Bab 29: Imajinasi

13 1 0
                                    

"Sampai kapan kau akan mengutuk masa lalumu?"

Aku menyukai hari-hari di nereka ini. Menjalani hidup dengan biasa, tidak peduli semenyakitkan apapun, aku menjalani hidupku dengan biasa.

Dariku kecil aku selalu mendengarnya. Aku hidup dan tumbuh bersama suara itu. Suara yang meminta tolong itu, Ami.

"Ingin mati."

"Aku ingin ke sana saja, dunia ini melelahkan."

"Bisakah aku istirahat?"

"Apakah aku harus menjalani hidup seperti ini sampai mati?"

"Tolong."

Suara itu dan emosinya semakin terasa kuat. Namun aku tidak tahu darimana suara itu, bagaimanapun aku mencarinya aku tidak menemukan jawaban. Sesekali aku ingin membantu suara itu, tapi aku tidak tahu caranya.

Seperti cerita klise dengan perkembangan yang klise, diriku yang tidak pernah berteman dengan kehidupan akhirnya menjalani kehidupan yang bahagia. Semua pertanyaanku sudah terjawab, tidak ada kebahagiaan yang melebihi hal ini. Bersama kelas 1-A, Sakuya, Akio, Hikari dan lain-lain.

Sedangkan suara itu semakin memekik dan meronta.

Semakin lama, suara itu menjelaskan semuanya. Bahwa aku berada di dunia yang telah dibuat pemilik suara itu demi menjadi bahan pelariannya. Awalnya, jujur saja aku tidak suka dia. Bagaimanapun dia yang membuatku begini, hidupku yang menyedihkan adalah hasil idenya.

Namun aku mulai mengerti dirinya, alasan dia begitu. Aku rasa dia sangat cerdas, menciptakan karakter yang kompleks dan quirk yang kompleks. Apalagi quirk-ku, yang merupakan gabungan aneh dan hebat dari quirk mama dan ayah.

Jika dia berada di dunia lain, sedangkan aku berada di dunia imajinasinya, mengapa aku bisa mendengar suaranya? Apa ada suatu kesalahan? Lalu aku menemukan jawabannya: dirinya yang terus berkeinginan untuk masuk ke dunia ini adalah penyebabnya.

Keinginannya merusak sedikit dunia imajinasi ini, sehingga suara hatinya beberapa kali bocor dan didengarkan olehku.

Saat itu, ketika kami akhirnya bertemu. Aku terluka lalu koma karena suatu kecelakaan, lalu suara itu semakin lirih. Semakin lirih, semakin putus asa, semakin menyedihkan. Saat itu kesadaranku terhubung dengannya.

Ami, dirinya yang menciptakanku. Aku melihat dirinya sekarat dan menyerah atas segalanya. Dia sedang sekarat, aku pun sedang sekarat, kami sama-sama sedang diujung kehidupan kami. Dalam detik-detik meregang nyawa, dia begitu berambisi untuk bisa menjalani kehidupan yang lebih baik di dunia yang dia buat.

Jika dia mati, aku sebagai imajinasinya juga akan hilang. Ini adalah situasi darurat, namun dalam situasi ini—ditambah ambisinya yang membuat dinding kaca yang memisahkan kami sedikit berlubang.

Secara impulsif, aku menawarkan kehidupanku. Dengan quirk-ku, aku menukar jiwa kami. Aku bisa melakukannya karena saat itu aku dan dia terhubung dengan sangat jelas. Saat aku akhirnya di tubuhnya, dan sadar dari koma, aku memegang kendali penuh atas dunia yang dahulu aku tempati. Aku mengatur agar waktu di dunia imajinasi itu diputar kembali, kembali saat Kaguya lahir.

ALICE IN BOKU NO HERO / {BNHAxOC}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang