050

900 142 12
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Di dalam ruangan inap VIP, Karina duduk bersandar di ranjang rumah sakit, tubuhnya terbungkus selimut. Wajahnya terlihat sedikit pucat, tetapi senyum tipis yang ia coba paksakan menunjukkan bahwa ia berusaha menenangkan orang-orang di sekitarnya.

Ibu Maheswari duduk di sisi tempat tidur Karina, menggenggam tangan putrinya dengan erat. Sesekali, ia membelai rambut Karina dengan lembut, menatap wajah putrinya yang kini mulai memulihkan diri setelah proses persalinan. Pak Maheswari berdiri tidak jauh, menggenggam tangan di belakang punggungnya, matanya jelas menunjukkan rasa khawatir yang mendalam.

Di sisi lain, Pak Arindra dan Ibu Arindra tampak duduk di sofa kecil, memandangi Karina dengan ekspresi penuh perhatian. Mereka tidak banyak bicara, cukup merasa lega melihat Karina mulai bisa berbicara. Winta berdiri di dekat pintu, sedikit menjauh dari pembicaraan yang terjadi di sekitar ranjang. Tubuhnya tegak, tetapi kepalanya tertunduk, tangan kirinya menggenggam lengan kanan.

"Kenapa bisa prematur?" Pertanyaan itu meluncur tiba-tiba dari Pak Arindra, pandangannya tertuju langsung kepada Winta. "Emang selama ini kamu kurang jagain Karina?"

Winta mendongak perlahan, menatap ayahnya dengan raut wajah penuh rasa bersalah, lalu menunduk lagi, "Maaf..."

Pak Maheswari yang sebelumnya hanya berdiri diam, ikut menimpali. "Kamu harus lebih hati-hati ke depannya. Karina masih butuh perhatian, apalagi dengan kondisinya sekarang."

Winta tidak membela diri. Ia mengangguk pelan, mencoba menerima teguran itu dengan lapang dada.

Karina yang sejak tadi hanya mendengarkan, tiba-tiba membuka suara. "Bukan salah Winta sepenuhnya kok, aku juga suka bantah kalau Winta kasih tahu."

Tapi, suara Karina yang lembut tidak mampu sepenuhnya meredakan suasana. Pak Arindra masih menatap Winta dengan ekspresi mengecewakan, sementara Pak Maheswari terlihat sedang memikirkan sesuatu yang mendalam.

Ibu Maheswari menoleh ke arah Winta, "Yang penting sekarang Karina dan bayinya selamat. Kita semua harus fokus ke situ."

Winta hanya mengangguk lagi, kali ini lebih cepat. Kata-kata ibu mertuanya itu sedikit meredakan tekanan yang ia rasakan, tetapi tidak sepenuhnya menghilangkan rasa bersalah yang menghimpit dadanya. Ia melirik ke arah Karina, tetapi pandangannya segera beralih ke lantai.

Waktu berlalu dengan perlahan. Obrolan ringan mulai mengisi ruangan, sebagian besar berasal dari Ibu Maheswari dan Ibu Arindra yang berbicara tentang proses persalinan tadi. Karina hanya menanggapi sesekali.

Winta tetap diam, sesekali melirik jam di dinding. Sudah hampir enam jam berlalu sejak persalinan selesai, tetapi ia masih belum melihat anaknya sendiri. Hatinya terusik, tetapi ia tidak tahu harus berbuat apa. Setiap kali ia berpikir untuk pergi ke ruang inkubator, sesuatu menahannya; mungkin rasa takut.

Between Us | Winrina ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang