Bab 4

1K 107 0
                                    

Pagi itu Muthe terbangun lebih dulu. Awalnya dirinya masih kaget karena berada diruangan yang asing, namun saat dirinya melihat Tian yang tidur di lantai beralaskan karpet disadar dia ada dikamar suaminya.

Dirinya yang terbiasa bangun pagi segera masuk kamar mandi dan bersiap untuk kerja. Sementara Tian masih terlelap.

Saat Muthe selesai bersiap dirinya baru sadar Tian sudah berpindah ke tempat tidur. Dirinya memilih tidak membangunkan Tian dan beranjak turun dari kamarnya menuju dapur.

"Loh Non kok udah rapi aja pagi-pagi?" Tanya seorang ART yang sedang memasak.

"Gak papa bi, dah biasa ini, sini saya bantuin masak," kata Muthe mengambil alih posisi Bibi.

"Jangan non, nanti saya di marahin tuan," kata Si Bibi.

"Gak papa, anggep aja saya lagi belajar masak," kata Muthe tersenyum. Akhirnya si bibi mengalah dan mengerjakan pekerjaan rumah lain.

Jam dinding sudah menunjukan pukul setengah 7, Muthe dan bibi sedang menyiapkan sarapan di atas meja makan.

"Loh Mut, Tiannya mana?" Tanya Chika yang sudah siap berangkat kerja.

"Masih tidur kak, gak papa biar istirahat, capek penerbangan kesini," kata Muthe duduk di sebelah Chika.

"Ayo makan dek," kata Chika mengambil sarapan. Muthe hanya mengangguk dan ikut sarapan dengan kakak iparnya.

"Kamu mau bareng kakak aja? Atau mau diantar supir?" Tanya Chika.

"Gak usah kak, tar naik taxi aja," jawab Muthe di sela sarapannya.

"Lhoo ya jangan lah," protes Chika menghentikan makannya.

"Gak papa kak dah biasa," kata Muthe menahan kakak iparnya yang memanggil supirnya.

"Tar anterin Muthe ya," kata Chika yang hanya di jawab anggukan oleh supir keluarga mereka.

Tidak lama Muthe sudah dalam perjalanan menuju tempat kerjanya dengan diantar supir. Dirinya memilih diturunkan tidak jauh dari tempat kerja daripada dilihat banyak orang.

"Jangan Non, nanti saya di marahin ibu," kata sang supir dengan wajah panik.

"Gak akan ada yang tau kalo bapak juga diem, oke, makasih pak," kata Muthe turun dari mobil dan berjalan kaki menuju tempat kerjanya.

Sementara Tian turun keruang makan sambil memperhatikan rumah yang kosong. Dirinya duduk di meja makan sendiri, makan sambil menatap kosong melamun.

"Tuan, permisi, tadi nyonya Chika sama nona Muthe pamit berangkat duluan," kata bibi membuyarkan lamunan Tian. Tian hanya mengangguk sambil senyum.

Tidak lama dirinya kembali ke kamar. Dipandangnya foto dirinya dan Muthe yang ada di meja kerjanya. Dia menyadari dirinya telah 7 tahun menikah dengan Muthe namun masih ada jarak di antara mereka.

Apakah dirinya akan begini terus dengan Muthe, atau mereka harus belajar membuka diri antara satu sama lain? Batinnya. Akhirnya dirinya lebih memilih untuk mandi dari pada melamunkan hal tersebut.

"The, ada yang nyari tuh," kata Eli salah satu sahabat Muthe meninggalkan area Muthe karena seorang pria mendatanginya.

"Hai Muthe, pa kabar?" Sapa pria tersebut.

"Baik pak," jawab Muthe sekedar berusaha ramah. Sebenarnya Muthe selalu berusaha menghindari pria ini, namun sepertinya pria ini malah makin getol mengejar Muthe.

"Tar siang makan siang bareng yuk," ajak pria itu.

"Yaelah pak, kerja juga baru mulai,"celetuk Dey yang mengintip dari areanya.

"Ih nyaut aja lu," saut si pria. Muthe hanya bisa tersenyum sambil meneruskan pekerjaannya.

"Oke ya, mau ya, yess, nanti saya jemput kesini pas jam makan," kata pria itu pergi. Padahal Muthe belom menjawab apa-apa.

"Sakit jiwa tu orang," saut Eli yang kembali ke tempat Muthe sambil melihat pria itu pergi.

"Gila karena ditolak Muthe," saut Dey menambahkan. Membuat Dey dan Eli tertawa terbahak-bahak.

"Heh! Bisa gak berisik gak!" Protes Khatrina membuat keduanya bubar sambil memasang wajah sinis ke Khatrina.

Muthe hanya menarik nafas panjang sembelum kembali fokus kepekerjaannya. Dirinya berusaha mengembalikan moodnya yang dirusak si penggemar setianya.

Sementara Tian baru saja selesai meeting dengan timnya untuk launch produk selanjutnya. Cindy menghampiri Tian yang duduk di ujung meja.

"Pak, saya mau mengajukan penambahan tim, karena menjelang launching," kata Cindy.

"Hmm, boleh asal jangan rekrutment baru ya, pindahin aja yang lu mau," kata Tian tanpa memandang Cindy.

"Saya bawa Khatrin ya pak, dia designer terbaik yang pernah kita punya, dia belajar langsung dari saya sejak sebelum masuk sini," kata Cindy mempromosikan Khatrina.

"Oke, bawa aja," saut Tian santai. Cindy sumringah sambil beranjak pergi meninggalkan Tian.

"Eh gue nitip, yang kemaren designnya nyeleneh bawa aja sekalian," kata Tian berdiri dan meninggalkan Cindy yang melongo oleh permintaan Tian.

**************************************

Happy reading

My HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang