Bab 39: Girls never die

12 2 1
                                    

"Manusia tidak mencintai apa yang mereka miliki, mereka hanya mencintai apa yang ingin mereka miliki."

Sembari menunggu serapan dimulai, aku duduk di sofa sambil membaca buku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sembari menunggu serapan dimulai, aku duduk di sofa sambil membaca buku. Aku menggunakan headphone agar tidak terganggu suara sekitar. Beberapa hari ini aku tidak suka suara. Semua suara membuat aku kesal.

Aku membaca buku dengan fokus, membalik halaman yang sudah aku baca ke halaman selanjutnya.

Beberapa hari ini, terkadang Eri datang ke asrama, terkadang juga Akio dan Hikari datang. Teman-teman sekarang semakin akrab dengan Akio dan Hikari. Apalagi Akio yang bergaul dengan anak-anak laki-laki di kelas. Rasanya seperti Akio seumuran dengan mereka karena Akio yang tingginya 160 cm diusia 13 tahun.

Sepertinya itu gen ayah. Seingatku ayah sangat tinggi.

Perihal ayahku, meskipun masih ada rasa canggung. Tapi aku dan adik-adikku terkadang membahas ayah ataupun mama dengan biasanya. Bahkan kadang bercanda seolah ayah kami bukanlah yang meninggalkan trauma pada kami.

Untuk Hikari, dia tidak mengetahui apapun, lagipula saat saat ayah mati, ibu sedang mengandung Hikari. Awal-awal, kami canggung jika membahas ayah namun aku mengatakan pada mereka untuk menjalani hidup dengan normal dan biasa. Dan setelah itu kami bisa membahas ayah dengan humor bahkan jika beliau adalah sumber trauma kami.

Aku sendiri, sebenarnya tidak ingat saat-saat itu. Bahkan aku tidak ingat apa yang ayahku ajarkan padaku, penyiksaan, hukuman, didikannya, semuanya tidak bisa aku ingat dengan baik. Meskipun aku ingat, rasanya itu bukan sesuatu yang amat menyakitkan. Aku ingat bahwa aku sangat tersiksa dulu, tapi sekarang aku melupakan perasaan itu.

Mungkin saja ini adalah respons terhadap trauma, otakku membuat ingatan itu menjadi samar dan membuat aku melupakan rasa sakit itu sebagai bentuk pertahanan diri.

"Kaguya? Itu buku parenting?" tanya Eijiro.

Aku mendongak, lalu menurunkan headphoneku ke leher. "Iya," jawabku.

Eijiro langsung kaget, Denki di sampingnya juga ikut kaget. "Kaguya? Kamu berdosa?" tanya Denki dengan tampang alaynya.

"ANAK SIAPA?" tanya Eijiro dengan panik. "ANAK SHOTO?" tanyanya sambil menunjuk Shoto yang sedang lewat dan sedang mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk.

"Anakku?" ulang Shoto.

"Hah..." Aku melongo. Menatap adegan ini dengan tatapan polos, lalu kemudian menatap kesal mereka. "Ini sengaja aku baca untuk pedoman bersosialisasi dengan Eri, dan aku tidak mengerti maksud kalian, tapi bukan anak siapapun," jelasku.

Setelah memarahi dan bercanda dengan dua orang itu, kami berjalan ke U.A. Setelah jam pelajaran pertama dan kedua berlangsung, kami diberikan semacam papan data.

Aku menerima papan data itu, lalu mengamatinya.

Yaomomo membalikkan tubuhnya ke arahku. "Kaguya, lihat dong," pintanya.

ALICE IN BOKU NO HERO / {BNHAxOC}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang