03. Belahan Jiwa

312 73 50
                                    

Masih ada waktu sampai malam nanti, sehingga Seokjin menunggunya hanya dengan tiduran di ruang baca. Itu letaknya di luar kamar tidur miliknya, jadi Seokjin punya tempat khusus untuk membaca dan bermain game terpisah dengan area privasinya. Dia tidak suka kamarnya di acak-acak Namjoon, jadi dia punya tempat khusus untuk menikmati waktu bersama orang-orang rumah.

Namjoon benar-benar pergi ke seminar siang ini dan katanya akan sampai malam karena itu Namjoon tidak bisa ikut ke pertemuan. Untuk membunuh waktu dan dia tidak punya hal yang ingin di lakukan, Seokjin tiduran saja di sofa depan televisi sampai nanti mamanya memanggilnya untuk bersiap-siap.

Seokjin sempat tertidur sebentar sampai sesuatu mengusiknya. Itu tidak mungkin Namjoon dan jika itu mamanya, Seokjin akan mendengar mamanya berteriak dulu sebelum melakukan apapun. Mamanya juga belum pulang sampai pukul lima sore nanti, dia masih di kantor saat ini karena rasanya Seokjin belum lama menutup matanya.

Seokjin membuka matanya perlahan sedikit pusing karena baru terlelap sebentar dan yang dirasakan adalah kepalanya sekarang tidak berada di bantal lagi, seseorang memindahkannya ke pangkuannya.

Sial, bagaimana Seokjin bisa tidur lagi.

"Sorry, aku ganggu ya,"

Senyuman hangat menyapa Seokjin. Tentu saja membuat Seokjin berdebar tak karuan, tapi Seokjin ini punya gengsi yang tinggi, alih-alih menjawab dia malah menunjukan wajah cemberutnya. Jangan abaikan rona merah sepanjang telinga sampai pipinya.

"Kok ke sini," katanya, masih cemberut.

Tangan terulur untuk merapihkan rambut depan Seokjin yang sedikit acak-acakan sebab dia tertidur barusan. Gesekan di bantal membuatnya rambutnya tidak beraturan.

"Nanti malem kita pergi bareng kan ya," katanya,

Seokjin mengernyit, dia lupa nanti malam akan pergi ke pertemuan mewakili ayahnya dan tentu saja tidak bisa pergi sendirian. Seokjin bukan orang utamanya yang seharusnya datang ke sana.

Seokjin mencoba menyamankan dirinya sampai nyawanya sepenuhnya terkumpul. Usapan lembut di kepalanya membuat dirinya ingin tidur lagi. Kemudian ingat kejadian tadi di kampus. Bibirnya maju karena kesal.

"Kenapa bibirnya di majuin? Lagi mikir apa sih?"

Seokjin biasanya lebih suka mengomel, tapi karena energinya hari ini tidak cukup banyak Seokjin hanya mendengung tak jelas.

"Enak banget ya yang tiap hari di serbu cewe-cewe," mata Seokjin sekarang menyipit, tatapannya terlihat tidak senang.

"Siapa?"

"Kamu lah,"

Lawan bicara Seokjin tertawa,

"Abis stalking sosmed aku ya?"

Dia paling mengerti, mood Seokjin akan berubah kalau dia baru membaca inbox dari orang-orang di sosial medianya. Hal seperti ini di luar kuasanya.

"Ngga boleh emang?"

"Resiko punya tunangan terkenal tuh gitu kan,"

"Ngga suka aku tuh!"

"Kamu cemburu Seokjin?"

"Apanya, aku engga gitu,"

"Aku suka kamu cemburu malah, soalnya itu artinya kamu sayang sama aku,"

"Sayang itu ngga harus begitu. Ngga harus selalu tentang cemburu-cemburuan," Seokjin mengembungkan pipinya karena sebal.

"Habis kamu jarang cemburu tuh, mau aku ngapain aja juga ngga pernah nunjukin cemburu,"

"Jadi selama ini sengaja? Sengaja caper ke cewe-cewe tuh biar aku cemburu gitu?" Seokjin memprotes.

Lullaby ( KookJin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang