.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Pagi itu, Karina perlahan membuka matanya, merasakan kehangatan yang tersisa dari pelukan semalam di sisinya. Saat ia sepenuhnya sadar, tempat di sebelahnya kosong. Tidak ada Winta di sana, membuat Karina sedikit bingung. Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar ruangan, lalu saat berbalik ke sudut kamar, sebuah suara kecil dari arah pintu kamar mandi membuatnya tersentak.
Pintu terbuka, dan Winta muncul dari dalam kamar mandi, rambutnya basah, tubuhnya hanya terbalut handuk yang melingkar rapi di tubuhnya. Karina, yang tadinya masih setengah sadar, langsung tersadar sepenuhnya, matanya melebar melihat Winta dalam keadaan seperti itu. Cepat-cepat ia menundukkan pandangannya, berharap pipinya yang mulai memanas tidak terlalu kentara.
Sementara itu, Winta pun tampak terkejut mendapati Karina sudah terbangun. Ia sempat berhenti sejenak di ambang pintu, menatap Karina yang tampak sedikit panik sebelum akhirnya ia berdehem, berusaha mengatasi rasa canggung di antara mereka. Ia melangkah perlahan ke arah lemari di sisi ruangan, membuka pintu lemari sambil mengeluarkan beberapa potong pakaian.
Karina melirik sekilas, hanya cukup untuk melihat Winta yang sedang membungkuk mengambil kemeja dan celana dari dalam lemari.
Winta masih dengan wajah serius, memasukkan satu persatu pakaiannya ke dalam genggamannya, sebelum kembali menutup pintu lemari dengan gerakan halus. Setelah itu, tanpa menoleh lagi ke arah Karina, ia berbalik dan melangkah kembali menuju kamar mandi.
Karina menahan napas, merasa lega sekaligus sedikit canggung setelah keheningan itu. Saat pintu kamar mandi tertutup kembali, ia akhirnya bisa menghela napas pelan dan kembali meringkuk di tempat tidurnya, berusaha menenangkan debaran jantungnya. Sambil memeluk bantal, pikirannya kembali mengingat momen-momen canggung antara mereka, terutama apa yang terjadi semalam.
Karina perlahan bangkit dari posisi meringkuknya, memutuskan untuk duduk di tepi ranjang sembari menunggu Winta keluar dari kamar mandi. Beberapa saat kemudian, ia melangkah turun dari ranjang, berjalan pelan menuju jendela. Jarinya meraih ujung tirai, membuka lebar-lebar agar cahaya pagi yang hangat dapat masuk.
Tak lama, pintu kamar mandi terbuka, dan Winta melangkah keluar. Kini, ia telah berpakaian rapi, siap untuk hari kerja di kantor. Winta berjalan ke meja kecil tempat deretan jam tangan tersimpan. Matanya memerhatikan satu per satu, mencoba menemukan yang paling cocok dengan penampilannya hari itu. Pilihannya jatuh pada sebuah jam hitam, yang ia pasangkan di pergelangan tangan.
Gerakannya terhenti sejenak ketika melihat Karina di dekat jendela. Pemandangan yang begitu sederhana itu, tanpa ia sadari, membuatnya tersentak diam. Sinar matahari pagi menyentuh wajah dan bahu perempuan itu dengan lembut, memberikan rona hangat yang tampak menyatu sempurna dengan kulitnya.
Tanpa tergesa, Karina mengangkat tangannya, meraih jedai rambut yang ada di meja. Ia mengumpulkan rambutnya, lalu mengangkatnya tinggi-tinggi, mencepolnya dengan gerakan yang terlihat begitu anggun dan alami. Rambutnya yang kini tersisir rapi memperlihatkan leher jenjangnya, membuat Winta terpaku dalam diam. Saat itu, ruangan terasa seperti berhenti bergerak, hanya tersisa antara ia dan Karina yang tak menyadari tatapan terperangah dari Winta. Winta menelan ludah, matanya terpaku tanpa mampu berpaling. Ada sesuatu yang begitu memikat dari cara Karina mencepol rambutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us | Winrina ✔️
Hayran KurguWinta Arindra dan Karina Maheswari dijodohkan oleh keluarga mereka yang kaya dan berpengaruh. Bagi Winta, pernikahan ini hanyalah sebuah kewajiban demi menjaga keharmonisan keluarga, karena hatinya telah lama terikat pada Putri Asya Salsabila-----ke...