Bab XII

11 4 0
                                    

Pukul 12.00

"Ayah, kenapa kau datang kesini?" Tanya amera kepada ayah mertua nya yang sedang duduk diruang tunggu.

"Sebenarnya ada yang ingin aku sampaikan pada mu amera," balas nya dengan mimik wajah yang serius. Amera duduk di hadapan nya dan siap untuk mendengarkan apa yang ingin ayah mertua nya sampaikan.

"Ada apa, ayah?"

"Ayah sudah tahu tentang perceraian mu dengan cesar. Tapi kau tahu kan bahwa cesar mengalami amnesia sementara itu artinya dia tak ingat pada mu bahkan juga tentang perceraian itu, jadi ayah ingin kau menunggu saat cesar sudah benar-benar mengingat nya kembali. Sebetulnya kami semua tak setuju akan perpisahan ini tapi jika kau memang menginginkan nya tak apa kami mengerti, tapi bisakah kau menunggu nya pulih terlebih dulu."

Amera mencoba memikirkan apa yang ayah mertua nya sampaikan, amera tak begitu suka dengan pendapat ayah mertua nya yang harus menunggu cesar hingga pulih. Tapi jika sekarang ia mengajukan perceraian, itu pasti akan membingungkan cesar. Lagipula ia tak enak jika harus menolak permintaan ayah mertua nya, namun yang terpenting mereka sudah memberi izin atas perceraian itu jadi nanti tidak akan masalah dengan perpisahan tersebut.

"Ayah benar, baiklah aku akan menunggu sampai cesar benar-benar pulih. Tapi aku juga punya batas kesabaran ayah, jika memang dia benar-benar tak ingat lagi aku akan segera mengakhiri semua ini."

Tak ada balasan, hanya senyum tipis yang ayah mertua nya berikan pada amera.

"Kalau kau sudah setuju, maka aku akan pamit dulu. Terimakasih karena sudah menyetujui nya."

Pria itu pun pergi meninggalkan tempat nya. Sekarang bagaimana? Apa amera harus berpura-pura kembali memainkan peran nya sebagai istri dari seorang cesar, ya seperti nya begitu. Walaupun muak tapi ia tetap harus bersabar menunggu cesar hingga pulih terlebih dulu baru benar-benar bercerai.

______

"Pelan-pelan," Kata amera merangkul tubuh cesar agar tidak jatuh kemudian meletakkan nya di sofa ruang tamu.

Kini mereka telah kembali pulang kerumah dan tentunya sudah diberi izin oleh dokter. Walaupun nanti nya harus sering cek-up terus ke rumah sakit.

"Kau berat sekali," gerutu amera sambil merebahkan tubuhnya di sofa kemudian memejam kedua matanya. Bayangkan saja amera yang tubuhnya kecil harus menopang tubuh cesar yang tergolong tinggi besar berotot dari halaman depan sampai ke ruang tamu.

Cesar terkekeh. "Kau seharusnya lebih banyak berolaraga."

Amera membenarkan duduk nya kemudian menatap sinis ke arah cesar, padahal dia itu sering olaraga walau seminggu dua kali si katanya mager.

"Nyonya ini kopernya taruh dimana?" Tanya seorang pelayan membawa sebuah koper berwarna merah muda dengan ukuran yang sedang.

Amera pun menoleh kearah pelayan tersebut. "Taruh di kamar saya aja, nanti biar saya yang bereskan sendiri."

"Baik nyonya," ucap nya menunduk sedikit lalu melenggang pergi meninggalkan cesar dan amera berdua di ruang tamu.

"Itu koper siapa?" Kini cesar yang bertanya. Tentu dia merasa bingung dan juga penasaran. Padahal seingat nya dia tak punya koper berwarna merah muda seperti itu.

"Itu milik ku."

Cesar hanya mengangguk paham. Ya mana mungkin dia memiliki koper berwarna feminim seperti itu, tapi bukan kah itu aneh mengapa istrinya harus membawa koper. Itu lah yang membuat cesar bertanya-tanya tapi ia tak ingin bertanya kepada amera.

his farewell attemptTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang