, terus?," Seperti biasa, respon Althan selalu se kaku itu, entah bagaimana dua remaja dengan dua kepribadian bertolak belakang ini bisa dekat satu sama lain. "Minimal lo bisa lari, biar kalo bokap lo pulang lagi, lo bisa kabur,bukannya nyerahin diri sampe babak belur begitu,"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Threads of FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang