.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Kamar remang dengan hanya cahaya temaram dari lampu meja yang membiaskan siluet dua perempuan saling menyentuh, saling merasakan, hingga ruangan tersebut dipenuhi oleh suara-suara yang saling bertautan. Winta, dengan sorot matanya yang tajam, tampak menikmati posisi dominannya di atas Karina.
Karina mendesah panjang, tubuhnya bergeliat seakan tak mampu menahan sensasi yang menjalar, di antara semua itu, terdengar suara lirih darinya, "Ugh... Winta, udah! Aku capek, lepasin dulu." Nafasnya terdengar berat.
Winta dengan rambut yang sedikit berantakan, tampak begitu fokus. Gerakan tangannya semakin liar. Satu tangannya yang kokoh menahan tubuh Karina, memastikan perempuan itu tidak bisa menghindar meskipun sudah berkali-kali mencoba memohon agar dihentikan. "Bentar lagi," bisiknya, suaranya serak dengan nada menggoda, lalu mencumbui leher jenjang Karina, membuat beberapa bekas merah disana.
Gerakan tangan Winta melambat, tapi tetap terarah, seakan ingin memastikan Karina menikmati. Winta semakin mendorong Karina untuk bertahan sedikit lebih lama, seolah mengetahui bahwa Karina sebenarnya tidak benar-benar ingin berhenti. Ia menunduk, membiarkan helai-helai rambutnya menyentuh kulit Karina yang mulai berkeringat. Sentuhan lembut itu, meskipun sederhana, membuat Karina menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan suara yang hampir lolos dari mulutnya.
Karina berusaha menegakkan tubuhnya, namun segera menyerah saat sensasi baru membuatnya kembali tenggelam. "Winta, please stop..." suaranya kini terdengar lebih seperti rengekan.
Puncak itu datang tiba-tiba, tubuh Karina mengejang, lengannya mencengkeram erat selimut di bawahnya. Sebuah lenguhan panjang lolos dari bibirnya, kepalanya sedikit terangkat, sebelum akhirnya ia melemparkan kembali ke bantal dengan helaan napas panjang yang penuh kepuasan. Tubuhnya melengkung sesaat, menciptakan lengkungan sempurna membuat Winta memperhatikan semua itu dengan senyum kemenangan.
Tapi, Winta tidak berhenti di situ. Ia kembali menunduk, memberikan perhatian penuh pada Karina yang kini tampak benar-benar kehabisan tenaga. Jemari Winta kembali menyentuh lembut sepanjang tulang selangka Karina, meluncur perlahan hingga ke bahunya, sebelum akhirnya berhenti di wajahnya. Ia memiringkan kepalanya, mengamati wajah Karina yang kini memerah dengan nafas yang masih terengah-engah.
"Udah... cukup..." Karina berkata lagi, tetapi Winta tampaknya tidak ingin mendengarkan. Ia menatap Karina dengan sorot mata yang intens, lalu kembali melanjutkan apa yang dilakukannya sebelumnya. Karina akhirnya menyerah, membiarkan Winta melakukan apa yang diinginkannya, meskipun tubuhnya sudah lelah.
Hingga akhirnya, Karina menarik Winta dengan kekuatan terakhirnya, membenamkan tubuh Winta dalam pelukannya. Lalu Winta jatuh terbaring di samping Karina, tubuhnya terasa lelah. Perlahan ia berbalik, berbaring miring, menatap Karina.
"Lagi yuk." kata Winta dengan nada menggoda.
Karina menoleh perlahan, matanya masih sayu, masih mencoba mengumpulkan kekuatan. Tangannya bergerak lemah, menyentuh wajah Winta dengan telapak tangannya, seolah ingin menjauhkan wajah itu sedikit dari dirinya. "Kita udah main tiga jam! Aku udah capek." katanya dengan sedikit tersekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us | Winrina ✔️
FanfictionWinta Arindra dan Karina Maheswari dijodohkan oleh keluarga mereka yang kaya dan berpengaruh. Bagi Winta, pernikahan ini hanyalah sebuah kewajiban demi menjaga keharmonisan keluarga, karena hatinya telah lama terikat pada Putri Asya Salsabila-----ke...