25. Vibrant Intricacies

6 1 0
                                    

Suasana kelas pagi itu terasa begitu ricuh, jauh dari kebisingan biasa. Kertas-kertas berhamburan di meja, sementara beberapa siswa terlihat gelisah, asyik mengecek handphone mereka, bertanya-tanya kepada teman sebangku tentang kabar yang baru saja menyebar. Desas-desus tentang acara yang diadakan oleh sekolah, yang seharusnya menjadi momen merayakan keberagaman, kini menimbulkan keresahan.

"Agak gila?" Kenta berkata sambil meletakkan handphone di atas mejanya, wajahnya mencerminkan kebingungan.

"Setuju, gue belum pernah liat Citra Bhakti segila ini," Hera menjawab, mengerutkan dahi. "Ada masalah apa sih sampai event-nya gonjang-ganjing begini? Biayanya kan ga sedikit, loh."

Kenta mengangguk, sama-sama merasa heran. Mereka berdua saling menatap, mencoba mencerna informasi yang belum sepenuhnya mereka pahami. Namun, Lora, teman sekelas yang biasanya tenang, ikut nimbrung dengan suara penuh semangat.

"Gue juga setuju. Ibaratnya, Heritage Gala itu cuma menguntungkan orang tua kita, tapi Celebration of Diversity ini impact-nya ke kita. Ah, gimana rasanya populer meski cuma sehari?" ujar Lora, pandangannya penuh keyakinan.

Angel, yang baru saja mendekat untuk mendengar obrolan itu, menambahkan, "Iya, bisa jadi ini kesempatan buat kita!" Suaranya merendah, menunjukkan kekhawatiran yang tak terucapkan.

Hera dan Kenta mengangguk setuju, menyadari ada benarnya dalam pendapat mereka. Namun di balik semua semangat itu, mereka berdua lebih khawatir dengan apa yang sebenarnya terjadi di balik kerusuhan ini. Benang merah dari semua informasi yang beredar seakan menyembunyikan sesuatu yang lebih besar, dan ketidakpastian itu membuat rasa cemas mereka semakin membesar. Kelas yang awalnya penuh tawa dan ceria kini dipenuhi bisikan dan tatapan waspada, menciptakan suasana yang seakan menggantung di udara.

Di tengah suara gaduh kelas, saat semua orang sibuk berbicara tentang acara yang sedang diperebutkan, mata Kenta sesekali melirik ke bangku belakang, tempat Sean seharusnya duduk. Bangku itu kosong, tetap sunyi di tengah keramaian yang terus bergemuruh. Pikirannya mulai melayang, mengingat bagaimana Sean biasanya menjadi salah satu siswa yang tak pernah absen dari kelas, bahkan saat ada masalah sekalipun. Tapi ini sudah hari ketiga Sean tidak hadir. Wajah Kenta terlihat tegang, sementara obrolan di sekitarnya menjadi samar—suara temannya bagaikan dengungan yang menghilang di kejauhan.

"Halo? Ken? Kenta?!" panggilan Hera terdengar tajam, menarik Kenta kembali ke realitas.

Ia tersentak, sedikit canggung saat mendapati Hera menatapnya dengan wajah bingung. "Oh, sorry, sorry. Kenapa tadi?" Kenta cepat-cepat mengumpulkan kembali fokusnya, berusaha menutupi kegelisahan yang sempat menguasai pikirannya.

"Temenin gue nyari dress, buat event," Hera mengulang, meskipun nada kesalnya masih terdengar jelas. Dia melipat tangan di dada, menatap Kenta seolah menuntut perhatian penuh.

Kenta mengangguk, tapi alisnya terangkat sedikit bingung. "Emang udah pasti event-nya yang mana?" tanyanya, menatap Hera penuh tanda tanya.

"Belum sih," jawab Hera, menghela napas. "Tapi gapapa deh, gue beli dress buat dua-duanya. Males banget kalau harus cari-cari lagi kalau mepet," ujarnya sambil memutar mata, menunjukkan betapa repotnya menyiapkan sesuatu di menit terakhir.

Kenta mengangguk pelan, tersenyum sedikit untuk menenangkan Hera. Ia mengiyakan ajakan itu, meski pikirannya masih saja tertambat pada bangku kosong milik Sean. Apa yang sebenarnya terjadi? Pikiran itu berputar tanpa henti di benaknya. Ia tahu, sejak awal ia berusaha untuk tidak terlalu memikirkan masalah Sean—itu bukan urusannya, dan ia lebih suka menjaga jarak dari drama yang kerap terjadi di sekolah ini. Tapi ini berbeda. Tiga hari tanpa kabar, dan tiba-tiba saja acara yang seharusnya menjadi pusat perhatian semua orang mendadak kacau. Ada yang terasa janggal, seperti benang yang perlahan terurai di depannya, semakin lama semakin tidak bisa diabaikan.

Threads of FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang