038

1.4K 133 12
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Winta terlelap dengan lengan melingkari tubuh Karina, wajahnya begitu dekat dengan pipi Karina, bahkan hembusan napasnya terasa hangat menyapu kulit perempuan yang tengah tidur dengan tenang itu.

Tapi, di tengah tidur nyenyaknya, Karina merasa ada sesuatu yang mengganggu perutnya. Sebuah rasa mual tiba-tiba menyusup, membuatnya menggeliat tidak nyaman di pelukan Winta. Ia berusaha mempertahankan posisi agar tidak membangunkan Winta, tetapi perasaan mual itu semakin kuat, dan napasnya terasa semakin sesak. Dengan sedikit gemetar, ia menyingkirkan lengan Winta dari perutnya dengan lembut, mencoba untuk tidak menimbulkan suara.

Karina perlahan bangkit dari tempat tidur, sambil menekan mulutnya dengan satu tangan, ia bergegas menuju kamar mandi yang berada di sudut kamar. Ia langsung menuju wastafel, tangan yang tadinya menutup mulutnya kini berpindah untuk menopang tubuhnya yang sedikit lunglai.

Ketika mencapai wastafel, ia langsung membungkuk, menundukkan wajahnya di atas bak wastafel yang dingin dan putih. Rasa mual itu terus menghantui, dan dengan napas yang sedikit tersengal, Karina terpaksa mengeluarkan isi perutnya. Tangannya menggenggam erat tepi wastdfel, berusaha menenangkan tubuhnya yang terasa lemas.

Di sisi lain, suara lirih yang berasal dari kamar mandi akhirnya membangunkan Winta dari tidurnya. Perlahan ia membuka mata, mencoba menyesuaikan pandangan pada cahaya redup di kamar, hingga samar-samar mendengar suara Karina yang sedang mual-mual. Seketika tubuhnya tegang.

Tanpa berpikir panjang, Winta melangkah menuju kamar mandi. Ketika sampai di ambang pintu, ia melihat Karina berdiri membelakanginya, tubuhnya sedikit membungkuk di wastafel, dan suara mual yang terdengar jelas menandakan betapa tidak nyamannya Karina saat ini. Winta mendekat, lalu dengan hati-hati meletakkan tangannya di punggung Karina, mengusapnya pelan.

Sentuhan lembut di punggungnya membuat Karina perlahan menoleh. Wajahnya pucat, dan tatapan matanya terlihat sayu, memberikan gambaran jelas tentang betapa buruk perasaan yang sedang ia alami. Melihat kondisi Karina seperti ini, kekhawatiran Winta semakin dalam.

"Bentar, yah." ucap Winta, dengan cepat keluar dari kamar mandi, ia meraih gelas berisi air di atas meja kecil di samping lemari, lalu membuka laci di bawah meja itu, mencari minyak angin.

Tanpa banyak bicara, Winta memberikan segelas air pada Karina, tangannya terulur pelan agar Karina bisa meraihnya dengan mudah. Karina menerima gelas itu dengan tangan sedikit gemetar, menghirup airnya dalam beberapa tegukan kecil untuk menghilangkan sisa rasa mual di tenggorokannya. Setelah memastikan Karina minum dengan cukup, Winta memutar botol minyak angin, mengoleskan sedikit di telapak tangannya, lalu mengusap kedua telapak tangannya untuk memastikan minyak itu hangat.

Dengan perlahan, Winta menyentuh pinggiran piyama Karina, lalu menyingkapnya sedikit, hanya sampai batas yang memunggkinkan ia mengoleskan minyak angin ke perut Karina.

Between Us | Winrina ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang