CHAPTER 9

110 13 7
                                    

Di klinik sekolah, suasana terasa tegang. Alex dan Aeris saling bertatapan untuk waktu yang lama tanpa sepatah kata yang keluar dari bibir mereka.

Alex akhirnya memecah keheningan dengan nada dingin, "Bukannya tadi pagi kamu bilang tidak akan membuatku repot?"

Aeris menundukkan kepala, "Maaf," gumamnya dengan penuh penyesalan.

Theo tiba-tiba membela, "Kakak! Ini bukan salah Aeris! Tapi salah teman sekelasnya!"

"Teman sekelasnya?" tanya Alex bingung.

"Iya! Aku lihat sendiri dia sengaja melempar bola ke arah Aeris dengan keras!" Theo menjelaskan, matanya penuh amarah.

"Apa?!" Alex terkejut dan marah.

"T-tidak! Dia tidak sengaja!" Aeris cepat-cepat memotong. Jangan memperbesar masalah, Theo! Batinnya gelisah.

"Dia sengaja!" balas Theo, tetap bersikeras.

"Sepertinya Theo salah paham, kak," ucap Aeris, mencoba menenangkan situasi.

Alex terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Baiklah kalau begitu. Theo, kakak harap kamu tidak menceritakan kejadian ini pada ayah dan ibu."

"Kenapa?" tanya Theo, penuh rasa ingin tahu.

"Ikuti saja perintah kakak," ucap Alex tegas.

"Baiklah," jawab Theo patuh, meski penuh rasa penasaran.

Sudah kuduga... dia tidak mau memperbesar masalah.

Alex beralih menatap Aeris, "Apa kamu sudah baikan sekarang?"

Aeris mengangguk pelan, "Ya, aku baik-baik saja."

"Kalau begitu, ayo kita pulang sekarang," ucap Alex sambil mengulurkan tangannya.

Jam istirahat telah berbunyi, dan seketika kantin sekolah dipenuhi oleh kerumunan siswa yang berbondong-bondong mengambil makanan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jam istirahat telah berbunyi, dan seketika kantin sekolah dipenuhi oleh kerumunan siswa yang berbondong-bondong mengambil makanan. Aeris baru saja tiba di kantin dan melihat antrian panjang yang berliku-liku hingga ke pintu masuk. Ia menghela napas panjang, "Hah, antriannya panjang sekali."

Tiba-tiba, seorang anak laki-laki berkacamata muncul di sampingnya, "Antriannya panjang, ya?" ucapnya pada Aeris dengan senyuman ramah.

Aeris terkejut, "Eh?" gumamnya bingung.

Anak laki-laki itu tersenyum hangat, "Halo, kita pernah bertemu sebelumnya, kan?"

Aeris sedikit gugup menjawab, "Ah, iya, aku Aeris, adiknya Theo."

Anak laki-laki itu menjawab, "Iya, aku tahu. Aku Rafael, teman sekelasnya Theo."

Mereka berjabat tangan dengan canggung. Aeris bertanya, "Omong-omong, aku belum pernah melihatmu sebelumnya?"

Meskipun aku tidak terlalu sering bertemu dengan teman-teman Theo, setidaknya aku pernah melihat beberapa dari mereka saat masih kecil, batin gadis itu.

Takdir yang Berulang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang