CHAPTER 23

60 6 0
                                    

Liburan telah selesai, dan kini saatnya ketiga saudara itu kembali ke rutinitas masing-masing. Pagi yang cerah diisi dengan kicauan burung dan sinar matahari yang lembut menerobos jendela ruang makan, menciptakan suasana yang tenang namun penuh dengan kesibukan. Theo baru saja masuk dengan wajah lesu, bayangan keceriaan liburan masih tergambar jelas di matanya.

"Kenapa denganmu? Hari masih pagi, tapi kamu sudah lesu," tegur Alex, kakak tertuanya, sambil meletakkan secangkir teh di meja.

Theo menghela napas panjang, seolah mencoba menghirup kembali aroma kebebasan yang baru saja ia tinggalkan. "Ah... aku masih ingin liburan," jawabnya lemah, matanya memandang kosong ke arah meja makan.

Alex tersenyum tipis, memahami perasaan adiknya. "Theo, kita sudah berlibur selama seminggu. Sekarang kamu harus masuk sekolah," ucapnya bijak, menepuk bahu Theo dengan lembut.

"Sekolah..." Theo merenung sejenak, memandang kosong ke arah cangkir kopinya. Theo menggerutu, "Padahal seharusnya aku sudah lulus, tapi sekarang aku harus mengulang sekolah lagi?" Keluhannya terdengar seperti tangisan anak kecil yang enggan melepaskan mainannya.

Aeris menyela dengan nada menggoda, "Kalau begitu, seharusnya kamu bisa dapat nilai yang lebih bagus kali ini, karena kamu sudah pernah mengalaminya sebelumnya, kan?"

Theo mengerang kesal. "Aagh... aku benci belajar," katanya dengan nada penuh kebencian yang hanya bisa dirasakan oleh seorang pelajar yang terjebak dalam siklus akademik yang tiada akhir.

...

Hari itu pun bergulir, membawa Theo ke sekolah dengan langkah enggan. Di sekolah, suasana pagi yang segar terasa kontras dengan kegelisahan Theo. Julian, sahabat setianya, merangkul bahu Theo dari belakang, membuatnya tersentak. "Hei bro, kemana aja seminggu ini? Kamu pergi liburan tanpa mengajak kami ya~!" serunya dengan tawa yang riang.

Theo tersenyum tipis, mengangkat bahu. "Ah... soalnya itu dadakan. Bagaimana kabarmu belakangan ini?"

Julian mengangguk dengan semangat. "Tentu saja baik. Oh iya, coach mencarimu. Sepertinya dia marah, soalnya kan kamu ada pertandingan dua minggu lagi," ucapnya, mengingatkan Theo akan tanggung jawabnya yang lain.

Theo mendesah lagi, kali ini dengan sedikit penyesalan. "Ah... aku pergi dulu. Bilang pada guru yang mengajar jam pertama, aku izin ya!" katanya sambil bergegas meninggalkan Julian sendirian.

Dengan secepat kilat, Theo berlari menuju lapangan latihan, meninggalkan sahabatnya yang kebingungan. Rafael, yang tiba-tiba muncul di belakang Julian, bertanya dengan nada penasaran, "Dia kemana?"

Julian mengangkat bahu, menebak-nebak. "Pergi latihan, mungkin?"

Rafael mengangguk singkat, lalu dua sahabat itu melanjutkan perjalanan mereka menuju kelas masing-masing. Di depan ruang kelas Rafael, mereka berhenti sejenak.

"Sampai jumpa saat istirahat," ucap Julian sebelum melangkah menuju kelasnya sendiri.

Rafael masuk ke dalam kelasnya, matanya mengedarkan pandangan hingga ia melihat sosok yang familiar. Gadis berambut coklat keemasan sedang duduk di kursinya, gadis yang selama satu minggu ini tidak ia lihat.

"Kamu sudah masuk, Aeris," sapanya sambil menaruh tas di kursinya, suaranya lembut dan penuh kehangatan.

Aeris mengangguk, senyum tipis menghiasi wajahnya. "Ah... iya, aku sudah libur terlalu lama. Pasti ada banyak pelajaran yang tertinggal."

Rafael tersenyum, mengeluarkan sebuah buku catatan dari dalam tasnya. "Aku sudah menyiapkan catatan untukmu," ucapnya sambil menyerahkan buku itu pada Aeris.

Aeris menatap buku itu dengan mata berbinar penuh haru. "Rafael..." ucapnya lirih, lalu dengan semangat ia berseru, "Kamu yang terbaik!!"

Ia segera membuka buku catatan itu, melihat catatan yang sangat rapi dan jelas, seolah dibuat dengan tekun dan hati-hati. "Terima kasih~!" ucap Aeris sambil tersenyum cerah, matanya bersinar dengan kebahagiaan yang tulus.

Takdir yang Berulang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang