Hari itu, langit cerah dengan sinar matahari yang lembut menyinari kota. Alex memutuskan untuk membawa kedua adiknya, Aeris dan Theo, menikmati waktu bersama dengan menonton film di bioskop. Mereka menuju gedung bioskop yang megah, dengan poster-poster film yang berbaris rapi di dindingnya. Di depan mereka, deretan poster-poster film mengundang dengan gambar-gambar yang penuh warna dan imajinasi.
Aeris dan Theo duduk di kursi tunggu, memperhatikan satu per satu poster film yang ada di sana. Theo menatap satu poster dengan penuh minat, sementara Aeris melirik ke poster lain yang tampak lebih menarik baginya.
Sementara itu, Alex saat ini sedang mengantri untuk membeli tiket, sesekali menoleh ke arah adik-adiknya yang tampak asyik. Tak lama kemudian, ia kembali dengan minuman dan popcorn untuk mereka masing-masing.
"Filmnya dimulai jam 2, masih ada 30 menit lagi," ucap Alex sambil menyerahkan minuman dan popcorn kepada adik-adiknya.
Aeris langsung mengambil popcorn dari tangan Alex dan mulai memakannya dengan lahap. Theo, tidak mau ketinggalan, ikut menyambar popcorn itu dan mulai menikmati camilan tersebut.
"Apakah kalian lapar? Kita bisa pergi makan dulu. Masih ada waktu," ucap Alex sambil duduk di kursi yang kosong di antara mereka.
Aeris dan Theo serentak menggeleng.
"Tidak usah, aku tidak lapar," jawab Theo.
"Aku juga," sahut Aeris, matanya masih terpaku pada layar monitor di depan mereka yang menayangkan trailer sebuah film baru. Adegan demi adegan yang memukau membuat mereka semakin antusias.
"Sepertinya itu seru juga," kata Theo sambil menunjuk ke arah layar.
"Iya, kira-kira kapan tayangnya, ya?" Aeris bertanya, lebih pada dirinya sendiri.
"Entahlah, pasti tidak lama lagi," jawab Theo.
Tak terasa 30 menit berlalu. Mereka bertiga segera masuk ke ruang teater. Mereka duduk dengan formasi Aeris berada di tengah-tengah, diapit oleh Alex dan Theo di kedua sisinya. Suasana dalam teater mulai gelap, memberikan nuansa misterius yang memicu rasa penasaran.
Sebelum film dimulai, Theo mendekat ke arah Aeris dan berbisik, "Hei, walaupun kamu sangat ketakutan nanti, jangan sampai berteriak keras, ya. Jangan membuatku malu."
Aeris memandang kakaknya dengan tatapan menantang. "Kamu meremehkanku, ya?"
20 menit pertama suasana masih tenang. Ketiga saudara itu menonton dengan fokus, menikmati alur cerita yang mengalir. Namun, ketegangan mulai terasa ketika layar besar itu menunjukkan adegan menegangkan. Pemeran utama dikejar oleh pembunuh berantai dengan napas tersengal-sengal, musik latar menambah dramatisnya suasana. Ketegangan merayap ke seluruh ruangan.
"Uaaagh!!!" teriak Theo tanpa sadar saat tokoh di dalam film tertangkap oleh si pembunuh berantai. Suaranya menggema di seluruh ruangan, menarik perhatian semua penonton yang ada di sana, termasuk Aeris dan Alex.
Aeris dengan cepat membekap mulut Theo sebelum ia membuat keributan lebih lanjut. "Dasar bodoh! Bukankah tadi kamu memperingatkanku agar tidak membuat malu? Tapi kenapa sekarang malah kamu yang membuat malu!" bisik Aeris dengan penuh penegasan.
Sementara Alex yang duduk di samping mereka hanya bisa menghela napas sambil memijit pelipisnya.
"Aeris... kenapa kamu tidak bilang kalau ini film thriller?" bisik Theo dengan wajah ketakutan.
"Apa? Bagaimana bisa kamu tidak tahu? Padahal dari posternya saja sudah jelas," jawab Aeris dengan nada yang tak kalah ketus.
"Kalau horor aku masih bisa tahan, tapi kalau thriller aku tidak bisa!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir yang Berulang [END]
FantasyAeris adalah seorang gadis muda yang selalu merasakan tekanan dan ketidakadilan dari kedua kakak tirinya, Alex dan Theo. Sejak kecil, hidupnya penuh dengan penderitaan dan ketidakbahagiaan. Kebencian Aeris terhadap mereka tumbuh seiring berjalannya...