CHAPTER 15

93 10 0
                                    

Di tengah malam yang sunyi, Aeris tiba-tiba terbangun. Matanya yang masih setengah terpejam merasakan tenggorokannya kering seperti padang pasir. "Haus..." gumamnya pelan, sambil merangkak turun dari tempat tidurnya.

Ia melangkah pelan menuju meja kecil di sudut kamarnya, berniat mengambil teko air yang biasa ada di sana. Namun, alangkah kecewanya saat mendapati teko itu kosong, tak setetes pun air tersisa. Dengan sedikit mengeluh, Aeris berjalan keluar kamar menuju dapur, berharap menemukan air segar di sana.

Saat ia melangkah di koridor yang gelap, langkah kakinya terhenti saat telinganya menangkap suara langkah kaki yang samar, mengendap-endap di keheningan malam. Rasa penasaran membawanya mendekati sumber suara tersebut.

Di ujung koridor, ia melihat bayangan seseorang yang tampak mengendap-endap keluar dari kamar mendiang ibunya. Dengan mata terbelalak, Aeris menyadari bahwa orang itu adalah Bibi Margaret.

"Bibi! Apa yang Bibi lakukan di sini?"

"Sst! Diam!" desis Bibi Margaret dengan mata tajam.

"Itu kan perhiasan Ibu! Dari mana Bibi mendapatkannya?"

"Kubilang diam!" bentak Bibi Margaret, matanya menyala marah.

"Kakak—" Aeris hendak memanggil Alex, namun tiba-tiba tangan Bibi Margaret membekap mulutnya.

"Dasar anak sialan! Sini kau!" ucap wanita paruh baya itu dengan suara penuh kebencian. Ia menyeret paksa Aeris keluar dari rumah, langkah mereka terhenti di halaman depan yang gelap dan dingin.

"Bibi, aku mau dibawa ke mana?" tanya Aeris panik, matanya membelalak ketakutan.

"Mau ke mana lagi? Tentu saja mengusirmu pergi dari rumah ini," jawab Bibi Margaret dengan nada dingin.

"Apa maksud Bibi? Memangnya apa hak Bibi mengusirku?" Aeris berusaha melawan, namun tangan Bibi Margaret yang kuat menghalanginya.

Plak!!

Satu tamparan keras melayang ke pipi Aeris, membuatnya terhuyung.

"Dasar anak tidak tahu diri! Seharusnya kau bersyukur karena aku masih mau menampungmu di sini!" teriak Bibi Margaret dengan mata penuh amarah.

"Siapa yang menampung siapa?! Ini rumahku!" bentak Aeris balik, dengan mata yang berkaca-kaca.

Bibi Margaret tertawa merendahkan. "Apa katamu? Rumahmu? Apakah sudah lupa ibumu sudah mati? Jadi kau bukan siapa-siapa di rumah ini lagi."

Kata-kata itu bagaikan petir yang menyambar hati Aeris. Tubuhnya terasa kaku, bibirnya bergetar tanpa mampu mengeluarkan suara. Kenapa aku tetap tidak bisa berkata apa-apa jika dia mengatakan itu, batinnya bergemuruh dengan rasa sedih dan tak berdaya.

"A-aku...!"

"Pergilah dengan tenang! Aku akan bilang pada Alex bahwa kau melarikan diri!" ucap Bibi Margaret, mendesaknya dengan kasar.

"Tidak mau!" Aeris menolak dengan keras, tapi Bibi Margaret tak peduli. Wanita itu menjambak rambut Aeris dan menyeretnya dengan kasar.

"Cepat!!"

"Ah! Sakit, Bibi!!"

Aeris mengerang kesakitan, air matanya mengalir tanpa bisa ia tahan lagi. Dengan setiap langkah yang terpaksa diambilnya, hati Aeris terasa semakin hancur, namun ia tetap berusaha melawan, berharap ada keajaiban yang akan menyelamatkannya dari keputusasaan ini.

"Ada apa ini?" terdengar suara Alex dari belakang. Bibi Margaret tersentak, terkejut oleh kehadiran keponakannya.

"Kakak!" panggil Aeris dengan putus asa.

Takdir yang Berulang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang