046

959 141 9
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Indah masuk ke rumah dengan hati-hati, sendal yang sedikit kotor dilepasnya dengan rapi di depan pintu. Sebenarnya, Indah masih ingin menemani Karina di rumah orang tuanya. Tetapi, majikannya itu menyuruhnya pulang untuk membuat sarapan untuk Winta. Indah hanya mengangguk patuh saat itu, meski dalam hati ia bertanya-tanya. Kenapa Karina, yang jelas sedang masih marah, masih mau memastikan Winta mendapatkan perhatian seperti ini?

Saat menuju dapur, pandangannya jatuh pada sofa ruang tengah, di mana Winta terlihat tidur di sofa. Dari posisi tidurnya yang tidak rapi, jelas bahwa Winta tidak dalam kondisi terbaik. Posisi badannya tengkurap, satu tangan menggantung di sisi sofa, sementara wajahnya tertutup sebagian oleh rambut yang berantakan.

Indah mendekat lebih jauh, dan aroma samar alkohol yang ia hirup saat mendekat membuat langkahnya terhenti, mengamati wajah Winta sejenak, lalu melangkah kembali ke dapur. Dia membuka jendela agar udara pagi masuk ke dalam ruangan, meletakkan tas kecilnya di meja dapur, mengikat rambutnya, lalu mulai mempersiapkan bahan untuk memasak.

Di sisi lain, suara-suara kecil dari dapur membangunkan Winta dari tidur yang tidak nyenyak. Ia mengerjap pelan, membiarkan matanya menyesuaikan diri. Kepalanya terasa berat, ia memijat pelipisnya dengan satu tangan, mencoba meredakan denyutan yang menyakitkan di dalam kepalanya. Ia duduk sebentar, merapikan rambutnya yang kusut, sebelum akhirnya berdiri menuju dapur.

Indah menoleh, matanya sempat melirik cepat ke arah Winta, lalu segera kembali fokus pada apa yang sedang dimasaknya. "Pagi, Kak."

Winta hanya mengangguk kecil, tidak ingin terlalu memaksakan diri untuk berbicara. Rasa kering di tenggorokannya membuatnya tidak nyaman.

"Mau saya buatkan teh?" tawar Indah.

Winta menggeleng pelan. Ia tidak ingin apapun saat ini, kecuali waktu untuk sendiri. Ia memutar tubuhnya dan melangkah menjauh menuju kamar. Saat masuk ke dalam kamar, gerakan tubuhnya lemah dan lesu, seolah semua energi yang tersisa telah habis terpakai sejak semalam. Pandangannya menyapu ruangan yang sepi. Ia memutuskan untuk beralih ke rutinitasnya, melangkah ke kamar mandi, membuka keran dan membiarkan air dingin mengalir.

Ketika selesai mandi, dia meraih handuk dan mengeringkan tubuhnya, lalu melangkah kembali ke kamar untuk berpakaian. Winta meraih setelan kerja berwarna abu-abu gelap. Tangannya bergerak perlahan, mengenakan pakaian itu tanpa banyak berpikir. Setelan itu terasa sedikit lebih longgar di tubuhnya, atau mungkin hanya perasaannya saja. Setelah memastikan dasi terikat rapi, dia meraih jam tangan di samping ranjang. Pandangannya sempat terpaku pada bantal yang tampak begitu rapi—pertanda Karina tidak tidur di sana semalam. Tapi, dia tidak ingin terlalu banyak memikirkan hal-hal yang hanya akan membuatnya semakin kesal, dan memilih untuk keluar dari kamar, menuju meja makan.

Indah sedang membersihkan meja makan ketika Winta tiba. Gadis itu tampak canggung.

Winta memperhatikan sejenak, lalu duduk di kursi, mengambil segelas air putih yang sudah disiapkan di meja. Setelah meneguknya beberapa kali, dia membuka suara, "Karina ke mana?" tanyanya dengan nada datar.

Between Us | Winrina ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang