CHAPTER 33

51 3 0
                                    

"Theo!!!" Panggil Aeris dengan suara keras, penuh emosi. Ia melambaikan tangannya dengan sekuat tenaga, seakan takut Theo tak akan melihatnya.

Theo segera berlari lebih cepat ke arahnya. Begitu tiba di depannya, tanpa berpikir dua kali, Aeris langsung melompat ke dalam pelukannya, memeluk Theo dengan sangat erat, seakan tak ingin melepaskannya lagi.

"H-Hei, nanti kamu basah," ucap Theo dengan nada cemas, mencoba melepaskan pelukan Aeris. Tapi pelukan itu malah semakin erat.

"Huwaa!! Kenapa lama sekali!!" Teriak Aeris sambil menangis terisak-isak. "Aku... aku takut...!"

Mendengar tangisannya, Theo tak bisa menahan diri lagi. Ia membalas pelukan Aeris dengan lembut, mengusap kepalanya yang basah oleh air hujan. "Tidak apa-apa... kamu aman sekarang..."

Aeris menangis dalam pelukan Theo, semua ketakutan dan keputusasaannya seakan mengalir keluar bersama air mata. Theo hanya diam, membiarkan adiknya meluapkan semua emosinya. Beberapa saat kemudian, ketika tangisan Aeris mulai mereda, ia melepaskan pelukannya perlahan. Theo menatapnya dengan penuh kasih sayang, melihat wajah adiknya yang sembab karena menangis.

"Kamu tahu?" ucap Theo sambil mengusap air mata yang masih mengalir di pipi Aeris. "Kamu terlihat sangat jelek saat menangis. Jadi jangan menangis lagi."

Aeris menatapnya dengan wajah cemberut, matanya yang masih berkaca-kaca memberikan tatapan tajam. "Dasar bodoh," gumamnya dengan nada kesal.

"Dasar jelek," balas Theo dengan senyuman tipis.

Keduanya kemudian tertawa kecil, meski dalam hati mereka tahu bahwa mereka baru saja melewati saat yang sangat menegangkan.

"Apakah kamu terluka?" tanya Theo, kini dengan nada serius, matanya menelusuri tubuh Aeris. Ia segera melihat lutut Aeris yang terluka dan berdarah. "Ini...?!"

"Ah... tadi aku terjatuh..." jawab Aeris pelan, merasa sedikit malu.

Theo menghela napas, berusaha menahan rasa khawatir yang membuncah di dadanya. "Apa sakit?" tanyanya lagi.

"Sedikit," jawab Aeris, mengangguk pelan.

"Bertahanlah sebentar, aku akan mengobatinya saat sampai di penginapan nanti," ucap Theo, mencoba menenangkan Aeris.

Aeris hanya mengangguk lagi, merasa lega karena Theo ada di sampingnya. Namun, Theo tiba-tiba mengerutkan dahinya saat melihat pakaian tipis yang dikenakan Aeris.

"Apa-apaan ini?! Kenapa kamu memakai pakaian tipis di cuaca seperti ini?!" tegur Theo dengan nada marah.

"Ya mana aku tahu akan tiba-tiba hujan seperti ini!" balas Aeris dengan suara kesal.

"Ini juga, kenapa kamu suka sekali memakai rok pendek. Bagaimana kalau ada bajingan yang melihat dan ingin melakukan hal aneh padamu!" Theo semakin marah, kali ini suaranya terdengar lebih khawatir daripada sebelumnya.

"Kenapa kamu marah padaku!!" Teriak Aeris balik, matanya yang tadi mulai tenang kembali berkaca-kaca. "Aku memakainya karena terlihat cantik..." lanjutnya dengan suara melunak, merasa kesal sekaligus sedih.

Theo menghela napas berat, mencoba menenangkan diri. Tanpa berkata-kata, ia melepas mantel hujan yang dikenakannya, lalu melepas hoodie yang ia pakai di bawahnya. Dengan hati-hati, ia memakaikan hoodie itu pada Aeris, memastikan gadis itu merasa hangat.

"Lalu kamu bagaimana?" tanya Aeris, melihat Theo yang kini hanya mengenakan kaos tipis.

Theo tak menjawab. Ia hanya fokus memakaikan hoodie itu pada Aeris, memastikan semuanya terpasang dengan benar. Setelah selesai, ia kembali memasangkan mantel hujan pada Aeris, memastikan adiknya terlindungi dengan baik.

Takdir yang Berulang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang