Di kafe milik Ruka, dua perempuan tampak duduk berhadapan di meja dekat jendela. Cahaya lampu redup yang memantul dari kaca memberikan suasana hangat pada ruangan itu. Pharita yang selalu anggun memegang cangkir teh hangat, sementara Ruka dengan ekspresi santai menyenderkan punggungnya di kursi, menceritakan sesuatu dengan penuh semangat.
"Dan kau tahu apa yang terjadi tadi siang, kan?" Ruka tertawa kecil, "Rora lagi-lagi mengganggu Canny. Dia tidak bisa diam sedikit pun!"
Pharita tersenyum lembut. "Rora memang selalu begitu, pasti Canny sangat kesal tadi"
"Tentu saja, tapi itu momen yang menyenangkan bagiku. Akhirnya aku bisa menjemputnya di sekolah meski harus melalui drama panjang, karena ulah Rora," Ruka berkata, wajahnya memancarkan kebahagiaan yang tulus.
Saat mereka berbincang, pintu kafe terbuka, membunyikan bel kecil di atasnya. Asa masuk dengan langkah perlahan, matanya langsung menatap pemandangan kedua kakaknya yang sedang asik mengobrol. Asa mendekat membawa udara dingin malam bersamanya.
"Kalian membicarakan apa? Sepertinya seru sekali," tanya Asa dengan nada datar, tetapi matanya menyiratkan rasa penasaran.
"Oh, ini tadi kak Ruka menceritakan kejadian siang tadi waktu menjemput Canny," jawab Pharita sambil menoleh.
"Menjemput Canny?" Asa mengernyitkan dahi, suaranya berubah sedikit tajam. "Memangnya dia mau di jemput?"
Ruka tersenyum, tidak terpengaruh oleh nada dingin Asa. "Awalnya tidak. Dia tetap dengan ekspresi dinginnya itu, tapi setidaknya dia mau ikut, walaupun harus sedikit di paksa. Tapi itu sudah sedikit kemajuan sih."
Pharita menambahkan, "Meskipun Rora terus saja mengganggunya, seperti biasa."
Ruka tertawa kecil. "Iya, si usil itu. Tapi kakak senang, Asa. Meski Canny masih belum bisa menerima kita sepenuhnya, aku merasa kita sudah sedikit lebih dekat. Rasanya ada harapan untuk memperbaiki semuanya."
Asa terdiam sejenak, menatap Ruka dengan ekspresi yang sulit di artikan. "Aku ingin menemui Canny malam ini."
Ruka menggeleng pelan, wajahnya menjadi lebih serius. Sebaiknya jangan malam ini, Asa."
"Kenapa? Ada apa memangnya? Asa bertanya, sedikit tidak sabar.
"Dia sudah tampak kesal karena ulah Rora tadi. Kakak tidak mau dia semakin kesal kalau kau tiba-tiba muncul malam-malam begini. Beri dia waktu untuk tenang," jelas Ruka dengan nada bijak.
Pharita mengangguk setuju. "Apa yang kak Ruka katakan benar, Asa. Masih banyak waktu. Lebih baik kita pelan-pelan saja. Jangan terburu-buru."
Asa menghela napas panjang, jelas terlihat enggan menerima saran itu. "Tapi aku sangat merindukan Canny..." katanya dengan suara yang hampir berbisik.
Ruka menyentuh bahu Asa dengan lembut. "Aku tahu, Asa. Kita semua juga merindukannya. Besok pagi kau bisa mencobanya. Malam ini, biarkan dia tenang dulu, oke?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Bayang Ibu
RandomCanny, seorang gadis kecil berusia lima tahun, harus menghadapi kenyataan pahit setelah di tinggal pergi oleh ibunya dan keenam kakak perempuannya. Hidupnya berputar di sekitar perawatan perawatan ayah yang sakit dan berjuang dengan keterbatasan eko...